x

Sejumlah awak media saat mengikuti hasil survei Lingkaran Survei Indonesia, di Jakarta, 20 Desember 2016. Hasil survei LSI memprediksi, Pilkada DKI Jakarta akan berlangsung dua putaran karena belum ada calon gubernur dan calon wakil gubernur DKI Jaka

Iklan

Mimin Hartono

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Integritas Pilkada Jakarta

Pilkada DKI Jakarta putaran kedua pada Rabu 19 April 2017 ditandai dengan suasana sosial politik yang tidak sehat bagi demokrasi.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Mimin Dwi Hartono

(Staf Senior Komnas HAM, pendapat pribadi)

Pilkada DKI Jakarta putaran kedua pada Rabu 19 April 2017 ditandai dengan suasana sosial politik yang tidak sehat bagi demokrasi. Perseteruan pendukung antara kubu dua calon yaitu Basuki Tjahaja Purnama-Djarot dan Anies Baswedan-Sandiaga Uno semakin jauh dari nilai-nilai integritas, karena mengedepankan kampanye berbasis isu SARA (suku, agama, ras dan antar golongan).

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dikhawatirkan, perseteruan tersebut tidak akan reda paska Pilkada. Bahkan diduga akan semakin panas karena mengumpalnya perseteruan dua kekuatan politik menjelang Pilpres 2019. Kalau diperhatikan, dua kubu memakai pendekatan menang atau kalah, bukan benar atau salah, diantaranya dengan mendistorsi informasi berbasis SARA.

Tidak nampak ada perseteruan berbasis ideologis antara dua kubu kandidat yang menyeruak ke permukaan. Keduanya memakai pendekatan pragmatis untuk menarik dukungan masyarakat. Nyaris, miskin pendidikan politik yang bermanfaat bagi rakyat.

Ambil contoh kecil, kedua kubu saling mengelak ketika diminta bertanggung jawab atas beredarnya informasi yang menyesatkan, misalnya dalam kasus spanduk larangan mensholatkan jenazah dan spanduk tentang penerapan syariat Islam di Jakarta. Pun dengan tuduhan politisasi masjid atau ulama untuk mendulang suara, kedua kubu sebenarnya memakai pendekatan yang sama.

Padahal, salah satu prasyarat mendasar untuk mewujudkan pemilihan umum yang berkualitas, berintegritas, dan demokratis adalah ketersediaan informasi yang benar dan kredibel bagi maayarakat berbasis visi, misi, dan program kerja. Kedua calon memilikinya, namun nyaris tenggelam dibalik hiruk pikuknya perseteruan yang pragmatis dan minus ideologi.

Titik rawan dan soal sensitif Pilkada Jakarta ini harus ditangani oleh pemerintah, masyarakat dan kepolisian. Negara harus hadir sebagai pengemban kewajiban untuk melindungi masyarakat dari informasi yang manipulatif dan menyesatkan (obligation to protect). Polri diback up kekuatan TNI akan mengamankan jalannya Pilkada di setiap Tempat Pemungutan Suara.

Jika tidak, akan terjadi segregasi sosial dan politik yang bertahan lama yang tidak menutup kemungkinan mengelinjang menjadi konflik yang menbahayakan persatuan dan kebhinekaan.

Masyarakat berhak atas informasi tentang pasangan calon berikut visi dan misinya agar bisa memilih dengan benar, tepat, dan akurat, ataupun memutuskan tidak mempergunakan haknya untuk memilih. Memilih ataupun tidak memilih, adalah hak asasi yang melekat pada setiap orang (right to vote or not to vote is human right).

Agar mendapatkan informasi yang benar, pemilih berhak untuk dilindungi oleh negara dari penyebaran informasi yang menyesatkan atau manipulatif yang dikemas dalam bentuk kampanye hitam (smear campaign).

Hak masyarakat atas informasi dijamin di dalam Pasal 19 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, Pasal 28J Undang-Undang Dasar 1945 dan Pasal 14 ayat 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik mengatur ancaman pidana bagi mereka yang menyebarkan informasi bohong.

Hak atas informasi adalah salah satu pilar penting bagi perwujudan sistem demokrasi yang berkualitas agar terwujud tata pemerintahan yang baik dan demokratis (good and democratic governance). Untuk itulah maka hak atas informasi menjadi bagian dari HAM.

Selain oleh negara, kewajiban untuk memberikan informasi yang benar dan kredibel menjadi tanggung jawab pasangan calon dan negara cq. penyelenggara Pilkada (Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu).

Informasi yang benar tidak hanya akan membangun pemilih yang cerdas dan kritis, namun juga akan menciptakan kompetisi yang jujur dan elok dan pada gilirannya untuk mendapatkan pemimpin yang berintegritas.

Dalam kompetisi, pasangan calon wajib mencari cara dan metode terbaik untuk merebut hati pemilih berdasarkan pada tawaran program dan kinerja, bukan dengan cara saling menyerang kelemahan lawannya dan menebarkan kampanye hitam berbasis pada agama, ras, etnis, dan kesukuan.

Tugas dari tim sukses pasangan calon adalah merumuskan dan melaksanakan kampanye yang cerdas dan berkualitas dengan menyediakan informasi yang benar dan mencerdaskan rakyat, bukan terlibat atau mengkreasi kampanye hitam, misalnya lewat media sosial dan media konvensional.

Disamping tim sukses, peran dari kelompok relawan juga sangat penting dan signifikan untuk menyampaikan informasi yang benar tentang pasangan calon, agar masyarakat tercerahkan dan menikmati Pilkada yang sehat.

Jangan sampai berbagai informasi sesat yang beredar, baik dalam bentuk tabloid, selebaran, spanduk, ataupun yang menjadi viral di media sosial, menganggu proses Pilkada yang berkualitas dan bermartabat.

Kemenangan yang dicapai dengan mempergunakan kampanye hitam akan menghasilkan "pemimpin hitam", pecundang, dan pasti akan gagal ketika diberikan kepercayaan oleh rakyat. Alih-alih menyejahterakan rakyat, mereka akan menjadi pemimpin yang dzolim dengan melanggar HAM dan korup sebagaimana terjadi di banyak daerah.

Dalam catatan pengaduan di Komnas HAM selama lima tahun terakhir, pemerintah daerah adalah aktor kedua yang paling banyak diadukan oleh masyarakat ke Komnas HAM. Asal pengaduan yang paling banyak adalah wilayah DKI Jakarta. Artinya, ada persoalan serius dalam pemenuhan dan perlindungan HAM di DKI Jakarta.

Menurut Komisi Pemberantasan Korupsi, sebanyak 18 gubernur dan 343 bupati/walikota terjerat korupsi. Artinya, 60 persen gubernur dan 65 persen bupati/walikota telah menyalahgunakan wewenangnya sebagai kepala daerah.

Masyarakat harus cerdas dalam memilah dan memilih agar tidak menyesal lima tahun mendatang, yaitu salah memilih kepala daerah yang melanggar HAM dan korup oleh karena mereka berlindung dibalik kemasan informasi dan pencitraan yang menipu rakyat.

Masyarakat harus membaca dan mempelajari visi, misi, dan program pasangan calon karena sangat penting untuk mengetahui apa yang menjadi tujuan dan maksud pasangan calon ketika dipercaya memimpin, untuk kemudian menagihnya ketika terpilih.

Masyarakat harus mencari tahu rekam jejak pasangan calon, apakah telah terbukti berhasil dalam memimpin dan melayani masyarakat? Masyarakat harus mencari tahu bagaimana komitmen dan kedekatan calon terhadap rakyat, serta bukti kongkret dalam mengangkat kesejahteraan rakyat, memberantas korupsi, menjunjung kebhinekaan, dan menegakkan HAM.

Para pimpinan lembaga negara, pemimpin partai politik, pasangan calon, tokoh agama, aktivis dan kelompok intelektual, jangan membiarkan rakyat memilih 'kucing dalam karung' dan "terjerembab pada lubang yang sama." Sebagai penjaga moral, aktivis, intelektual dan tokoh agama jangan terjebak mendukung salah satu calon secara membabi-buta dengan mengabaikan rasionalitas dan akal sehat.

Secara bersama-sama, mereka harus memastikan dan menjamin agar rakyat mendapatkan informasi yang benar dan mengawal integritas Pilkada Jakarta.

Masih ada sisa waktu untuk wujudkan Pilkada Jakarta yang berintegritas. Berikan kemerdekaan bagi pemilih untuk memilih pasangan calon yang menurut mereka kredibel, berintegritas, dan menjunjung tinggi HAM. Kita ciptakan suasana yang kondusif dan lawan segala bentuk pemenangan Pilkada yang intimidatif, manipulatif dan menghalalkan segala cara hanya untuk meraih kuasa.

Selamat memilih!

Ikuti tulisan menarik Mimin Hartono lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler