x

Iklan

Erri Subakti

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Mantan Asisten Gus Dur Ini Gregetan pada NU

Nadlatul Ulama menggelar Muhasabah yang dihadiri ratusan ribu pengikutnya. Hal ini membuat Ketua PP Lesbumi menuliskan sindirannya dengan gaya satire.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Zastrouw Al-Ngatawi atau Sastro Ngatawi merasa 'gregetan' dengan Nadlatul Ulama yang kemarin (9/4/2017) baru saja menggelar Istighosah Kubro di Stadion Gelora Delta, Sidoarjo Jawa Timur. Kegiatan muhasabah kebangsaan itu dihadiri oleh ratusan ribu jamaah NU.

Kata 'gregetan' yang dimaksud oleh mantan asisten Gus Dur tersebut tentu saja bermakna satire. Yaitu tidak gregetan dalam arti sebenarnya. Hanya merupakan sindiran bagi pihak lain yang kerap menggelar aksi-aksi dengan disertai agitasi politik. Tidak bisa dipungkiri belakangan ini begitu marak ormas-ormas mengatasnamakan Islam yang gemar melakukan propaganda provokatif untuk membakar semangat massa yang hadir seakan akan berangkat perang jihad.

Berikut ini 'gregetan' dari Ketua PP Lesbumi (Lembaga Seni Budaya Muslim Indonesia) dalam status Facebook di akunnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Saya kok lama-lama geregetan sama NU, masak bikin event sebesar itu, dihadiri massa ratusan ribu orang kok ya adem-adem saja, tanpa ada kontroversi, perdebatan atau hiruk pikuk yg memenuhi media. Kok ya tidak cari tempat di jalan raya gitu supaya bisa memancing kegaduhan yang heroik.

Mbok ya sebelum menggelar acara sebesar itu tokoh-tokoh NU woro-woro dulu di depan media massa atau bikin status atau meme yang garang dan heroik kemudian disebar di medsos dengan bumbu-bumbu agitasi dan sedikit fitnah agar masyarakat heboh. Kemudian aparat keamanan sibuk mempersiapkan diri untuk antisipasi keadaan dengan koordinasi serius siang dan malam hingga perlu mengeluarkan anggaran pengamanan miliaran rupiah yang mestinya bisa untuk kebutuhan yang lebih maslahat bagi rakyat. Lebih hebat lagi kalau pelayanan publik bisa terganggu karena sibuk negosiasi dan persiapan pengamanan aksi.

Atau para tokoh-tokoh NU itu bikin agitasi yang provokatif agar semua orang resah, takut dan khawatir. Dengan demikian maka para tokoh-tokoh ini akan diajak negosiasi dan kompromi oleh berbagai kelompok kepentingan. Bisa tidur di hotel bintang lima dengan para kolega. Setelah itu mereka akan jadi tokoh hebat di depan publik, jadi pahlawan yang dianggap bisa mengendalikan massa, karena mampu memberikan jaminan dengan menyatakan aksi super duper damai, kemudian jadi tokoh figur hebat di media massa

Saya geregetan pada NU, kenapa mereka tidak menggunakan momentum sedahsyat itu untuk mencaci maki orang-orang yang selama ini menghina dan mencibir NU, melecehkan kyai NU dan memfitnah orang-orang yang jadi panutan massa NU. Mengapa para tokoh NU itu tidak menghasut ummatnya agar membenci orang-orang yang tidak sepaham dengan NU atau menghujat pemerintah yang dianggap merugikan ummat Islam dengan mengutip ayat-ayat suci, padahal beliau-beliau kan faham ayat-ayat dan kitab suci, kenapa tidak digunakan biar terkesan heroik dan islamik?

Kenapa elit-elit NU itu tidak mau mendramatisir dan mengeksploitir semangat warga NU yang militan itu dengan membuat cerita-cerita tentang perjuangan mereka mendatangi acara seperti kisah seorang janda yang menjual ayamnya yang mau ngendog untuk sangu berangkat ke istighatsah. Atau cerita tentang seorang bocah yang harus dipaksa berpisah dengan radio kesayangannya karena harus digadaikan untuk ongkos berangkat istighosah. Atau cerita dramatik lain yg mengharu-biru dan bisa menyedot emosi kemudian di-upload di medsos. Lalu membuat mistifikasi angka-angka keramat seperti 909, 999, 191 dst pokoknya ada angka 9 gitu biar terkesan mistis dan religius. Saya yakin banyak kader NU yang punya kemampuan mendramatisir cerita-cerita seperti itu. Tapi kenapa itu tidak dilakukan padahal cerita-cerita seperti itu sangat efektif mempengaruhi opini publik di medsos, bahkan bisa jadi bahan komoditi.

Aku makin gregetan ketika di tempat itu tidak terdengar pekik takbir yang bisa membakar semangat perlawanan dan kibaran bendera asing yang bisa mengancam kedaulatan NKRI, malah di sana ummat diajak menyanyikan lagu Indonesia Raya dengan gegap gempita dan semangat yang menyala.... Wahh jiiiaaannn malah bikin hati makin cinta Indonesia.

Kini aku jadi berpikir, siapa sebenarnya yang benar-benar ikhlas membela NKRI, menjaga keberagaman dan merajut perbedaan. Siapa yg benar-benar menerapkan dan mengamalkan ajaran dan ayat-ayat suci secara tepat dan istiqamah di negeri ini. Mereka yang tidak banyak berteriak sambil mengutip ayat dan mengobral simbol agama tapi kelakuannya mencerminkan akhlak agama? Atau mereka yang teriak-teriak pakai ayat dan bertaburan simbol agama tapi ucapan dan kelakuannya jauh dari akhlak agama?

Meski gregetan tapi hati merasa tentram karena jangkar dan benteng NKRI itu ternyata masih tegak dan kokoh berdiri meski terus digerogoti. Semoga keikhlasan seperti ini tidak dimanfaatkan para pecundang dan petualang. (Zastrouw Al-Ngatawi)

17523618_393911077657143_5707250618961472073_n

Foto: dok. Moch. Zain

Ikuti tulisan menarik Erri Subakti lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu