Setelah ratusan karangan bunga menghampiri Balaikota, hari ini Jumat 28 Apri l2017  kantor Gubernur Jakarta ramai kembali. Seperti dilansir oleh media detik.com jumlah warga yang datang ke Balaikota tumpah ruah. Saya dalam kapasitas pengamat budaya memberikan istilah berjibun. Kedatangan warga menemui Ahok bisa dibilang luarbiasa. Tidak seperti biasanya ketika Gubernur tiba di Balaikota sebelum masuk kedalam ruang kerja hanya terlihat beberapa saja warga menunggu.

Pola komunikasi (dengan segala kelebihan dan kekurangan) menerima warga di beranda Balaikota menjadi ciri khas Pak Ahok. Diawal menjabat Gubernur ada juga warga di semprot bersebab kurang lengkap data atau memang bukan urusan pemerintahan. Berjalannya waktu pola komunikasi Ahok semakin mendapat pembelajaran ketika beberapa peristiwa menjadi perhatian publik.

Selaiknya seorang pejabat publik memang tugas utama memberikan pelayanan prima. Pelayanan prima adalah hak warga yang patut diberikan apresiasi oleh pejabat publik karena disanalah tempat mengadu. Mengadu ke Balaikota dalam artian menyampaikan keluh kesah terkait hidup dan kehidupan warga ketika mendapat kendala di sektor ujung tombak pelayanan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tentu saja semua urusan kepentingan warga tidak bisa diselesaikan dengan sekejab. Untuk itulah Gubernur didampingi oleh pejabat dinas terkait guna menindak lanjuti persoalan warga. Sesungguhnya apabila sistem pelayanan birokrat di Tingkat Kelurahan berjalan sesuai dengan keinginan Gubernur seharusnya tidak ada lagi warga datang berkeluh kesah ke Balaikota.

Tumpah ruah warga ingin bertemu langsung dengan Ahok di Balaikota bisa dilihat dari sisi pendekatan sosial budaya sebagai bentuk solidaritas massa. Mungkin belum cukup dengan bunga, maka rasa kebersamaan itu perlu pula disampaikan dengan  berjabat tangan erat sembari berucap : anda orang hebat.  Itu angan angan saya saja atau memang begitu saya kurang paham karena tidak berada di Balaikota.

Namun dilihat dari berjibunnya  warga, boleh dikatakan kehadiran di Balaikota sebagai bentuk  rasa prihatin dan kekecewaan atas kekalahan tidak terduga .  Bisa dimaklumi rasa kecewa timbul dan masih terbawa sampai seminggu lebih pasca pilkada bahkan lebih.  Saya yakin solidaritas ini lambat laun akan berkurang seiring berjalannya waktu. Karena secara psikologis rasa kecewa itu akan berkurang pelan pelan setelah rasa berbagi tertunaikan.

Satu  saran saja, ada baiknya Pak Ahok mengadakan pertemuan khusus di salah tempat atau gedung yang luas seperti Monas.  Disana mungkin apresiasi warga akan bisa diterima secara langsung dalam jumlah sesuai hasil peolehan suara.  Dengan demikian sebagai Gubernur yang masih aktif sampai 5 bulan kedepan Pak Ahok bisa memberi pengertian dan pemahaman kepada para pendukungnya bahwa Pilkada Jakarta sudah selesai dan berjalan secara konstitusional.

Inilah sikap terpuji seperti juga yang dilakukan oleh Bapak Prabowo ketika kalah di Pemilihan Presiden tahun 2014.   Terus terang sikap negarawan selevel Prabowo mampu mendinginkan suasana politik ketika itu.  Para pendukung memang kecewa namun ketika sang komandan bersikap konstitusional maka rasa kecewa itu bisa secara perlahan sirna karena demikianlah Demokrasi Indonesia yang tidak mengenal istilah oposisi.

Saya pikir Pak Ahok sudah memikirkan cara terbaik menyampaikan dan memberikan pemahaman sistem Demokrasi Indonesia kepada para pendukung. Kehidupan tidak bisa berhenti, keputusan Pilkada Jakarta akan disyahkan KPU DKI tanggal 9 Mei 2017. Setelah hari itu  mungkin bisa dijadikan waktu yang tepat mengucapkan selamat secara resmi kepada Gubernur Baru. Percepatan Proses Rekonsiliasi seluruh warga Jakarta tentu saja semua terpulang kepada peran sang pemimpin yang tadinya bersiteru.  Nanti warga akan menilai bagaimana para pemimpin menempatkan diri apakah kualitasnya berada di level negarawan atau hanya berada di kelas politikus birokrasi.