x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Agar Demokrasi Kita Naik Kelas

Pilkada DKI menjadi ujian apakah demokrasi kita akan naik kelas atau tidak.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Pemilihan kepala daerah DKI Jakarta menjadi ujian bagi jalannya demokrasi di negeri ini: apakah cara-cara demokratis yang jujur dan adil digunakan sepenuhnya ataukah diwarnai oleh praktik-praktik ‘tujuan membenarkan cara’—praktik yang sudah berusia tua dan kerap dipakai dalam rangka meraih kekuasaan, di manapun. Terlebih lagi bila kompetisi berlangsung ketat sehingga harus dijalankan dalam dua putaran untuk menentukan pemenangnya.

Pihak-pihak yang memiliki tautan dengan masing-masing kontestan mungkin merasa tidak nyaman dengan situasi ini. Sengitnya kompetisi di Jakarta sudah terasa sejak awal, bahkan ketika Agus Harimurti belum tersingkir. Kini, dengan hanya dua pasangan calon, ada godaan yang cukup besar untuk memakai cara-cara yang tidak gentle manakala masing-masing kontestan merasa jarak dengan kompetitornya terlampau dekat.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dalam banyak peristiwa politik, praktik kampanya negatif kerap terjadi. Rumor negatif yang belum teruji kebenarannya diembuskan dengan tujuan menjatuhkan kredibilitas kontestan kompetitor di hadapan warga pemilih. Sekalipun rumor dibantah, persepsi negatif sudah terbentuk di benak warga dan membekas. Mungkinkah dalam waktu yang tinggal beberapa hari menjelang hari pemilihan intensitas kampanye negatif akan meningkat?

Pergerakan partai-partai politik untuk mewujudkan terpilihnya pasangan calon yang mereka dukung juga akan meningkat. Sejumlah partai mengaktualisasikan dukungan secara tegas, sementara sebagian kecil partai mungkin bersikap setengah hati karena berada di bawah tekanan apa yang disebut ‘koalisi pendukung pemerintah’. Padahal, dalam pilkada di provinsi lain, sering terjadi partai-partai dalam koalisi ini mendukung calon-calon yang berlainan.

Menjadi penting bagi warga bahwa pemerintah pusat beserta institusi negara lainnya menunjukkan posisi yang tegas dalam menjaga kompetisi politik agar berlangsung jujur dan adil. Dua hal ini sangat penting sebagai ukuran keberhasilan pemilihan kepala daerah DKI Jakarta dan menjadi pelajaran bersama tentang proses demokrasi yang lebih dewasa.

Tantangan yang dihadapi memang tidak mudah, di antaranya bias politik yang mungkin menghinggapi institusi negara yang terkait langsung maupun tidak langsung dalam proses pemilihan. Bukan hanya Komisi Pemilihan Umum, tapi juga pemerintah pusat dan institusi negara lainnya. Bias politik tidak mudah dihindari mengingat di belakang pemerintah pusat ada partai-partai politik.

Secara praktis, kecondongan keberpihakan pemerintah pusat yang didukung oleh partai politik yang sama dengan pendukung salah satu calon apakah akhirnya harus dianggap kenormalan? Begitu pula, posisi pemerintah pusat yang netral apakah harus dianggap sebagai hanya sebagai gagasan yang ideal dan sukar atau bahkan mustahil dijalankan dalam praktik? Pilihan-pilihan ini dapat mengarahkan demokrasi kita, apakah mampu beranjak ke jenjang yang lebih tinggi atau terus berada di tataran yang sama bila pada akhirnya kepentingan jangka pendek partai-partai politik lebih mengemuka ketimbang kepentingan rakyat banyak dan kematangan demokrasi kita dalam jangka panjang.

Di sisi lain, kecondongan politik serupa juga berpotensi muncul pada pemberitaan oleh media yang dikelola jurnalis profesional sekalipun (mainstream, konvensional), seperti media cetak, televisi, maupun online. Di hadapan para pemilik media yang sekaligus politikus, para jurnalis dihadapkan pada tantangan untuk lebih mengabdi kepada kepentingan masyarakat dengan bersikap lebih adil terhadap para kontestan serta melaporkan jalannya demokrasi dengan lebih jujur.

Bila kita semua ingin putaran kedua Pilkada Jakarta berlangsung secara sehat, jujur, dan adil, kita bersama wajib menjaga agar gelanggang kompetisi politik ini terbebas hingga tingkat serendah mungkin dari polutan yang mencemarinya, apapun bentuk dan ragamnya. Para elite politik yang memegang komando harus mampu menunjukkan bahwa mereka sangat berkomitmen terhadap berlangsungnya proses demokrasi yang sehat, jujur, dan adil, bukan kepada kepentingan mereka sendiri. Inilah proses yang memungkinkan demokrasi kita ‘naik kelas’.

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler