x

Iklan

Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Bukan Tanah Jawara Lagi

Kumpulan cerpen karya para pendidik Banten

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Judul: Bukan Tanah Jawara Lagi (Kumpulan Cerpen)

Penulis: Andriono Kurniawan, dkk.

Penyunting: Nur Seha, S. Ag., dkk.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tahun Terbit: 2016

Penerbit: Kantor Bahasa Banten - Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemdikbud

Tebal: vi + 162

ISBN: 978-602-60685-0-7

 

Kumpulan cerpen ini adalah hasil karya peserta kegiatan Bengkel Sastra bagi para pendidik pada tahun 2016. Ada 17 cerpen terpilih yang dimuat dalam kumpulan cerpen berjudul “Bukan Tanah Jawara Lagi.” Judul kumpulan cerpen ini diambil dari salah satu cerpen yang dimuat, yaitu karya Andriono Kurniawan. Upaya penerbitan cerpen karya para pendidik oleh Badan Bahasa Banten ini patut untuk diapresiasi. Dengan diterbitkannya karya para pendidik, maka minat dan semangat para pendidik untuk menulis akan semakin besar. Bukankah pendidik-pendidik yang berhasil adalah mereka yang tidak hanya berkiprah di dalam kelas atau di sekolah, tetapi mewedar gagasannya melalui tulisan di area publik?

Mengajak pendidik untuk menulis bukan semata-mata untuk menjaring penulis baru atau menemukan sastrawan yang tercecer. Pengalaman menulis bagi para pendidik utamanya adalah untuk membuat para pendidik bisa membantu para siswanya menulis juga. Keterampilan menulis adalah keterampilan mengorganisir gagasan. Konon salah satu pokok sasaran pendidikan abad - 21 adalah kemampuan siswa untuk mencari informasi yang relevan, mengroganisir informasi dan menggunakannya untuk memperkaya gagasannya sendiri. Keterampilan berpikir logis dan menyampaikan gagasan secara terstruktur hanya bisa dicapai melalui latihan menulis. Nah.

Marilah kita melihat cerpen-cerpen yang sudah terpilih dalam buku kumpulan ini. Tema yang diusung dalam cerpen-cerpen dalam antologi ini hampir semua tema kegelisahan pribadi. Hampir tidak ada tema sosial, kecuali cerpen pertama yang sekaligus menjadi judul buku ini. Tema percintaan yang gagal, kesedihan yang amat sangat sehingga hilang kenalaran adalah dua tema yang banyak dipakai dalam cerpen-cerpen dalam  kumpulan ini. Latar belakang cerita kebanyakan berhubungan dengan dunia sekolah atau dunia pendidikan. Hal ini wajar saja karena para penulisnya adalah para pendidik.

Para penulis telah mahir dalam bertutur melalui narasi maupun melalui dialog. Saya mengagumi paragraph penutup di setiap cerpen. Paragraf penutup memberikan kejutan dan klimaks dari bangunan cerita. Sementara dalam alur, kebanyak cerpen memilih untuk memakai alur tenang dan lurus-lurus saja.

Buku ini diterbitkan oleh Kantor Bahasa Banten. Tetapi dalam hal editing kurang bagus. Banyak kesalahan ketik dan salah penggunaan tanda baca serta kata depan/awalan yang terbolak-balik. Mestinya Kantor Bahasa Banten lebih peduli dengan hal-hal kebahasaan yang bisa mengganggu para pembaca.

Sebagai sebuah kumpulan cerpen hasil workshop, cerpen-cerpen ini patut diapresiasi. Ini adalah sebuah langkah awal. Cerpen-cerpen yang akan lahir pasti akan lebih kuat daripada cerpen-cerpen perdana para penulis ini. Bukankah A.A. Navis menulis ratusan cerpen tetapi tidak semuanya menjadi cerpen terkenal? Bukankah Romo Mangunwijaya menghasilkan banyak cerpen yang bahkan sebagian daripadanya tetap disimpan di laci mejanya sampai beliau wafat? Jadi, marilah terus berkarya. Sebab hanya melalui ketelatenanlah karya kita akan semakin bergaya dan semakin berguna.

Ikuti tulisan menarik Handoko Widagdo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu