x

Iklan

Mohamad Cholid

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

#SeninCoaching: Beware of Ego-nomic Trap

Behavioral Change for Leadership Growth Menolak belajar dan mengembangkan diri akan jadi seperti dinosaurus

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Leadership Growth: Are You in Infinite Game or Finite Arena?

Continuous learning syarat kepemimpinan efektif.

Mohamad Cholid

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Practicing Certified Business and Executive Coach

 

Ini cerita tentang Mr. King dan Mr. Bravo untuk membangun kerja sama dagang.  Mr. King adalah veteran business person cum-politician yang sudah menikmati kejayaan material ketika Indonesia belum reformasi. Mr. Bravo adalah politician cum-business person yang sudah sangat makmur sejak sebelum pergantian pemerintahan sampai sekarang.

Dua pekan lalu mereka bertemu untuk mengembangkan peluang bisnis komoditas penting antar negara. Peluang bisnis ini jika digarap dengan baik akan melibatkan transaksi ratusan juta dolar per tahun.

Dalam pertemuan di lounge restaurant sebuah hotel di Jakarta Selatan, keduanya saling menjajaki potensi masing-masing. Mr. B, sebagai aktivis chamber of commerce, memerlukan company profile dari Mr. King sesuai permintaan klien dia di Singapura.

Selain memberikan company profile berbahasa Inggris yang menggambarkan pengalaman 20-an tahun di bidang komoditas yang akan ditransaksikan, Mr. King juga menceritakan lika-liku perjuangannya membangun bisnis, kontribusi ke masyarakat, dan keberaniannya menolak anak presiden Soeharto (waktu itu) masuk ke lingkungan bisnisnya.

Pendek kata, Mr. King memperlihatkan, “I am powerful” (waktu itu) dan sekarang dapat konsesi baru dari penguasa suatu wilayah untuk berdagang lagi di bidang komoditas tersebut.  

Mr. Bravo menimpali dengan bercerita tentang upayanya selama sekian tahun melobi para penguasa untuk mengaktifkan perdagangan komoditas tersebut, utamanya dengan Singapura.

Sebagai tokoh yang tetap memiliki hubungan dengan kekuasaan politik saat ini, Mr. Bravo atas nama kliennya di Singapura minta kepada Mr. King agar dirinya dikenalkan ke penguasa pemberi konsesi. Mr. Bravo dengan kekuatannya ingin mengambil alih jalur dagang langsung ke sumbernya dan akan memberikan komisi kepada Mr. King.

Anda bisa bayangkan bagaimana dampak dari ego yang menggelembung dari kedua pihak dan kekuatan politik  di sekitar mereka  yang mewarnai rencana bisnis tersebut.

Kisah nyata itu, sebagaimana disampaikan orang yang terlibat di dalamnya, sampai  saat tulisan ini disiapkan, masih jadi sebuah rencana bisnis yang menggantung.

Semua pihak dalam posisi merugi, karena investasi -- utamanya waktu dan pikiran --  untuk menggarap bisnis tersebut masih jauh dari gambaran sukses. Ini merupakan akibat kedua pihak mengelola usaha dengan memupuk ego dan menganggap bisnis adalah soal bagaimana dapat mengungguli mitra. Ini khas cara-cara bisnis abad lalu.

Bisnis berbasis ego dan kekuatan fisik (uang atau pun politik) cenderung tidak berhasil atau berumur pendek. Karena semangatnya business duel, bukan business deal.

Banyak fakta membuktikan, cara kerja seperti itu sudah makin out of context belakangan ini. Ego-nomic, atau kegiatan ekonomi berbasis ego, cenderung tidak mengajak kepada peningkatan kualitas hidup bersama.

Di Abad 21 ini, kepemimpinan bisnis dan kepemimpinan di bidang-bidang lain (pemerintahan, media, pendidikan, non-profit) mensyaratkan pentingnya implementasi inovasi,  kolaborasi, demonstrating integrity, sharing leadership, building partnership, dan encouraging constructive dialogue.

Itu merupakan sebagian dari 15 kompetensi kepemimpinan yang harus dikuasai para leader untuk sukses di Abad 21. Kepemimpinan dalam bisnis atau di institusi-institusi penting lain yang memiliki dampak bagi kehidupan masyarakat.

Tentang 15 kompetensi tersebut dijabarkan dalam Global Leadership, Next Generation (2003, ditulis Marshall Goldsmith, Cathy L. Greenberg, Alastair Robertson, dan Maya Hu-Chan). Buku ini hasil survei terhadap para eksekutif dari 200 institusi –  mayoritas lembaga bisnis, selebihnya institusi pemerintah dan non-profit – di enam benua.

Di dunia yang makin well connected dan peluang berbuat lebih baik demikian terbuka, setiap leader sangat berkepentingan untuk mengetahui strategic context keberadaannya di bumi. Utamanya jika perusahaan atau institusi yang dipimpin atau ikut dikelolanya bersintuhan dengan perkembangan global.

Mr. King dan Mr. Bravo adalah salah satu contoh dari kebanyakan pelaku usaha yang penampilan fisiknya – jam tangan, pakaian, kendaraan, cell phone – sangat kekinian, up to date sesuai zaman, tapi pikiran dan perilakunya masih seperti tabiat business person di abad lalu. Mereka belum menyadari strategic context diri masing-masing di dunia.

Mereka bermain di dalam finite game, yang menganggap resources dan rejeki di dunia ini terbatas, sesuai dengan horizon mereka. Maka, diri sendiri harus ambil sebanyak-banyaknya dan mitra usaha dapat sedikit saja. Memenangi negosiasi buat mereka adalah melemahkan counterpart.

Itu sesunguhnya merupakan cara sukses manusia lemah atau hipokrit, membangun realitas semu.

Golongan manusia yang masih hidup dalam realitas semu, selain menjerumuskan diri sendiri ke dalam kemunafikan, hypocrisy, juga memiliki kecenderungan corrupt mind – berpikir keruh.

Kemunafikan dan corrupt mind menghamburkan energi kehidupan, bahkan dapat merusak harmoni di keluarga, masyarakat lokal, dan pergaulan dunia.

Ini penyakit sosial yang melanda tidak saja perorangan dan pejabat publik di negara berkembang seperti Indonesia, tapi juga masyarakat dan pejabat di negara maju seperti AS – yang menganggap kemajuan pihak lain sebagai ancaman.  

Perilaku yang mirip dengan tabiat manusia  ketika masih hidup di gua dan pola pikir serta eksekusi seperti periode Industrial Age, masih bersisa di zaman sekarang. Ini sangat menonjol di kalangan yang pernah sukses ketika pemerintahan masih otoriter.

Bahkan di negeri-negeri yang sistem hukumnya masih lemah, ruh zaman manusia purba itu, ditambah modal dan kekuasaan politik, dapat mengubah pejabat publik (di eksekutif, yudikatif, dan legislatif) tega bertindak sebagai predator bagi bangsanya sendiri.

Itu akibat manusia masih terkungkung dalam arena finite game. Sebaliknya, kalau bermain di level infinite game, dengan keyakinan bahwa Tuhan menciptakan alam dan manusia sebagai wonderful unlimited being, akan sangat mudah terciptanya kolaborasi yang saling menguntungkan.

Semua pihak, plus pihak ketiga, yang bernegosiasi membangun bisnis atau kerja sama lain, dapat saling menguatkan untuk mengelola peluang menjadi bermanfaat sebesar-besarnya bagi kemanusiaan.

Tantangan Abad 21 bagi golongan manusia yang berkualitas leader, pemimpin, pelaku usaha jenis unggul, dan pejabat publik berintegritas  adalah memposisikan diri di atas kecenderungan umum yang hidup dalam realitas semu. Lebih baik lagi kalau sanggup memimpin perubahan cara pandang dan perilaku umum itu.

Generasi X, generasi Y, dan angkatan millennia, jika pikiran mereka tidak  “diracuni” oleh orang tua mereka atau kalau tidak lupa diri akibat kesuksesan pendahulu merela,  memiliki potensi besar membangun peradaban yang lebih baik.

Bagi generasi sebelum mereka, adaptability, level of flexibility, dan versatility, sangat menentukan kelanjutan eksistensi. Disitulah pentingnya terus belajar.  Peter F. Drucker mengatakan, manusia atau lembaga yang menolak berkembang bakal punah seperti dinosaurus.

Stop learning, stop leading, sebagaimana dikatakan para guru leadership, antara lain John C. Maxwell. Kalau Anda berhenti belajar, lupakan meneruskan kepemimpinan Anda.  

Buku Global Leadership sebagaimana disebutkan di atas, hanya salah satu dari sejumlah hasil survei tentang keutamaan leadership development agar tetap berperan penting dan efektif di zaman sekarang.

Untuk implementasi pendekatan yang disarankan, dapat dimulai dengan mengikuti program perubahan perilaku (behavioral change) menggunakan metode yang terstruktur dan sudah terbukti membantu ribuan eksekutif yunior, menengah, dan senior di banyak institusi kelas dunia. Marshall Goldsmith merintis ini sudah lebih dari 30 tahun silam.

Apakah Anda siap menempa diri sungguh-sungguh untuk menemukan jati diri, the real (new) you, dan berkembang jadi lebih hebat seperti tokoh Bima dalam kisah Dewaruci?

 

 

Mohamad Cholid adalah Head Coach di Next Stage Consulting

Certified Executive Coach at Marshall Goldsmith Stakeholder Centered Coaching

Certified Marshall Goldsmith Global Leader of the Future Assessment

Alumnus The International Academy for Leadership, Jerman

(http://id.linkedin.com/in/mohamad-cholid-694b1528)

 

 

Ikuti tulisan menarik Mohamad Cholid lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler