x

2,5 Tahun Jakarta Bersama Ahok

Iklan

Wildan

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Pidato Ahok dan Reaksi Otak

Selama berabad abad orang merasa yakin bahwa pusat perilaku bukanlah otak.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Oleh Wildan

Otaklah yang membuat manusia menjadi manusia

(Livingstone,1967)

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Cak Nur dalam buku 32 Khutbah Jumat Cak Nur menyampaikan, setelah Nabi Muhammad SAW wafat umat Islam pecah jadi 3 kelompok yaitu 1) Kelompok Aristokrat yang terdiri dari bangsawan asal Mekah, para jenderal, pengusaha kaya, contohnya Usman bin Affan, 2) Kelompok Populis atau Sosialis yang terdiri orang orang yang terkenal sholeh, cerdas tapi hidup miskin, contoh Ali bin Abi Talib, dan 3) Kelompok moderat contoh Abu Bakar dan Umar bin Khattab.

Perpecahan ini terjadi gara-gara menghadapi "Pilkada" (baca pilihan khalifah pengganti Nabi). Puteri Nabi, Fatimah, sampai marah kepada mereka, karena mereka tidak segera memakamkan jenazah ayahnya. Padahal, Nabi berpesan, jika orang meninggal segera dimakamkan. Mereka abai pesan Nabi, baru 3 hari kemudian Nabi dimakamkan. Jadi perpecahan umat Islam akibat masalah politik sudah terjadi sejak dahulu. Oleh karena itu, jika kemarin Pilkada DKI muncul spanduk yang isinya mengintimidasi pemilih Ahok, tidak akan disalatkan kelak jika meninggal, hal ini tidak perlu diherankan.

Sumbu pendek dan sumbu panjang

Selama berabad abad orang merasa yakin bahwa pusat perilaku bukanlah otak. Jantung (atau hati) paling sering dikatakan mekanisme utama kegiatan manusia. Filsuf Yunani Plato (420-347 SM) membagi-bagi perilaku diantara 3 bagian tubuh: keberanian dan ambisi berpusat di hati (maksudnya jantung), penalaran di kepala, sedangkan sifat-sifat yang lebih rendah, seperti hawa nafsu dan lapar berpusat di perut.

Sekarang abad XXI dikenal sebagai the century of the brain, abad otak. Otaklah wujud fisik sumber perilaku manusia. Otaklah yang membuat manusia menjadi manusia (Livingstone, 1967 dalam Aswin,1995).

Dulu, ketika seorang Badui, orang Arab pedalaman, datang menghadap Nabi mohon petunjuk agar mampu berperilaku baik. Karena orang ini berasal dari desa, dan berpendidikan rendah, sambil Nabi memegang dada orang itu (dada sebagai simbol emosi, tempat kalbu=jantung, di Indonesia diterjemahkan salah kaprah hati) berpesan: "Jika engkau beramal sholeh, perasaanmu akan damai dan tenteram. Sebaliknya, jika engkau beramal salah, jantungmu akan berdebar-debar, gelisah dan tidak tenteram". Dia patuh petunjuk Nabi dan dia tercatat sebagai orang yang sholeh. Sekarang, emosi itu terletak di otak.

Ketika Nabi memberi petunjuk kepada Ali bin Abi Talib, bahwa agama itu pikiran. Karena Ali itu seorang intelektual (hanya dia di antara al-Khulafa'ar-Rasyidun yang meninggalkan sebuah karya monumental, Nahj al-Balagah, dalam Audah, 2003), yang kecerdasannya diakui oleh Nabi, Nabi berkata: "Saya ini gudangnya ilmu, Ali itu pintu masuknya". Berbeda ketika menghadapi orang Badui, Nabi tidak perlu sampai memegang jidat Ali, karena Ali sudah paham. Bahwa di balik jidat manusia terletak kalbu=otak depan (korteks prefrontal) yang fungsinya: 1) Pengendali nilai, sesuai dengan petunjuk Tuhan, gunakanlah kalbumu untuk memahami ayat-ayat Allah, agar perilakumu senantiasa bernilai. Tuhan pun mengancam, jika perilakumu amburadul, kelak akan diseret pada dahimu ke Neraka! Agar perilaku manusia sehari-hari tidak ngaco, Tuhan perintahkan, 17x2 untuk sujud, menyembah, memohon pertolongan dan petunjuk, supaya Korteks Prefrontal-nya dapat difungsikan untuk mengejawantahkan perilaku yang bernilai, sebagai mana Tuhan kehendaki nilai-nilai yang tercantum dalam Kitab Suci. 2) Perencanaan masa depan, akan bernilai, maka Tuhan memberikan petunjuk agar manusia beriman pada Hari Kemudian (The Day After), supaya menjadi manusia yang visioner, dan 3) Pengambilan keputusan, karena manusia makhluk satu-satunya di muka bumi yang diberi kebebasan, free choice, free will, and free act. Keputusan yang bernilai adalah yang baik, benar, dan adil. Bahkan Tuhan pun menganjurkan, agar manusia berlaku ikhsan alias super adil. Jika kamu dapat jatah 5 ambil 5 itu adil. Namun, jika ingin berlaku ikhsan, maka jika dapat jatah 5 cuma diambil 2. Selanjutnya, yang 3 diberikan masing-masing kepada anak yatim piatu, orang-orang miskin, dan para janda glamour (golongan lanjut umur), karena janda muda sudah banyak yang ngurus !

Reaksi emosional itu muncul ¼ detik, reaksinya hanya 2 yaitu fight atau flight (bertempur atau lari). Sedangkan nalar munculnya 2 detik, dimana orang akan dapat membuat pilihan-pilihan: baik atau buruk, buruk atau lebih buruk. Atau sebaliknya, baik dengan lebih baik. Maka Nabi berpesan jika engkau marah, berwudhulah. Waktu untuk berwudhu lebih dari 2 detik, maka nalarnya pun akan dipakai. Karena jika orang itu marah lalu langsung bertindak, bisa jadi tindakannya akan disesalinya ketika akal sehatnya muncul. Karena orang itu lebih mudah ingat kesalahan orang lain daripada kesalahan dirinya, maka Tuhan pun berpesan, jika engkau ingin menjadi orang yang taqwa, harus mampu menahan rasa dongkol dan suka memberi maaf. Kata orang bijak, musuh yang susah dikalahkan adalah diri sendiri.

Mengamati respons terhadap pidato Ahok, tampaknya orang-orang Islam terbelah menjadi 2 kelompok: 1) Kelompok sumbu pendek, bereaksi emosional, selain faktor kepribadian yang impulsif, apriori, pendendam, ambisius, dan otoriter, juga literatur yang dibaca tulisan penulis yang keras dan kaku, mestinya ulil albab (orang dengan pemikiran yang mendalam) lupa ulil-nya tinggal abab-nya (bau mulut), lebih banyak monolog daripada dialog, cenderung sholeh ritual. 2) Kelompok sumbu panjang, yang bersikap rasional, selain faktor kepribadian yang luwes, fleksibel, dan terbuka, bacaannya juga banyak dan mendalam, pergaulan luas dengan berbagai kalangan, tapi teguh dalam prinsip namun luwes dalam implementasi, sholeh esensial. Mereka yang masuk kelompok sumbu panjang ini, terlihat mencoba mengejawantahkan Islam sebagai rahmatan lil 'alamin. Barangkali, dalam bahasa yang sederhana: I'm ok, you are ok, and we are ok. Implementasinya saya oke, Ahok oke dan NKRI oke. Mereka tampak tidak ikut hanyut menari mengikuti irama tabuhan gendang, tuduhan penistaan agama terhadap Ahok.

Jika Sultan Salahuddin Al Ayubbi masih hidup dan ikut Pilkada DKI, saya menduga beliau tidak akan merespons pidato Ahok dengan membawa ke pengadilan. Dalam sejarah, ketika Perang Salib lawannya Richard I "The Lionheart" of England jatuh sakit, beliau justru mengirim tenaga dokter kepadanya. Beliau tidak ingin perang dengan orang yang sedang menderita sakit. Beliau tidak mau mencari kemenangan dengan memanfaatkan kelemahan lawan. Sikap beliau ini mengundang decak kagum Ratu Isabella dari Spanyol, kok ada orang Islam yang punya kepribadian unggul! Beliau mengejawantahkan pesan Tuhan agar senantiasa berperilaku adil, baik kepada diri sendiri, orang tua, keluarga, maupun kepada musuh. Beliau patuh pesan Nabi bahwa berperang mengalahkan hawa nafsu sendiri termasuk kategori jihad akbar. Karena beliau tidak ingin dakwah menjadi dawah (jatuh) dan jihad menjadi jahat !

Maarif (2017) dalam buku Islam dan Pancasila sebagai Dasar Negara menyampaikan, Hatta (Sang Proklamator) berkata: "Jika orang ingin memperjuangkan ajaran Islam di Indonesia, pakailah "Ilmu Garam, tidak Ilmu Gincu". Ketika garam larut dalam makanan, bekasnya tidak kelihatan, tetapi pengaruhnya dalam cita rasa makanan sangat menentukan. Sebaliknya, gincu yang dipakai kaum perempuan, terbelalak merah di bibir, tetapi tuna rasa".

Akhirnya, Tuhan beri petunjuk agar manusia belajar meniru Nabi. Karena perilaku Nabi bernilai di mata Tuhan maupun manusia. Kata KH Mustofa Bisri: "Nabi adalah manusia yang sesungguhnya manusia". Dengan kata lain, Nabi adalah contoh manusia yang sukses menggunakan korteks prefrontal-nya sesuai dengan nilai-nilai yang dikehendaki Tuhan !

Ikuti tulisan menarik Wildan lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler