x

Iklan

edriana noerdin

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Ahok Intoleran, Ahokers Fanatik Jadi Provokatornya

Jawaban Ahok sangat mengejutkan karena sangat bertentangan dengan citra toleran, pluralis dan pro kebhinekaan yang selama ini dia bangun.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

By: Edriana Noerdin

Hasil Survey Pollmark yang baru dikeluarkan menunjukkan pendapat masyarakat bahwa Ahok tidak dipercaya untuk memimpin Jakarta yang plural ini.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ketika ditanya "Siapa di antara calon gubernur yang mampu mewakili semua golongan masyarakat DKI Jakarta?", hanya 19,8% dari responden yang memilih Ahok.

Sementara itu jumlah responden yang berpendapat bahwa Ahok adalah jujur dan dapat dipercaya hanya 21,2%. Sedang responden yang menganggap Ahok mampu menyelesaikan persoalan Jakarta hanya 25,5%. Sementara sebagai petahana kedisukaan warga Jakarta terhadap Ahok adalah yang paling rendah dari ke tiga para calon lainnya yaitu cuma 60.4%, artinya Ahok adalah calon yang paling tidak disukai responden.

Tetapi yang paling parah ternyata hanya 13.2% dari responden yang menyatakan bahwa Ahok dianggap mampu menjaga ucapan dan perilakunya sehingga bisa menjadi teladan.

Rendahnya nilai Ahok dalam hal kepemimpinan di konteks sosial, budaya, dan politik yang plural seperti yang ditunjukkan dalam hasil survey di atas sebetulnya sejalan dengan sikap dan pola pikir beliau yang sangat intoleran.

Dalam debat Cagub di Mata Najwa, Senin, 27 Maret 2017, moderator menanyakan bagaimana kedua Paslon menjaga perdamaian dan mempersatukan warga Jakarta yang sudah kadung terpolarisasi dan terkotak-kotak?

Jawaban Ahok sangat mengejutkan karena sangat bertentangan dengan citra toleran, pluralis dan pro kebhinekaan yang selama ini dia bangun. Citra itu  langsung hancur ketika Ahok mengatakan:

"Saya akan membangun masjid-masjid, mengirim marbot-marbot untuk Umroh dan tidak akan pilih takmir yang Syiah atau Wahabi atau kelompok aneh-aneh yang minta hak yang sama itu. Dan saya hanya akan pilih yang Islam rakhmatan lil alamin dan Islam Nusantara".

Itulah pikiran murni Ahok yang keluar ketika dia berbicara di depan publik. Pikiran yang sangat intoleran.

Ternyata Ahok tidak paham konstitusi kita yang menjamin hak setiap warga tanpa terkecuali. Yang dilarang adalah tindakan pemaksaan dengan kekerasan. Bila terjadi pemaksaan, Indonesia punya polisi dan perangkat hukum lainnya yang akan menindak aksi kekerasan tersebut.

Karena tidak paham konstitusi bangsa kita, perkataan dan tindakan Ahokpun murni didasarkan pada pola pikir yang diskriminatif karena:

1. Beliau hanya menunjukan program-program mewujudkan perdamaian dan mempersatukan warga bagi kelompok-kelompok Islam saja. Artinya, dia berpendapat bahwa yang bermasalah dan tidak ingin menciptakan perdamaian dan persatuan hanyalah umat Islam saja. Ini adalah cara pikir Islamphobia.

2. Ahok ternyata juga sudah mengkotak-kotakkan Islam dengan hanya memberi perhatian pada kelompok tertentu dan tidak akan bekerja sama dengan "kelompok-kelompok aneh yang menuntut hak yang sama". Pengkotak-kotakan Islam ini menyulut keresahan karena menimbulkan pertanyaan siapakah yang dimaksud kelompok aneh tersebut?

Melihat betapa Ahok sudah diskriminatif, intoleran, sejak dalam pikiran dan arogan dalam tindakan menjadi tidak heran kenapa dia  sekarang menghadapi persidangan tentang "penistaan" agama, terlepas kita setuju atau tidak setuju dengan tuduhan tersebut. Tidak akan ada asap kalau tidak ada api. Bahkan api tersebut selalu beliau kobarkan dalam berbagai kesempatan. Salah satunya adalah rekaman video dimana beliau juga mengolokolok surat Al Maidah untuk dijadikan nama Wifi yang ingin dia buat.

Pola pikir Ahok yang diskriminatif dan intoleran tersebut kemudian diterjemahkan oleh para ahokers fanatik untuk menakut-nakuti umat dengan sentimen Islamphobia melalui ancaman-ancaman sebagai berikut:

1. Kalau Ahok tidak berkuasa maka Jakarta akan menjadi kota Syariah. Lagi-lagi ini berpangkal pada ketidakpahaman Ahok (dan berharap warga pun tidak paham) akan konstitusi dan perundang-undangan Indonesia yang kemudian dimanfaatkan oleh Ahokers fanatik untuk menakut-nakuti warga Jakarta bahwa kalau Ahok turun maka Jakarta berubah jadi kota Syariah.

2. Ahok mendatangi rumah seorang ibu yang dikatakan Ahokers fanatik tidak disholatkan ketika meninggal, dan Ahok kemudian juga mendatangi rumah seorang ibu lain yang katanya lampu rumahnya dimatikan oleh FPI karena memilih #2. Betapa mudahnya Ahok dibohongi dan ditenteng-tenteng oleh Ahokers fanatik untuk kembali mendiskreditkan Islam. Terbukti dalam dua kasus tersebut para Ahokers tersebut telah membohongi dan mempermalukan Ahok, karena semua itu hanya hoax, tidak benar. Isu tersebut dibangun untuk memunculkan sentimen SARA demi mendiskreditkan lawan politiknya dalam hal ini AniesSandi.

3. Kemudian muncul lagi tweet nyinyir Ahokers fanatik, yang mengaku Islam liberal, bahwa salah satu jingle video lawannya menjiplak lagu rohani Yahudi. Dia ingin menakut-nakutii kelompok Islam pendukung AniesSandi bahwa AniesSandi pro Yahudi. Tujuannya untuk memecah belah pendukung Islam yang ke AniesSandi. Dan kembali terbukti semua itu hanya cerita bohong belaka. Wow tak henti-hentinya mereka menggunakan isu SARA dalam pertarungan politik.

Lempar batu sembunyi tangan adalah strategi yang selalu dipakai untuk menyudutkan orang Islam dan membangkitkan Islamphobia.

Ahok tidak pantas dijadikan simbol pemimpin yang toleran dan mencerminkan falsafah bangsa kita yang bhineka? Karena Ahok sudah intoleran sejak dalam pikiran, Ahokers fanatik melanjutkannya dengan memprovoke rakyat untuk bertindak SARA dan mengkotak-kotakkan Islam.

Ikuti tulisan menarik edriana noerdin lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler