x

Iklan

An Deo Eich

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Pancasila Memang Panacea!

Pancasila yang dahulu menyatukan, akan selalu menyembuhkan penyakit dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pancasila itu memang panacea! Dia “ramuan mujarab” yang “diturunkan” di bawah tanah Pohon Sukun ketika “digali” oleh Soekarno di Ende, Pulau Flores. Bagaimana tidak? Pancasila itu adalah solusi. Sebuah jawaban, yang disampaikan oleh Soekarno atas tanya 63 orang pemikir penguji dalam Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia / BPUPKI) dalam rapat penyiapan kemerdekaan Indonesia tentang dasar negara Indonesia. Bangsa Indonesia yang bersikeras butuh merdeka waktu itu. Kemerdekaan Indonesia sebagai bangsa membutuhkan dasar baginya. Dasar yang disampaikan Soekarno itulah --Pancasila-- yang  diriuhkan tepuk – tangan para peserta sidang BPUPKI sebagai suka – cita penemuannya.

Soekarno, menyampaikan bahwa ramuan panacea ini digali sampai ke dasarnya dari kehidupan sehari – hari setiap orang bangsa Indonesia sehingga ditemukan lima bahan baku ini. Ramuan ini bernama: Kebangsaan, Internasionalisme atau Perikemanusiaan, Mufakat dan Demokrasi, Kesejahteraan Sosial, dan Ketuhanan Yang Maha Esa. 1 Juni 1945 itu, Soekarno menamakan panacea itu Pancasila! Panacea, lima “ramuan” dasar negara Indonesia itu diperkenalkan oleh Soekarno, yang katanya jika diperas sekalipun menjadi satu “tetesan”, maka panacea itu bernama gotong – royong! Disetujui kala itu, melanggengkan proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.

Rumusan ramuan panacea ini sebagai dasar negara dan bangsa pun dirumuskan dalam pembukaan konstitusi Indonesia, pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang tidak pernah dirubah sejak dibuatkan pertama sekali. Indonesia yang berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa; Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab; Persatuan Indonesia; Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan; dan Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pancasila itu Panacea!

Panacea untuk segala “penyakit”, dari kelas kutil hingga level kanker yang sedang dan akan menyerang Indonesia. Panacea ini yang disetujui oleh Yamin. Disetujui oleh Ki Bagoes. Disetujui oleh Ki Hajar. Disetujui oleh Sanoesi. Disetujui oleh Abikoesno. Disetujui oleh Lim Koen Hian dahulu. Disetujui sebagai philosophische groundslag yang menyatukan. Disetujui oleh para pendiri bangsa ini. Disetujui oleh semua orang yang menamakan dirinya bangsa Indonesia. Panacea ini sudah menjadi deoxyribonucleic acid (DNA) bagi setiap orang bangsa Indonesia. Sudah genetis. panacea ini pendeteksi setiap penyakit yang ingin merongrong kesatuan bangsa Indonesia, kemudian panacea ini menyembuhkannya.

Panacea untuk segala sel – sel rusak dan perusak kehidupan bangsa dan negara yang menggerogoti bangsa dalam upaya menggapai tujuannya. Panacea buat penyakit “sel kutil”, yaitu golongan yang coba – coba merongrong persamaan hak warganya dalam jaminan kebebasan beribadah dan memeluk agamanya melalui ramuan Ketuhanan yang Maha Esa. Panacea yang menjinakkan “sel kanker” daerah – daerah yang berusaha memisahkan diri, mengacaubalaukan kesatuan dari negara kesatuan Indonesia melalui ramuan Persatuan Indonesia-nya. Panacea yang mematikan “sel tumor” keangkuhan suku, agama, ras, antar golongan (SARA) yang mencoba mendiskriminasikan tiap warga karena keangkuhan dan eksklusifitas SARA yang dimilikinya. Panacea untuk menutup luka dan memperbaiki jaringan yang dirusak oleh penyakit fasis, rasis dan bekas “ruam – ruam” bawaan ideologi yang merusak jembatan emas kemerdekaan. Termasuk terhadap virus penyakit “ketidaktahuan sejarah moyangnya” yang menjangkiti tiap warga yang membuatnya merasa asing di pelukan bumi pertiwi.

Pancasila itu panacea buat penyakit jorok “sipilis” model korupsi, kolusi, nepotisme (KKN) karena perilaku berhubungan sosial tidak aman yang dapat merongrong keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Panacea bagi penyakit “parkinson”, saraf serakah tak terkontrol segelintir orang yang candu mengeruk dan menguasai kekayaan tanah air demi perutnya dan kawan-kawinnya semata. Untuk penyakit ini, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan adalah penangkalnya.

Pancasila itu rumusan sikab batin yang paling dasar dimiliki setiap orang Indonesia, karenanya Pancasila itu (memang) panacea dari segala macam penyakit yang menyerang kehidupan berbangsa dan bernegara.

Lima ramuan panacea ini, menjadi “aturan pakai”  dalam perumusan kebijakan pemerintah untuk mencapai tujuan bersama bangsa Indonesia, yang mungkin sudah banyak dilupakan, yaitu: melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia --tanpa kecuali; memajukan kesejahteraan bersama --tanpa kecuali; mencerdaskan kehidupan bangsa --tanpa kecuali; dan bebas-aktif dalam melaksanakan ketertiban dunia berlandaskan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Menjelang 72 tahun usia bangsa ini, Pancasila sudah mengobati banyak luka dan penyakit yang menggerogoti bangsa ini. Pandangan hidup, Pancasila yang tidak kaku dalam merangkul semua kebhinekaan. Lahir dari jiwa gotong – royong yang tertanam dalam setiap batin orang Indonesia. Negara Indonesia yang berdaulat. Mendengar “segelintir” orang hendak “membuang” panacea ini dengan “obat coba – coba”, harus memaksa pemerintah berpikir kemudian bertindak dengan meng-implementasi-kan kebijakan penanggulangan ketimpangan keadilan sosial dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang adil dan beradab yang dialami setiap orang – perorang warga negara Indonesia yang tertindas.*

*oleh A. Andeo Harahap

Ikuti tulisan menarik An Deo Eich lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB