x

Iklan

Denny Galus

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

#FESTIVALMENULIS | Media dan Filsafat Sebagai Ilmu Kritis

Media semakin memantapkan langkah Filsafat untuk menyuarakan kebenaran dan menegakkan keadilan di tengah berbagai macam kebobrokan yang terjadi.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Oleh: Deni Galus

            Filsafat memang bukanlah istilah yang asing dalam kamus kehidupan masyarakat kita. Akan tetapi, tidak semua orang paham tentang apa dan bagaimana Filsafat itu. Mungkin orang beranggapan bahwa Filsafat itu tidak kontekstual dan memgawang atau lebih menekankan proses berpikir dari pada terjun ke dalam realitas dunia sekitar. Orang-orang dalam kelompok ini rupanya jatuh dalam anggapan bahwa Filsafat itu merupakan ilmu yang mati dan kaku. Anggapan ini sebenarnya sangat keliru sebab sesungguhnya, Filsafat adalah Ilmu yang terbuka pada realitas. Filsafat mencoba untuk memahami realitas, mengkiritisinya dan menawarkan solusi alternatif atas persolan yang tengah terjadi dan bahkan kritik  terhadap realitas dikatakan menjadi tugas terpenting Filsafat. Dalam spirit cinta akan kebijaksanaan,  Filsafat bercita-cita menegakkan apa yang satu, yang indah, baik, benar dan adil. Karena itu, Hoaks dan segala bentuk kebohongan hanyalah anititesis dari Filsafat. Filsafat sesungguhnya tidak bertakta di atas kursi yang jauh dari bumi, sebaliknya, ia ada di bawah-berjuang bersama masyarakat guna membuka tabir kebenaran, menyuarakan keadilan dan melawan segala bentuk penindasan.  Orang yang belajar Filsafat sejatinya memilki sikap dasar ini yaitu belum merasa tenang dan nyaman apabila menyaksikan berbagai macam kebohongan yang melahirkan ketidakadilan dan kekacauan masih melanglang buana di atas muka bumi ini.

Memahami  dan mengkritisi realitas yang penuh dengan kebobrokan tidak cukup hanya melalui suara sebab seperti yang dikatakan oleh Pramoedya Ananta Toer, “Orang boleh pandai setinggi langit, tetapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan sejarah.” karena itu, seorang filsuf dan mahasiswa filsafat sekurang-kurangnya mesti memiliki kecakapan lain yang dibutuhkan  yaitu kecakapan menulis. Literasi mesti menjadi ilmu yang juga harus dikuasai oleh seorang filsuf sehingga tulisannya mampu membangkitkan semangat perubahan. Selain dengan mulut, seorang filsuf juga berjuang dengan pena demi menumpas segala bentuk ketidakbenaran. Segala sesuatu yang benar dan adil mesti ditegakkan di atas bumi yang sarat akan kebohongan ini.  dalam konteks lokal, panggilan mengkritisi realitas, seyogianya dijalankan oleh para Mahasiswa jurusan Filsafat pada Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero, Maumere-NTT.

Sebagai Lembaga yang mengabdikan diri pada pembelajaran Filsafat, Sekolah Tinggi Filsafak Katolik (STFK) Ledalero, cukup setia menegakkan panji kebenaran dan keadilan dalam diri para kawula muda. Dengan mengedepankan aspek pembelajaran yang terbuka pada kenyataan dunia sekitar, Iklim akdemis pada STFK Ledalero, membantu para mahasiswa guna membangun sikap kritis atas realitas. Melalui penciptaan ruang akademis yang sarat akan diskusi dan tulis menulis, STFK Ledalero berikhtiar membentuk insan muda yang tidak hanya cakap secara moral tetapi juga melek dengan realitas sosial.  Ada satu keyakinan bahwa, kehidupan moral yang baik bukan  semamata-mata ditunjang dengan seberapa sering orang berdoa di kapel dan bersujud kepada Yang Kuasa, melainkan lebih dari pada itu, kehidupan moral dan religius yang baik mesti ditunjang pula dengan semangat mengabdi kepada masyarakat khususnya kepada mereka yang menjadi korban ketidakadilan. Karena itulah, Selain dengan diskusi di ruang kuliah, para mahasiswa di kampus kami acap kali menyampaikan aspirasinya pada surat-surat kabar lokal dan tak jarang menyentuh media online. Inti dari aspirasi yang diungkapkan adalah menyuarakan keadilan dan mengumandangkan perdamaian dan kebenaran. Budaya menulis menjadi iklim ilmiah yang dikembangkan oleh para filsuf muda di kampus ini. Hanya dengan cara ini, maka filsafat sebagai ilmu kritis tetap hidup dan eksis di dalam diri insan muda yang mencintai kebijaksanaan.  

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Filsafat dan media sesungguhnya adalah dua kawan akrab yang memiliki visi yang sama yaitu menyuarakan kebenaran dan agen pembawa perubahan. Dalam menjalankan fungsi kritisnya, filsafat sebagaimana yang dikatakan Frans Magniz Suseno, “Bak anjing yang menggonggong, mengganggu dan menggigit segala bentuk kemapanan ideologis yang imun terhadap segala macam pertanyaan.” Agar “gongongan dan gigitan” Filsafat bisa menjangkau sebanyak mungkin orang, maka ia sangat memerlukan media entah media cetak maupun media elektronik, sebab hanya melalui media, Seorang filsuf dapat menyuarakan aspirasinya dan menggoncang kebobrokan dunia. Terlebih dalam era digital ini, Filsafat lebih lagi menjalankan perannya dalam mengkritisi segala bentuk ketidakbecusan manusia. Dengan arus informasi yang cepat dan mudah dijangkau di semua titik, terbuka peluang bagi Filsafat untuk mempengaruhi masyarakat dengan pandangan-pandangan filosofis yang mengedepankan kebenaran. Di tengah, semakin maraknya arus hoaks, para mahasiswa Filsafat di Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero, tetap konsisten menyuarakan kebenaran melalui pena yang diterbitkan dalam media lokal dan media online lainnya. Menyuarakan suara kebenaran di tengah maraknya kebohongan dan kemunafikan adalah panggilan nurani bagi setiap orang yang mencintai kehidupan dan kebijaksaan. Akhirnya, dalam spirit, Diligite Lumen Sapiantiae (mencintai terang kebijkasanaan) para filsuf muda yang tengah mencari kebijaksaan di puncak bukit Ledalero senantiasa selalu memberdayakan media sebagai sarana untuk mewartakan terang kebijaksanaan yaitu kebaikan, keadilan dan kebenaran. 

Ikuti tulisan menarik Denny Galus lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler