x

Anak penyair kritis Wiji Thukul, Fajar Merah memainkan gitar dan membacakan puisi dalam Ngamen Puisi Istirahatlah Kata Kata di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, 24 Januari 2017. Pembacaan puisi bersama anak kandung Wiji Thukul tersebut merupakan rangkai

Iklan

Pakde Djoko

Seni Budaya, ruang baca, Essay, buku
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Wiji Thukul dan Unjuk Rasa Buruh

Sejarah mencatat Wiji Thukul adalah buruh dan penyair yang membuat penguasa saat itu( Orde Baru) merasa perlu untuk menyingkirkannya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Siapa tak kenal Wiji Thukul?Hampir semua aktifis demonstran pasti tahu siapa Wiji Tukul. Sebagaimana mereka juga tahu Marsinah dan penggerak Buruh Muchtar Pakpahan(Ketua Umum Serikat Buruh Indonesia) dan sempat mendirikan partai Buruh Sosial Demokrat (2003 – 2010). Sebetulnya Wiji Thukul bukan aktifis buruh tapi dari puisi-puisinya menginspirasi demonstran untuk melawan tirani(dulu melawan tirani Orde Baru). Wiji Widodo nama Asli Wiji Thukul. Tukul lebih dekat ke Partai Rakyat Demokratik yang amat keras melawan dominasi Orde Baru yang menekan demokrasi di Indonesia. Puisi-puisi Wiji Thukul  menginspirasi para aktifis untuk membidik ketimpangan sosial masyarakat. Buruh adalah wakil dari masyarakat miskin, yang tidak berdaya melawan kekuatan modal, konglomerasi  perbedaan kaya miskin di Indonesia.  Dalam setiap demonstrasi terutama buruh ada mantra ampuh yang bisa diambil dari puisi Wiji Thukul. Lawan!kata itu adalah mantra untuk menambah keberanian, menambah garang perlawanan melawan kebijakan pemerintah yang tidak pro buruh.

Sampai saat ini serikat buruh masih terus bergerak untuk merevisi UMR  terus didorong agar UMR terus bergerak naik dan kesejahteraan buruh diperhatikan. Jalan yang ditempuh buruh dan  Serikat Pekerja adalah demonstrasi. Pada siapapun rezim berkuasa. Persoalan buruh, pengusaha dan pemerintah (seperti tidak pernah habis).

Sejarah mencatat Wiji Thukul adalah buruh dan penyair yang membuat penguasa saat itu( Orde Baru) merasa perlu untuk menyingkirkannya. Puisi-puisi wiji Thukul adalah energi besar untuk membangkitkan perlawanan. Penyair lain boleh kritis dan rewel dalam mengupas kebobrokan penguasa tapi Wiji Thukullah yang  “ketiban sial” karena menjadi target utama untuk di”lenyap”kan. Penulis katakan puisinya adalah mantra bagi gerakan pro demokratik untuk melawan kemapanan sebuah rezim, terutama rezim yang  represif, rezim yang sering menghilangkan hak rakyat untuk  berdemokrasi.  

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 Manusia selalu tidak merasa puas, maka perlu melakukan demonstrasi, perlu melakukan perlawanan dan tuntutan . Tujuannya  adalah memanusiakan dirinya sendiri di tengah tuntutan ruang sosial yang mengaruskan mansuia untuk menikmati kehidupan modern, punya gadget, rumah tinggal, hangout ke Mall. Berwisata dan mempunyai kendaraan pribadi.Buruhpun perlu hak sosial untuk menikmati kehidupan maka perlu penambahan upah untuk kehidupan yang lebih layak.

Gelombang demonstrasi yang dilakukan buruh adalah wujud ketidakpuasan atas pekerjaan mereka yang hanya dibayar murah. Sebagai pekerja mereka adalah strata terendah dari tingkatan pekerjaan yang ada di perusahaan. Jika terjadi pengurangan pekerja atau PHK karena pabrik tidak bisa memenuhi target produksi maka buruhlah pertama kali yang terkena rasionalisasi. Buruh melawan ketidakadilan sebagai pihak pertama yang terkena dampak langsung dari sebuah kebijakan kaum borju, kaum pemegang modal.

Tanggal 1 Mei adalah Hari Buruh. Sebuah usaha pemerintah untuk mencoba menghargai hak-hak kaum buruh, tapi juga bisa berarti mengurangi dampak ekonomi negara. Alasannya jika tidak diliburkan maka gelombang demonstrasi buruh bisa mengganggu perekonomian. Jika buruh demonstrasi di hari kerja, dampak yang ditimbulkannya cukup besar maka perlu diliburkan supaya jika buruh demo tidak mengganggu hari kerja.

 

Wiji Thukul(baca tentangnya di seri buku Tempo Prahara-Prahara Orde Baru berjudul Wiji Thukul, Teka-Teki Orang Hilang, terbitan KPG), adalah nama yang selalu menempel dalam sejarah pergerakan demokrasi. Walaupun mungkin tidak sama dengan demo-demo 212 , 414. Mantra yang menjadi bacaan wajib para demonstran:

          ...Apabila usul ditolak tanpa ditimbang

         Suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan

         dituduh subversif dan mengganggu keamanan

        maka hanya ada satu kata: lawan!

        (diambil dari puisi Wiji Thukul "peringatan" ditulis sekitar tahun 1986)

 

Tapi, doa warga adalah sudahi demonstrasi.  Lelah menyaksikan hiruk pikuk kericuhan- kericuhan yang terjadi akibat demonstrasi. Hak bicara warga memang dijamin dan dilindungi, tapi jika demonstrasi sudah membidik ke arah perpecahan,  memicu polarisasi masyarakat dan menimbulkan efek cemas,tidak nyaman, dan risih maka hanya satu jalan yang perlu ditempuh. Rekonsiliasi dan mari gemakan hidup damai!Salam damai buat semuanya.

 

Ikuti tulisan menarik Pakde Djoko lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler