x

Krisis Qatar, Trump, dan Iran

Iklan

Smith Alhadar

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Krisis Qatar, Trump, dan Iran ~ Smith Alhadar

Saudi adalah pihak yang merasa paling dirugikan dengan sikap Qatar terhadap Iran, musuh bebuyutan Saudi.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Smith Alhadar

Penasihat Indonesian Society for Middle East Studies

Lama resah melihat politik regional Qatar yang mendukung kelompok-kelompok Islamis dan bersahabat dengan Iran, pada 5 Juni lalu Arab Saudi memimpin sejumlah negara Arab memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar. Ini tidak berarti Mesir, Bahrain, Uni Emirat Arab, Yaman, dan Libya sekadar mengekor Saudi. Mereka punya perkara sendiri dengan Qatar. Rezim Mesir pimpinan Presiden Abdul Fattah el-Sisi, misalnya, sudah sejak berkuasa pada 2013-melalui kudeta terhadap Presiden Mohammad Mursi dari Ikhwanul Muslimin dukungan Qatar-sangat membenci Doha. Melalui media elektronik dan cetak milik penguasa Qatar, seperti televisi Al-Jazeera, harian Asharq Al-Awsat, harian Al-Watan, harian Rayah, dan kantor berita QNA, Qatar terus mengkritik rezim El-Sisi.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pemerintah Yaman pimpinan Presiden Abed Rabbuh Mansour Hadi, yang diakui PBB dan didukung koalisi Arab pimpinan Saudi dalam perang melawan milisi Al-Houthi, mencurigai Qatar bermain mata dengan Al-Houthi dukungan Iran. Pemerintah Libya kawasan timur juga memusuhi Qatar karena mendukung kelompok islamis yang melawan Tentara Nasional pimpinan Jenderal Haftar Khalifah dukungan Mesir, Emirat, dan Saudi. Adapun Bahrain kecewa terhadap Qatar yang bersahabat dengan Iran, padahal Teheran menyokong pemberontakan Syiah Bahrain. Sama sebagaimana Bahrain, Uni Emirat Arab marah kepada Qatar terkait dengan kedekatannya dengan Iran, yang sejak 1992 menduduki Pulau Abu Musa, Tunb Besar, dan Tunb Kecil di mulut Selat Hormuz-yang diklaim Emirat sebagai miliknya.

Saudi adalah pihak yang merasa paling dirugikan dengan sikap Qatar terhadap Iran, musuh bebuyutan Saudi. Sebagai sesama anggota Dewan Kerja Sama Teluk, Saudi mengharapkan penyesuaian kebijakan politik regional Qatar dengan kebijakan umum Dewan. Dewan yang beranggotakan Oman, Emirat, Qatar, Bahrain, Kuwait, dan Saudi itu didirikan pada 1981 untuk mengantisipasi rembesan perang Iran-Irak (1980-1988). Kenyataannya, Qatar menandatangani kerja sama pertahanan dengan Iran. Keduanya juga memiliki ladang gas bersama di Teluk Persia. Lebih jauh, Qatar mendukung Hizbullah pro-Iran di Libanon-yang bersama militer Iran bahu-membahu menopang rezim Presiden Bashar al-Assad dalam perang proxy di Suriah. Padahal Saudi menetapkan Hizbullah sebagai organisasi teroris. Bagi Qatar, Hizbullah adalah kelompok perlawanan dan menjadi partai politik yang memiliki anggota di parlemen Libanon.

Sanksi pemutusan hubungan diplomatik dan penutupan akses darat, laut, dan udara bagi semua jenis transportasi Qatar oleh negara-negara Arab cukup memukul Qatar. Industri penerbangan Qatar akan mengalami kerugian besar. Impor bahan makanan, yang selama ini sangat mengandalkan jalur darat Saudi, juga membuat Qatar kewalahan.

Yang mengherankan, Presiden Amerika Serikat Donald Trump mendukung kebijakan mengisolasi Qatar oleh negara-negara Arab tersebut. Padahal Amerika sangat bergantung pada kemurahan hati Qatar, yang mengizinkan angkatan udara AS menggunakan Pangkalan Udara Al-Udeid dalam perang mereka melawan Taliban di Afganistan serta ISIS di Irak dan Suriah. Pangkalan udara ini sangat berjasa dalam perang AS melawan Taliban sejak 2001, melawan Irak sejak 2003, dan ISIS di Suriah sejak 2014. Hal ini juga membuktikan bahwa Qatar tidak mendukung ISIS sebagaimana dikatakan negara-negara Arab di atas.

Ketika menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi Saudi-AS, KTT GCC-AS, dan KTT Arab-Islam-AS di Riyadh pada 20-23 Mei lalu, Trump mengaku mendapat masukan dari negara-negara Arab itu bahwa Qatar mendanai kelompok-kelompok teroris. Ini menjadi bukti tuduhan Qatar bahwa Saudi, Mesir, Emirat, Bahrain, dan Kuwait berkonspirasi menentang Qatar. Dukungan Trump kepada negara-negara Arab anti-Qatar itu sebenarnya tidak terkait dengan dukungan Qatar kepada kelompok-kelompok islamis, tapi pada hubungan baik Qatar dengan Iran-negara yang sedang diisolasi oleh AS karena kebijakan ekspansifnya merugikan kepentingan AS, Saudi, dan Israel di kawasan.

Dalam tiga konferensi itu, AS membangun kemitraan strategis dengan Saudi dan GCC untuk melawan Iran dan menyerukan bahwa dunia Islam menentang kelompok Islam ekstremis dan ideologi radikal. Sedangkan Qatar, dua hari setelah konferensi itu, bersikap berbeda dengan AS dan Saudi. Doha menyatakan Iran memiliki kapasitas di tingkat regional dan dunia Islam yang tidak mungkin diabaikan serta tidak bijaksana melakukan eskalasi ketegangan dengan Iran.

Berhubungan baik dengan Iran tidak berarti Qatar tunduk pada kebijakan regional Negeri Mullah itu. Qatar berseberangan dengan Iran soal perang di Yaman dan Suriah. Qatar juga bergabung dengan GCC dalam pembentukan angkatan laut bersama untuk menghadang Iran. Yang terjadi sesungguhnya adalah Qatar menjalankan politik independen dan mendukung Arab Spring, ketika kelompok-kelompok islamis berperan menentukan. Qatar percaya bahwa kelompok islamis akan berperan besar di dunia Islam pada masa yang akan datang.

Ikuti tulisan menarik Smith Alhadar lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler