x

Iklan

Syarifuddin Abdullah

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Ahok Sudah Merasa Kalah di Putaran Kedua

jika sudah merasa kalah, besar kemungkinan Anda akan kalah benaran.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Jika dibandingkan, pernyataan-pernyataan Ahok pada putaran pertama dan putaran kedua Pilgub DKI 2017 jelas jauh berbeda. Di putaran pertama, Ahok masih sering terkesan jumawa. Menjelang putaran kedua, pernyataannya cenderung meloyo.

Sekedar contoh, usai meninjau lokasi banjir di Cipete, Jakarta Selatan, pada Rabu 05 April 2017, Ahok menjelaskan begini “Yang penting jadi pejabat itu bukan jadinya. Yang paling penting legacy-nya”. Catatan: pernyataan ini bisa dimaknai bahwa Ahok mengklaim sudah membuat legacy di DKI, jadi tidak masalah bila akhirnya kalah pada putaran kedua. Sebuah pernyataan yang mempersiapkan kekalahan.

Dua minggu sebelumnya, di Jalan Proklamasi Jakarta Pusat, Rabu 22 Maret 2017, Ahok malah menegaskan begini, "Kalau memang hasil survei sesuai dengan tanggal 19 April (hari pencoblosan), berarti Oktober 2017, orang Jakarta punya gubernur baru bernama Anies. Sederhana, kan?". Lagi-lagi, ini model pernyataan sudah merasa kalah.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Bukan hanya itu, dari kubu PDIP pun muncul pernyataan yang semakin menguatkan kesan sudah merasa kalah tersebut. Jubir PDIP, Eva Kusuma Sundari, menyebut pemilih Jakarta paling dinamis, yang sewaktu-waktu bisa berada di puncak, kemudian turun atau sebaliknya. Pernyataan yang merasa kalah, karena sedang turun, dan berharap bisa naik lagi, seperti roller coaster.

Hal serupa juga pernah disampaikan Djarot ketika mengomentari hasil survei dengan mengatakan, “lihat pertumbuhannya, jangan lihat angkanya”. Pernyataan ini menunjukkan kekalahan, lalu mencari justifikasi dengan mengambil perbandingan mendaki gunung. Lagi-lagi, pernyataan seperti ini juga bernada sudah merasa kalah.

Seperti diketahui, indikator kekalahan Ahok-Djarot sudah bermunculan di papan statistik survei. Hasil jajak pendapat Suveri Media Survei Nasional (Median), yang diselenggarakan pada 21 s.d 27 Feb 2017 menunjukkan Ahok-Djarot meraih 39,7 persen, dan Anies-Sandi mengantongi 46,3 persen. Selisihnya mencapai lebih dari enam persen.

Survei LSI@Lingkaran yang diselenggarakan 27 Feb s.d 03 Mar 2017 juga menjunjukkan hasil yang kurang lebih sama. Ahok-Djarot memperoleh 40,5 persen, sedangkan Anies-Sandi 49,7 persen. Selisihnya bahkan lebih tinggi sebesar sekitar 9 persen.

Kekalahan Ahok-Djarot di papan statistik hasil survei tentu banyak faktornya: persidangan dugaan kasus penistaan agama yang masih terus berlangsung; keuletan tim Anies-Sandi menelanjangi berbagai klaim sukses Ahok-Djarot; faktor karakter pribadi Ahok; dan jangan lupa, kecerdesan tim Anies-Sandi dalam mengolah secara inovatif berbagai kelemahan Ahok-Djarot.

Dan satu poin yang menarik dari hasil survei Median: jumlah pemilih Muslim Jakarta yang memilih Anies-Sandi hanya 55 persen dan 36 persen Muslim memilih Ahok. Jika disandingkan, hasil ini bertolak belakang dengan pemilih non-Muslim, yang memilih Ahok-Djarot sebanyak 86,58 persen dan pasangan Anies-Sandi hanya mendapat 3,65 persen suara non-muslim.

Para pendukung Ahok-Djarot tentu bisa menjustifikasi bahwa 86,58 persen pemilih non-Muslim yang memilih Ahok itu bukan karena pertimbangan agama, tapi karena presetasi. Namun justifikasi seperti ini sulit diukur, dan karena itu, juga enteng dibantah.

Tentu saja poin “survei sampingan” Median tersebut bisa dimaksimalkan oleh tim Anies-Sandi, dan tampaknya telah-sedang-dan-akan terus diolah sebagai amunisi tambahan. Nasasinya kira-kira akan dirumuskan seperti ini: jika sebagian besar non muslim (86,58 persen) memilih Ahok, dan mereka tidak dituding rasis, maka jangan coba-coba menuding rasis bila sebagian besar pemilih Muslim Jakarta juga memilih Anies-Sandi.

Kembali ke soal pernyataan Ahok yang sudah merasa kalah  di atas, mungkin dapat disimpulkan bahwa posisi dan psikologis seseorang terhadap suatu kasus dan isu, kadang bisa dibaca dari pernyataannya tentang kasus dan isu tersebut.

Semoga saya keliru. Tapi saya khawatir bahwa munculnya pernyataan yang sudah merasa kalah oleh Ahok, Djarot, dan Jubir PDIP di atas, adalah indikator bahwa kubu Ahok-Djarot tampaknya sudah kehabisan kreativitas untuk mendongkrak elektabilitas Ahok. Dan jika sudah merasa kalah, besar kemungkinan Anda akan kalah benaran.

Syarifuddin Abdullah  | Jumat, 07 April 2017 / 10 Rajab 1438H.

Sumber foto: Tempo/Benedicta Alvinta.

Ikuti tulisan menarik Syarifuddin Abdullah lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu