x

Ilustrasi balita. Shutterstock

Iklan

FX Wikan Indrarto

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Beban Ganda Gizi Balita ~ FX Wikan Indrarto

Beban ganda ini ditandai dengan masih ada balita kekurangan gizi, tapi juga ada yang kelebihan berat badan, obesitas karena makanan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

FX. Wikan Indrarto*

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

‘The United Nations Decade of Action on Nutrition’ adalah kebijakan global yang dikeluarkan pada Jumat, 19 Mei 2017 untuk merumuskan kebijakan yang hemat biaya, dalam mengatasi beban ganda gizi balita dalam satu dasawarsa atau 10 tahun ke depan. Beban ganda ini ditandai dengan masih adanya kejadian balita kekurangan gizi, tetapi terjadi bersama dengan kelebihan berat badan, obesitas atau risiko penyakit tidak menular, terkait makanan. Apa yang jarus kita pahami?

Perkiraan global menunjukkan bahwa gizi buruk, kerdil atau stunting di kalangan anak balita telah menurun dari 198 juta menjadi 155 juta antara tahun 2000 dan 2016. Menurut ‘Global Nutrition Report’ 2017, sejumlah negara berada di jalur yang tepat untuk mencapai target global dalam mengatasi kerdil dan kurus (stunting and wasting reduction) di antara anak balita pada tahun 2025. Namun kemajuan dalam mengakhiri segala bentuk kekurangan gizi masih terbatas dan tidak mencukupi, dan tetap menjadi perhatian serius bagi sebagian besar wilayah dan negara. Sekitar 52 juta anak balita nampak kurus, lebih dari dua pertiganya tinggal di Asia, termasuk di Indonesia. Banyak negara berpenghasilan rendah, sekarang justru memiliki anak yang lebih kerdil daripada tahun 2000.

Pada saat yang sama, kelebihan berat badan, obesitas, dan penyakit tidak menular terkait diet, jadi stabil meningkat. Diet kaya kalori yang jauh melampaui kebutuhan metabolisme tubuh, akan membuat kelebihan berat badan dan obesitas. Sementara kelebihan lemak, gula, dan garam dalam makanan, akan dapat meningkatkan risiko penyakit tidak menular. Perkiraan terakhir menunjukkan bahwa 41 juta anak balita mengalami kelebihan berat badan. Selain itu, penyakit jantung dan stroke terkait kegemukan adalah penyebab kematian nomor satu dan dua di seluruh dunia.

Berdasarkan hasil penimbangan balita di posyandu seluruh Indonesia tahun 2015, hanya ditemukan sebanyak 26.518 balita gizi buruk secara nasional. Kasus gizi buruk yang dimaksud ditentukan berdasarkan perhitungan berat badan menurut tinggi badan balita Zscore < -3 standar deviasi  (balita sangat kurus). Sedangkan menurut hasil Riskesdas 2013 prevalensi balita sangat kurus sebesar 5,3%. Jika diestimasikan terhadap jumlah balita yang terdaftar di posyandu sebesar 21.436.940, maka perkiraan jumlah balita gizi buruk (sangat kurus)  sekitar 1,1 juta jiwa. Data Survei Diet Total tahun 2014, secara nasional rerata asupan energi balita di Indonesia sebesar 1.137 Kkal, lebih tinggi dibandingkan energi yang dianjurkan (1.118 Kkal). Menurut penelitian dr. Emy Huriyati dari Departemen Ilmu Gizi dan Kesehatan, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta pada 11 April 2016, sekitar 10 persen populasi remaja dan anak mengalami obesitas dan dikhawatirkan terus meningkat.

Saat ini banyak negara menghadapi "beban ganda gizi", yaitu sebuah koeksistensi kekurangan gizi dan kelebihan berat badan, obesitas, dan penyakit tidak menular. Aspek koeksistensi gizi ini tercermin dalam data epidemiologi dan didukung oleh bukti. Yaitu bahwa kekurangan gizi di awal kehidupan anak, dan bahkan saat di dalam rahim ibu, dapat menjadi predisposisi terjadinya kelebihan berat badan dan penyakit tidak menular seperti diabetes dan penyakit jantung, di kemudian hari. Kegemukan pada ibu juga terkait dengan kelebihan berat badan dan obesitas pada keturunannya. Kenaikan berat badan yang cepat di awal kehidupan anak, dapat menjadi predisposisi kelebihan berat badan jangka panjang. Ini hanyalah beberapa contoh mekanisme biologis, yang seiring dengan pengaruh lingkungan dan sosial, semakin dipahami sebagai pendorong penting dalam beban global malnutrisi di seluruh dunia.

Beban ganda gizi ini merupakan tantangan kesehatan yang mendesak bagi masyarakat global, melalui berbagai bentuk intervensi yang efektif. Pertama, dengan memastikan bahwa intervensi, kebijakan, dan program yang saat ini dirancang untuk mengatasi satu bentuk gizi buruk, janganlah secara tidak sengaja meningkatkan risiko buruk lainnya. Pendekatan ini muncul dari sejarah kelemahan sektor pertanian dalam menangani kekurangan gizi. Oleh karena semakin banyak investasi dalam peningkatan produktivitas pada sejumlah kecil jenis makanan pokok saja, perhatian pada tanaman asli yang kaya gizi justru menjadi buruk dan meningkatnya risiko mengkonsumsi terlalu banyak jenis makanan yang keliru. Ke depan harus dipastikan bahwa program yang dirancang untuk mengatasi satu jenis kekurangan gizi, tidak boleh meningkatkan risiko jangka panjang akan timbulnya bentuk lain kekurangan gizi.

Tindakan terpadu yang lebih efisien, tetapi tidak terlalu pas, telah dibuktikan dengan pengalaman beberapa negara Amerika Latin. Di sana telah terjadi penurunan tajam malnutrisi secara keseluruhan, tetapi justru disertai dengan peningkatan obesitas yang cepat. Investasi besar terbukti efektif dalam mengurangi stunting, yaitu program bantuan uang tunai, sanitasi yang lebih baik, pendidikan perempuan, dan akses terhadap perawatan kesehatan, tetapi tidak disertai tindakan untuk mempromosikan makanan sehat dan bergizi. Misalnya, program bantuan uang tunai dapat saja dirancang untuk memainkan peran lebih besar, dalam meningkatkan diet sehat untuk mengurangi risiko obesitas. Demikian juga, program pemberian makanan bergizi di sekolah untuk pengurangan kerawanan pangan, seharusnya dapat dimanfaatkan untuk memasukkan lebih banyak pendidikan gizi dan memastikan bahwa minuman manis dan makanan ringan berenergi tinggi, dijauhkan dari sekolah.

Beban ganda gizi dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi dan pendapatan, urbanisasi, perubahan demografi dan globalisasi, sehingga epidemiologi penyakit terkait diet telah mengalami pergeseran yang signifikan dalam beberapa dekade terakhir. Mengatasi beban ganda gizi ini akan menjadi kunci untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (khususnya Sasaran 2 dan Sasaran 3.4) dan Komitmen Deklarasi Roma tentang Nutrisi, dalam ‘The United Nations Decade of Action on Nutrition’. Sudahkah kita terlibat dan beraksi?

Sekian

Yogyakarta, 6 Juni 2017

*) dokter spesialis anak di RS Panti Rapih Yogyakarta, Ketua IDI Cabang Kota Yogyakarta, Alumnus S3 UGM,

Ikuti tulisan menarik FX Wikan Indrarto lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler