x

Istri Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, Veronica Tan menangis saat membacakan surat Ahok di Jakarta, Selasa 23 Mei 2017. Surat yang ditulis tangan oleh Ahok itu dibacakan dalam keterangan pers terkait pencabutan permohonan banding Ahok terhadap voni

Iklan

RETNO LISTYARTI

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Mengasah Kehalusan Nurani untuk Veronica Tan

saya menundukan kepala dan meneteskan air mata ketika menyaksikan istri pak Ahok

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Saya penggemar tulisan-tulisan Tan Malaka. Dari sejumlah tulisan Tan Malaka, favorit saya adalah buku yang berjudul "Dari Penjara Ke Penjara". Buku "Dari Penjara ke Penjara" sedikit banyak memberikan ilmu pada saya tentang pendidikan. Tan Malaka yang juga guru menyakini bahwa pendidikan sejatinya adalah untuk mempertajam pikiran dan menghaluskan perasaan.

 

Saya mengamini pemikiran Tan Malaka juga, bahwa manusia terdidik tidak hanya tajam dalam berpikir, tetapi juga harus memiliki kehalusan perasaan. Seperti apakah menghaluskan perasaan itu? Menurut pemahaman saya, sebagai manusia terdidik, kita harus memiliki kepekaaan, empati dan simpati pada siapapun yang mengalami ketidakadilan, ketidakberuntungan dan kesulitan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Meski saya pernah mengalami ketidakadilan ketika Pak Ahok menjadi gubenur DKI Jakarta, namun saya menundukan kepala dan meneteskan air mata ketika menyaksikan istri pak Ahok, Ibu Veronica Tan terbata-bata membaca surat pak Ahok dengan kedukaan mendalam sambil berlinang air mata. Saya menyaksikan ketulusan dan kesedihan yang mendalam dari istri pak Ahok. Seketika itu juga, Saya dapat memahami apa yang dirasakan bu Vero.

 

Saat menyaksikan tayangan televisi itu, tanpa terasa saya pun meneteskan air mata sembari berdoa agar Tuhan Yang Maha Kuasa memberikan kekuatan dan keikhlasan kepada ibu Vero dan anak-anaknya dalam menghadapi semua ujian ini. Sebagai sesama perempuan, saya dapat merasakan beratnya "pukulan" yang harus ditanggungnya. Saya sangat yakin, tidak mudah bagi ibu Vero dan anak-anaknya menghadapi semua ini. Mereka sama sekali tidak melakukan kesalahan apapun tetapi harus menanggung semua dampaknya.

 

Di awal ramadhan, di bulan yang penuh berkah dan ampunan ini , marilah kita mengasahkan kepekaan nurani kita terhadap sesama. Jangan lagi menyebar meme “tangisan ibu Vero” disandingkan dengan “tangisan para ibu korban penggusuran” seolah mensyukuri derita bu Vero dan anak-anaknya. Semua tangisan para perempuan korban itu tentunya harus kita hargai dengan empati dan simpati yang tulus, bahwa kita memang menentang segala bentuk ketidakadilan terhadap siapapun.

 

Di bulan suci ramadhan ini, marilah kita asah kepekaan, empati dan simpati kita terhadap sesama, siapapun dia tanpa memandang perbedaan SARA dan status sosial. Mari kita hilangkan dendam dan kebencian dari hati kita, karena dendam itu penyakit hati yang akan merusak jiwa kita dan menumpulkan kepekaan kita terhadap sesama. Di negeri yang plural ini, penting sekali menyuburkan kehalusan nurani dan kepekaan terhadap segala perbedaan. Salam persatuan!

Ikuti tulisan menarik RETNO LISTYARTI lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler