x

Calon Gubernur DKI Jakarta nomor urut 2 Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok memberikan keterangan di Rumah Lembang, Menteng, Jakarta, 5 Januari 2017. TEMPO/Larissa

Iklan

edriana noerdin

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Apakah Ahok yang Dimaksud Jubirnya Korupsi?

Rendahnya serapan anggaran DKI ini ternyata sejalan dengan hobi Ahok untuk memakai dana off budget yang berasal dari pengembang.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Edriana Noerdin

Dalam debat Kompas TV mencari Pemimpin Jakarta, Jumat malam, 24 Maret 2017 dengan tema  Tentang Sosial Media tiba-tiba juru bicara Ahok mengatakan

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

"Power tends to corrupt and absolute power corrupts absolutely". Kemudian logika berpikirnya melompat dengan mengatakan bahwa Anies korupsi.

Dia juga mengatakan kenapa Anies tidak menertibkan spanduk-spanduk yang bernada sanksi sosial keagamaan. Kok bisa jauh sekali sesat pikirnya ya? Pertama apakah jubir Ahok hanya ingin menunjukkan bahwa dia bisa menggunakan bahasa Inggris, atau, sebetulnya dia ingin menunjukkan sebuah konsep tertentu?

Definisi korupsi menurut UU No. 31/1999 Jo UU no.20/2001, Bab II, pasal 2 mengatakan bahwa korupsi adalah: "setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara".

Sementara Anies sekarang adalah rakyat biasa dan bukan penguasa sehingga beliau tidak punya akses pada keuangan negara. Justru sebaliknya saat ini Ahok lah yang sedang berkuasa. Jadi saya  bertanya-tanya dalam hati apakah dia sedang membicarakan Ahok?

Sebelum mulai menuduh korupsi, coba kita lihat menurut fakta, seperti apa sebetulnya perbandingan antara Anies dan Ahok dalam hal pemanfaatan dan akuntabilitas dana publik? Mari kita lihat laporan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi untuk tahun 2015 tentang akuntabilitas kinerja Kementrian/Lembaga dan Provinsi.

Pada item Management Kinerja disebutkan bahwa Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan  mendapat nilai 73.73 atau nilai B.B atau menduduki ranking no.12 dari 86 K/L. Sementara itu, rapor untuk kategori yang sama bagi Provinsi, nilai DKI dibandingkan dengan provinsi lain adalah 58,57 atau nilai C.C atau ranking no. 18 dari 34.  Tingkat akuntabilitas berhubungan dengan potensi korupsi. Jadi mana yg lebih rentan korupsi, Anies yg rankingnya B.B atau Ahok yang ranking akuntabilitasnya cuma C.C?

Begitupun kalau dilihat dari sisi serapan anggaran. Pada tahun yang sama laporan BPK menunjukkan bahwa:

DKI di bawah Ahok hanya mampu menyerap 70 persen dari total anggaran. Sementara itu, Kementerian Pendidikan dan kebudayaan di bawah Anies menduduki posisi nomor dua dalam hal serapan anggarannya di antara K/L yaitu sebesar 92,4 persen.

Rendahnya serapan anggaran DKI ini ternyata sejalan dengan hobi Ahok untuk memakai dana off budget yang berasal dari pengembang. Dana off budget ini sama sekali tidak transparan dan tidak akuntabel. Harusnya dana-dana tersebut dimasukkan dulu ke dalam APBD, baru kemudian digunakan sesuai dengan prosedurnya. Sehingga proses pemanfaatannya juga bisa memakai asas bidding yang fair dan terbuka, dan kontraknya pun terbuka untuk bisa diawasi oleh publik. Pemanfaatan dana off budget jelas-jelas berpotensi korupsi yang luar biasa.

Bila terjadi kongkalingkong dalam penggunaan dana off budget tersebut tidak bisa dipertanggungjawabkan. Pun ketika pembangunan tidak berjalan sesuai rencana, tidak ada yang bisa dituntut sebagai pejabat pengguna anggarannya. Dan yang paling bahaya adalah konsekuensi adanya proyek balas jasa di balik itu semua.

Selain rendahnya tingkat akuntabilitas Ahok menurut Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara-Reformasi Birokrasi dan BPK, besarnya potensi korupsi karena pemanfaatan dana off budget untuk membiayai pembangunan jalan simpang susun Semanggi dan pembangunan Rusunawa dan pembangunan RPTRA baik di Kalijodo maupun di daerah lain menunjukkan banyak kebijakan Ahok yang langsung merugikan rakyat.

1. Kebijakan penggusuran yang sewenang-wenang dengan kekerasan. Bahkan,  di beberapa daerah juga melawan hukum, yang dilakukan demi meningkatkan nilai properti di wilayah tersebut. Gentrifikasi ini jelas-jelas menguntungkan pengembangan.

2. Kebijakan reklamasi yang sudah dinyatakan bersalah atau batal demi hukum oleh pengadilan TUN. Kebijakan yang hanya menguntungkan pengembang ini jelas-jelas merugikan nelayan, merusak ekosistem serta menimbulkan ancaman bencana alam di Jakarta.

3. Banyaknya anggaran yang tidak terserap juga bisa dianggap sebagai manipulasi atau korupsi model baru karena anggaran yang juga terdapat hak rakyat disana menjadi tidak dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat.

5. Serta masih banyak lagi tuduhan-tuduhan korupsi lainnya.

Yang sedang menjadi pejabat publik atau gubernur kan Ahok. Kok Anies yang dituduh korupsi? Maka dari berbagai kasus di atas  sangat jelas terlihat bahwa ternyata juru bicara Ahok sedang berbicara tentang kandidatmya sendiri?

Halloo you said "...absolute power corrupts absolutely" are you talking about your own candidate?

Ikuti tulisan menarik edriana noerdin lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu