x

Iklan

FX Wikan Indrarto

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Vape Sama Bahayanya dengan Rokok Biasa ~ FX Wikan Indrarto

Penggunaan vape dapat meningkatkan kadar nikotin dalam plasma darah secara signifikan setelah lima menit.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Dr. FX. Wikan Indrarto, Sp. A

 

Merokok elektronik adalah penggunaan nikotin secara elektronik atau 'Electronic Nicotine Delivery Systems' (ENDS). Caranya adalah dengan menghirup uap cair atau ‘vapourize’ yang berisi nikotin, sehingga sering juga disebut ‘vape’. Apa yang sebaiknya diketahui?

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Vape pada awalnya diciptakan di Cina pada tahun 2003 oleh seorang apoteker untuk mengurangi asap rokok. Vape terdiri dari sebuah baterai, sebuah ‘cartridge’ yang berisi cairan, dan sebuah elemen pemanas berupa lilitan kawat yang dialiri oleh listrik, untuk menghasilkan panas dan uap air, yang akan memberikan sensasi seperti merokok. Bahan cairan adalah Vegetable Glycerine yang agak kental dan sedikit manis, Propylin Glicol yang berfungsi sebagai penguat rasa, Flavour Essence atau aneka perasa yang memberi rasa pada asap, dan nikotin cair seperti pada rokok. Cara ini atau ‘vaping‘ telah menjadi populer dalam empat tahun terakhir, sehingga hanya terdapat beberapa penelitian tentang risiko kesehatan dan data efek jangka panjang tidak diketahui.

 

Data epidemiologis belum tersedia, seperti bukti hubungan antara tembakau dan kanker, karena penelitian tersebut membutuhkan waktu puluhan tahun untuk disimpulkan. ‘Bulletin of the World Health Organization’ (2014;92:856-857) memuat pertimbangan lebih dari 100 ilmuwan dan regulator, dan mencakup tiga bidang kesimpulan tentang vape, yaitu risiko kesehatan, emisi beracun lainnya dan penghirup pasif (second-hand emissions).

 

Data yang pernah dilansir cnnindonesia.com menyebutkan bahwa vape mengandung zat berbahaya seperti Tobacco Specific Nitrosamines, Diethylene Glycol dan karbon monoksida. Selain itu, penggunaan vape dapat meningkatkan kadar nikotin dalam plasma darah secara signifikan setelah lima menit penggunaannya. Tidak hanya itu, vape juga meningkatkan kadar karbon monoksida dalam plasma dan frekuensi nadi secara signifikan, bahkan memiliki efek akut pada paru seperti pada rokok tembakau, yaitu kadar nitrit oksida udara ekshalasi menurun dan tahanan jalan napas meningkat signifikan.

 

Nikotin yang sangat adiktif dan memiliki peran dalam neuro-degenerasi yang mempengaruhi perkembangan otak, termasuk pada anak dan janin. WHO tidak merekomendasikan penggunaan segala bentuk nikotin bagi bukan perokok, anak dan wanita hamil. Pada pertemuan di Moskow pada bulan Oktober 2013 yang membahas Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau (FCTC), telah dirumuskan aturan tentang vape. Banyak negara menyepakati serangkaian rekomendasi untuk mencegah bukan perokok dan orang muda agar tidak menjadi pengguna vape, untuk melindungi dari emisi lain, untuk meminimalkan potensi resiko kesehatan yang ditimbulkan, dan menantang klaim kesehatan yang belum terbukti, saat digunakan untuk memasarkan vape. Untuk itu, semua negara dianjurkan menempuh langkah regulasi yang cocok dalam membatasi vape atau melarangnya sama sekali.

 

Tentang pendapat bahwa vape penting untuk membantu orang berhenti merokok, sebagaimana cara yang sama pada orang dengan ketergantungan heroin, diubah menggunakan metadon. Namun demikian, untuk saat ini belum ada bukti yang meyakinkan tentang apakah vape dapat menjadi bantuan dalam berhenti merokok. WHO merekomendasikan bentuk terapi pengganti nikotin yang berlisensi untuk membantu perokok agar berhenti.

 

Saat ini tidak ada hasil penelitian tentang hubungan aerosol dari vape dengan penyakit tertentu, tetapi sudah dipastikan bahwa uap itu mengandung nikotin dan partikel kecil dengan beberapa racun yang melekat. Juga dipastikan bahwa ketika aerosol ini dihembuskan ke udara dalam ruangan, kadar partikulat dan nikotin akan naik. Tidak ada kadar aman dari partikulat tersebut dan tingkat partikulat dari vape lebih rendah dari rokok konvensional, tetapi terdapat hubungan dosis-respons, yang berarti bahwa semakin tinggi konsentrasi tentu juga semakin besar risiko kesehatan.

 

Ada sekitar 500 merek vape dan hanya beberapa yang telah dianalisis. Beberapa merek telah diketahui memiliki kadar emisi beracun yang sangat rendah dibandingkan dengan rokok konvensional. Beberapa vape memiliki sedikit rendah kadar racun, tetapi mengandung kadar agen penyebab kanker, seperti formaldehida, setara dengan rokok konvensional. Namun demikian, rata-rata vape cenderung kurang beracun dibandingkan rokok konvensional, meskipun bukan tanpa risiko. Beberapa pihak mengklaim risiko ini sangat sangat rendah, tetapi pertanyaan seberapa rendah, belum terjawab.

 

Beberapa negara Uni Eropa akan melarang vape karena dianggap sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Alasannya adalah karena pengguna vape mengisi wadahnya sendiri, sehingga bukan produsen vape yang menetapkan kadar nikotin, tetapi justru penggunanya. Cairan ini dapat sengaja tumpah dan kontak dengan kulit pengguna dan anak mungkin meminumnya, sehingga terjadi keracunan nikotin. Amerika Serikat, Inggris dan Irlandia Utara telah melakukan survei kecelakaan tersebut dan mendata peningkatan yang luar biasa dalam keracunan nikotin pada anak. Alasan lain tentang perangkat isi ulang vape adalah karena dapat diisi narkoba, obat terlarang, atau zat ilegal lainnya.

 

Para penyusun Draft RUU Pertembakuan sebaiknya juga berselancar secara digital ke Ashgabat, Turkmenistan. Selain meninjau dampak kebijakan bebas asap rokok di Turkmenistan dan sembilan negara Eropa, juga membaca rancangan aturan tentang vape. Mengapa kita tidak mencontoh yang baik?

 

Sekian

Yogyakarta, 3 April 2017

 

Penulis adalah Sekretaris IDI Wilayah DIY, dokter spesialis anak di RS Panti Rapih Yogyakarta

Ikuti tulisan menarik FX Wikan Indrarto lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler