x

Iklan

Amirudin Mahmud

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Guru Dilindungi, Apa Benar?

Permendikbud Perlindungan Guru merupakan upaya Kemendikbud dalam memberi perlindungan kepada para guru. Namun, Permendikbud saja tak cukup. Kenapa?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Tak sedikit kasus guru yang diadukan ke polisi oleh orang tua peserta didik. Guru diduga melakukan kekerasan terhadap anak didik dalam proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah. Padahal apa yang diduga sebagai kekerasan tersebut dipandang oleh guru sebagai alat pendidikan. Anda pasti masih ingat kasus Aop Saipudin di Majalengka, Sambudi di Sidoarjo. Keduanya diadukan ke kepolisian karena menghukum anak didik mereka. Aop Saifudin mencukur rambut siswanya karenan dianggap terlalu panjang, gondrong. Sambudi, guru SMP Raden Rahmad Balongbendo itu mencubit  siswa karena yang bersangkutan tidak mengikuti kegiatan shalat duha bersama. Siswa tersebut memilih bermain di tepi sungai. Kedua guru tersebut harus menjalani proses hukum.

Tak sekedar itu, bahkan di Sumatera Utara seorang dosen dibunuh secara sadis oleh mahasiswanya. Nur Ain Lubis (63), dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) tewas setelah ditikam mahasiswanya, Roymardo Sah Siregar (20) pada bulan Mei 2016 lalu. Guru belum mendapat perlindungan dalam menjalankan tugas profesionalnya sebagai tenaga pendidik.

Belum lama (28/2), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan Permendikbud Nomor 10 Tahun 2017 tentang Perlindungan Bagi Guru. Dalam Pasal 2 ayat 2 dijelaskan bahwa perlindungan guru  mencakup empat hal  yakni perlindungan hukum dari kekerasan, perlindungan profesi, perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja serta perlindungan hak dan kekayaan intelektual. Perlindungan hukum mencakup perlindungan terhadap tindak kekerasan, ancaman,  perlakuan diskriminatif, intimidasi,  dan/atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, dan/atau pihak lain yang terkait dengan pelaksanaan tugas sebagai pendidik dan tenaga kependidikan.

Perlindungan profesi  melindungi perlindungan terhadap pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar,  pembatasan dalam menyampaikan pandangan,  pelecehan terhadap profesi dan/atau  pembatasan atau pelarangan lain yang dapat menghambat pendidik dan tenaga kependidikan dalam melaksanakan tugasnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kemudian perlindungan keselamatan  mencakup perlindungan terhadap risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja,  kebakaran pada waktu kerja, bencana alam,  kesehatan lingkungan kerja dan/atau risiko lainya. Sedangkan perlindungan hak atas kekayaan intelektual  itu berupa perlindungan terhadap hak cipta dan/atau  hak kekayaan industri.

Permendikbud perlindungan guru merupakan langkah maju dan positif yang diambil oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan berdasarkan pengalaman pahit sejumlah guru menghadapi tuntutan hukum. Walau, sejumlah kalangan meragukan efektifitasnya. Menurut Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Unifah Rasyidi, seperti dikutip Koran Sindo, salah satu yang menjadi sorotan banyak kalangan adalah peraturan perlindungan itu hanya sebatas peraturan menteri (permen), sementara itu banyak guru yang dijerat dengan Undang-Undang (UU) Perlindungan Anak saat diduga melakukan kekerasan dalam proses belajar mengajar. Dua jenis aturan ini tentu berada di level berbeda. UU jauh lebih kuat daripada sekedar Permen.

Catatan Kritis

Apa yang ditegaskan Ketua PGRI bisa jadi wujud keraguan setiap guru termasuk saya. Ada beberapa hal  yang meragukannya. Pertama, soal  komitmen. Dalam Pasal 2,  perlindungan merupakan kewajiban: a. Pemerintah; b. Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya; c. Satuan Pendidikan; d. Organisasi Profesi; dan/atau e. Masyarakat. Pertanyaanya, apa mereka sungguh siap melaksanakan kewajiban tersebut? Bagaiman jika mereka lalai? Apa guru bisa menuntut?

Kedua, soal honorium. Dalam Pasal 2 ayat 4 butir b ditegaskan bahwa diantara perlindungan terhadap profesi guru adalah dengan memberi imbalan yang pantas dan setimpal. Seperti dimaklumi, masih banyak guru di Indonesia yang masih berstatus honorer. Dan menyedihkan,  honorium mereka jauh di bawah Upah Minimum Regional (UMR). Tak sedikit dari mereka yang mendapat imbalan dari pekerjaannya kurang dari 500 ribu rupiah. Nah, bagaimana tanggungjawab pemerintah sebagai salah satu pihak yang diwajibkan melindungi guru? Solusi apa yang akan diterapkan? Pihak sekolah sebagai satuan pendidikan, bagaimana menyikapinya? Maukah mereka menganggarkan lebih besar untuk guru honorer? Pertanyaan seputar hal-hal tersebut akan menjadi penentu apa Permendikbud tentang Perlindungan Guru menjadi efektif atau tidak?

Ketiga, ketegasan dalam pelaksanaan. Sebenarnya soal perlindungan guru sudah disinggung dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen  Pasal 39. Permendikbud  tersebut hanya berupa penjabaran lebih jauh. Tapi, prkateknya aturan tinggal aturan. Pelaksanaanya berbeda. Maka, sebenarnya persoalan utamanya adalah bagaimana pelaksanaanya? Peraturan sebagus dan sedetail apapun tak akan bermakna apa-apa jika tak dilakukan.

Ke depan, menurut hemat saya dibutuhkan komitmen kuat dari semua pihak (pemerintah, satuan pendidikan, masyarakat luas) guna memberi perlindungan terhadap para guru. Guru jangan hanya disalahkan ketika kualitas pendidikan tak mengalami kemajuan misalnya. Mereka juga butuh kenyamanan dalam menjalankan tugas mulia mereka yakni mencerdaskan anak bangsa yang berakhlak mulia serta memilki karakter yang baik.

Pemerintah sepatutnya mulai mengkaji soal kesejahteraan guru honorer yang jumlahnya sangat banyak. Mereka layak diperlakukan seperti manusia. Tak manusiawi rasanya jika honorium yang mereka terima di bawah UMR sementara kebutuhan hidup selalu naik. Terlebiih sekarang, setelah Pemerintah melakukan moratorium pengangkatan ASN. Jumlah kekurangan guru semakin melebar. Pensiun tak dapat dihindari sementara pengangkatan tak ada. Kalau moratorium bertujuan untuk penataan dan pemetaan secara menyeluruh terhadap ASN, kok hasilnya malah sebaliknya? Banyak pos kosong yang ditinggal oleh para pensiunan. Dalam sektor pendidikan hal ini sangat terasa. Banyak kelas yang terganggu proses belajarnya karena kekurangan guru.

Akhir kata, Permendikbud tentang Perlindungan Guru merupakan upaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam memberi perlindungan kepada para guru. Namun, Permendikbud saja tak cukup. Perlu komitmen bersama, itikad baik dari Pemerintah dan semua pihak terkait untuk peduli pada guru. Kepedulian pada guru sejatinya menjadi modal awal melindungi mereka dalam menjalankan tugas dan kewajibannya menjadi tenaga pendidik profesional. Wa Allahu Alam

 

Ikuti tulisan menarik Amirudin Mahmud lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler