x

Ilustrasi ojek online GrabBike. REUTERS/Garry Lotulung

Iklan

cheta nilawaty

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Ojek dan Taksi Online, Moda Transportasi Terbaik untuk Tuna Netra

Saya bersyukur, ketika saya buta, memilih moda transportasi umum tak lagi jadi masalah.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Saya bersyukur, ketika saya buta, memilih moda transportasi umum tak lagi jadi masalah. Dulu, banyak teman tuna ntera yang harus berjalan kaki bila tidak ada akses angkot atau bis umum yang lewat tempat mereka tinggal.

 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ada pula yang harus berdesak-desakan naik bis umum ketika ojek atau taksi langganannya tidak bisa menjemput. Salah satu teman saya itu adalah Suryo Pramono. Ia menjalani masa ketunanetraannya awal tahun 2000. Saat itu belum ada transportasi online seperti sekarang.

 

“Saya pernah naik bis umum dari Terminal Senen, dan di tengah jalan, bis saya diberhentikan polisi karena ada buronan yang dikejar,” ujar Suryo Pramono yang merupakan salah satu Staf Pengajar di Yayasan Mitra Netra. Dalam kejadian itu, Suryo tetap diharuskan turun untuk diperiksa bersama penumpang lainnya. “Ketika tahu saya tuna netra, polisi hanya bertanya, tongkat apa yang saya bawa, saya bilang kalau itu tongkat untuk membantu orang buta berjalan,” ujar Suryo terkekeh.

 

Selesai bertanya kepada Suryo, Polisi malah mempersilahkan dirinya naik dan duduk kembali di dalam bis. Senentara penumpan lain masih harus berpanas-panasan di luar bis untuk diperiksa. Meski kejadian itu membuat malas Suryo naik kendaraan umum untuk beberapa hari kemudian, ia pada akhirnya tetap harus naik kendaraan umum untuk bekerja. Terkadang Suryo harus naik dari Terminal Kampung Rambutan atau Terminal Lebak Bulus.

 

Tapi sekarang moda transportasi umum, terutama ojek atau taksi online sangat mempermudah dan membantu tuna netra melakukan mobilitasnya. Tuna netra bisa dijemput dan diantarkan langsung ke tempat yang dituju. Kemudahan berkendara ini setidaknya menghindarkan tuna netra dari berbagai resiko di jalan. Contoh paling sederhana, tuna netra tidak akan lagi kesasar, minimal mereka turun di dekat tempat yang dituju.

 

Tuna netra juga terhindar dari resiko dicopet di tengah jalan. Dengan diantar ojek atau taksi online, tuna netra tidak perlu membagi ruang bersama penumpang lainnya. Jangankan tuna netra, orang melihat pun mudah dicopet bila harus berbagi ruang bersama di transportasi umum. Karena itu, saya acungi jempol bagi tuna netra jaman dulu yang bberani naik kendaraan umum dengan segala resikonya.

 

Tersasar menjadi suatu hal yang tidak mudah bagi tuna netra. Bila orang melihat bisa tersasar dalam hitungan jarak puluhan meter, tuna netra bisa tersasar parah bila orientasi patokannya bergerak tergeser sepersekian meter saja. Maka tuna netra tidak boleh salah ordinat untuk memilih patokan agar tidak tersasar. Kebutuhan ini terkadang tidak dapat diakomodasi oleh moda transportasi seperti angkot atau bis umum. Sebab, menurunkan penumpang seenaknya di tengah jalan sering menjadi kebiasaan angkot atau bis umum. Kejadian diturunkan di tengah jalan ini bisa  menimpa siapa pun penumpang bis atau angkot, tak terkecuali tuna netra.

 

Tak terbayang bila tuna netra harus diturunkan tengah jalan oleh angkot, tanpa dicarikan lagi angkot pengganti yang sama. Bisa seharian tuna netra menunggu angkot yang lewat. Kalau beruntung, ada orang baik yang suka rela menunjukkan angkot yang tepat. Sebab, bila sudah salah orientasi di awal posisi, tuna netra tidak dapat kemana mana. Tuna netra bisa tersasar lebih parah lagi, bila nekat jalan. “Saya pernah diam saja di perempatan jalan selama lima belas menit, karena diturunkan angkot sembarangan,” ujar Arina Mashamahasiswi tuna netra tingkat akhir di salah satu universitas swasta di bilangan Ciputat.

 

Menggunakan ojek atau taksi online, tuna netra cukup memesan dari ponsel yang dilengkapi teknologi voice over(pembaca layar). Tuna netra bisa tahu jumlah yang harus dibayar, jarak tempuh driver hingga potongan harga yang bisa mereka peroleh. Ada lagi bonus tambahan dengan fitur pemesanan makanan atau bantuan yang sifatnya pelayanan personal. Dengan semua pelayanan yang disediakan sesuai kebutuhan tuna netra tersebut, saya rasa terlalu terburu-buru mengeluarkan affirmation action yang mengatur keberadaan taksi atau ojek online yang sifatnya dapat mengurangi armada keduanya.

 

Keberadaan mereka tak sekedar mengubah platform moda transportasi umum, tetapi juga mengubah sedikit peradaban. Kedua pihak, baik pengemudi atau penumpang sama sama belajar menghargai. Pengemudi belajar menghargai pentingnya pelayanan dan penumpang belajar kesadaran tentang betapa berharganya pelayanan profesional yang telah diberikan pengemudi. Penumpang juga belajar, bahwa jalanan bukan milik mereka seorang. Penumpang dapat merasakan bahwasanya macet, ramai dan terjebak di jalan juga dialami semua pengguna kendaraan. Sehinggga tak ada lagi kata egois atau memaki hanya karena macet.

Ikuti tulisan menarik cheta nilawaty lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler