x

Iklan

firdaus cahyadi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Ketika Anak Sekolah Saling Bunuh

Paradigma pendidikan di sekolah dan keluarga harus dirombak.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Baru-baru ini tersiar kabar mengenai pembunuhan siswa di SMA Taruna Nusantara. Sebuah SMA yang selama ini terkenal sebagai sekolah dengan disiplin tinggi dan juga diisi oleh siswa-siswa pandai dari berbagai penjuru Indonesia. Dan yang lebih mengejutkan lagi adalah pelaku pembunuhan tersebut diduga dilakukan oleh temannya di sekolah bergengsi tersebut.

Bukan kali ini saja pembunuhan dan tindak kekerasan dilakukan oleh anak-anak SMA terhadap teman-temannya sendiri. Sebelumnya, berbagai media massa juga mengabarkan tewasnya Ahmad Andika Baskara (19 tahun), siswa jurusan Teknik Mesin kelas IX SMK Bunda Kandung. Ia tewas dalam sebuah tawuran. Selain itu juga tersiar kabar terbunuhnya Edi Gilang Febriyanto (17 tahun) dari SMK Abdi Karya dalam tawuran di Pondok Gede, Bekasi.

Belum hilang berita mengenai kekerasan dan pembunuhan yang terjadi di SMA Taruna Nusantara, kini kita dihadapkan dengan kenyataan beredarnya video di media sosial tentang pengroyokan siswa sebuah SMP di Cirebon oleh teman-temannya. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Apa yang salah dengan dunia pendidikan kita? Kenapa anak-anak sekolah yang akan menjadi pemimpin bangsa 10-15 tahun kedepan justru saling bunuh?

Untuk menjawabnya, mari kita lihat secara sekilas bagaimana wajah dunia pendidikan kita. Disadari atau tidak, kini sekolah telah menjadi semacam komoditas dagang. Sekolah-sekolah saling bersaing terkait dengan prestasi akademisnya. Sekolah yang lebih unggul pun akan mematok biaya sekolah setinggi langit. 

Di tengah persaingan ketat antar sekolah itulah, persoalan pembentukan karakter anak terlupakan. Empati, toleransi luput ditanamkan dalam pendidikan. Nilai-nilai itu digantikan dengan kompetisi untuk meraih prestasi individual. Pengarusutamaan nilai-nilai kompetisi individual di dasarkan pada anggapan bahwa globalisasi ekonomi pasar bebas mengharuskan hal itu terjadi. Jika ingin bertahan dalam globalisasi ekonomi pasar bebas, nilai-nilai kompetisi individual harus ditanamkan sejak dini di usia sekolah. Kekerasan adalah sebuah keniscayaan bila nilai-nilai empati dan toleransi dihilangkan digantikan dengan nilai-nilai kompetisi individual.

Namun, bukankah sekarang juga bermunculan sekolah-sekolah unggulan berbasiskan agama? Benar, bahkan sekolah-sekolah unggulan berbasiskan agama itu mematok biaya yang mahal dengan klaim memadukan kecerdasan otak dan spiritual bagi siswa-siswanya. Di sekolah-sekolah unggulan berbasiskan agama itu sudah pasti diajarkan nilai-nilai agama yang tentu melarang tindak kekerasan, bahkan pembunuhan. Namun, sayang, bila kita melihat sekolah-sekolah berbasiskan agama itu, kita akan melihat sebagian sekolah itu justru kesulitan menanamkan nilai-nilai empati dan toleransi di tengah fakta keberagaman di masyarakat.

Sebagian siswa-siswa yang bersekolah di sekolah unggulan berbasiskan agama adalah siswa-siswa seagama. Bahkan dari sisi kelas sosial mereka juga sama, kelas menengah-atas. Di kelas para siswa diajarkan empati dan toleransi, namun untuk satu kelas sosial yang sama dan teman-teman seagama. Mereka pun gamang ketika keluar dari sekolah unggulan berbasiskan agama ketika melihat realitas sosial bahwa di masyarakat begitu beragam dari sisi agama dan kelas sosial.

Paradigma dan metode pengajaran di sekolah, baik sekolah umum ataupun yang berbasis agama, harus dirombak total. Karakter untuk berempati dan toleransi antar sesama manusia harus ditanamkan sebelum nilai-nilai kompetisi individual dikenalkan. Ini adalah langkah strategis dan mendesak untuk dilakukan. Ini harus menjadi pekerjaan rumah Kementerian Pendidikan.

Butuh waktu yang tidak sebentar untuk merubah paradigma dan metode pengajaran di sekolah. Sementara waktu terus berjalan. Hal yang bisa dilakukan sembari mendesak perubahan paradigma dan metode pengajaran di sekolah adalah mengoptimalkan pendidikan di dalam rumah tangga.

Kita, sebagai orang tua, juga seringkali lebih mengutamakan nilai-nilai kompetisi individual kepada anak-anak kita dibandingkan nilai-nilai empati dan toleransi terhadap sesama manusia. Kita sering mengajak anak kita beribadah bersama di rumah ibadah, namun bersamaan dengan itu kita juga sering mengungkapkan kebencian terhadap penganut agama lain di depan anak-anak kita.

Kita juga sering mengajak anak kita berlibur dengan mobil pribadi kita. Dan di tengah kemacetan lalu lintas, tak jarang kita memberikan stigma buruk terhadap pedagang asongan, kelas sosial di luar kelas sosial kita, di dapan anak-anak kita.

Di sinilah peran orang tua sangat penting untuk menanamkan nilai-nilai empati, toleransi dan anti-kekerasan terhadap anak kita. Pendidikan di keluarga adalah benteng yang pertama dan utama harus dibangun orang tua sebelum mereka bersekolah.

Globalisasi ekonomi pasar bebas bukan hanya merasuk pada persoalan ekonomi semata, namun juga telah merubah paradigma pendidikan di sekolah dan keluarga. Kompetisi individual dan kebencian adalah nilai-nilai yang tanpa sadar sudah ditanamkan kepada anak-anak kita, baik di sekolah maupun dalam keluarga. Semua atas nama mengantisipasi globalisasi ekonomi pasar bebas. Serangkaian kekerasan yang melibatkan anak-anak sekolah akhir-akhir ini sejatinya adalah buah dari nilai-nilai yang kita tanamkan berasama itu.

Belum terlambat bagi kita untuk melakukan perubahan terhadap paradigma pendidikan di sekolah dan keluarga. Tanpa perubahan paradigma itu, kita hanya akan menghasilkan generasi-generasi calon pemimpin negeri yang individualistis dan bengis. 

Ikuti tulisan menarik firdaus cahyadi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Hanya Satu

Oleh: Maesa Mae

Kamis, 25 April 2024 13:27 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Hanya Satu

Oleh: Maesa Mae

Kamis, 25 April 2024 13:27 WIB