x

Iklan

FX Wikan Indrarto

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Patogen dalam Makanan ~ FX Wikan Indrarto

Pada Desember 2015, WHO merilis perkiraan beban penyakit yang disebabkan oleh konsumsi makanan, yang terkontaminasi 31 bahan kimia menular.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

FX. Wikan Indrarto*

Kontaminasi makanan oleh patogen mikrobiologis adalah masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Sebagian besar negara telah melaporkan peningkatan yang signifikan selama beberapa dekade terakhir, dalam kejadian penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme dalam makanan, termasuk 4 jenis patogen utama, yaitu Salmonella, Escherichia coli, cryptosporidium dan trematoda. Apa yang sebaiknya diketahui?

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pada bulan Desember 2015, WHO merilis perkiraan beban penyakit pada manusia yang disebabkan oleh konsumsi makanan, yang terkontaminasi dengan 31 agen atau bahan kimia yang menular. Paparan patogen dalam makanan di seluruh dunia pada tahun 2010 menghasilkan 600 juta episode sakit, 420.000 kematian dan 33 juta tahun sehat yang hilang (disability-adjusted life years DALYs). Angka tersebut didasarkan pada 4,6 miliar kasus diare dan 1,6 juta kematian akibat diare. Berdasarkan mode transmisi pada masing-masing patogen, diperkirakan bahwa 29% dari 11 penyebab utama diare adalah makanan dengan patogen bakteri, virus dan protozoa. Dari jumlah tersebut, 217 juta infeksi terjadi pada anak balita. Pada anak balita, transmisi makanan dari 11 agen dapat menyebabkan sebanyak 16% dari perkiraan 578.000 kematian akibat diare sampai tahun 2013.

Salmonella adalah 1 dari 4 penyebab global utama penyakit diare. Salmonella adalah bakteri gram negatif batang genus Enterobacteriaceae. Salmonella adalah bakteri yang tersebar di mana-mana dan kuat yang dapat bertahan beberapa minggu di lingkungan yang kering, bahkan beberapa bulan di air. Semua serotipe dapat menyebabkan penyakit pada manusia, menyebabkan gastroenteritis, yang seringkali ringan dan tidak memerlukan perawatan, namun penyakit bisa parah pada orang muda, lanjut usia, dan pasien dengan kekebalan tubuh yang lemah. Salmonella enterica serotype Enteritidis dan Salmonella enterica serotype Typhimurium, dua serotipe Salmonella yang paling banyak ditularkan dari hewan ke manusia.

 

Salmonellosis adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella. Biasanya ditandai dengan onset akut demam, sakit perut, diare, mual dan kadang muntah. Gejala salmonellosis relatif ringan dan pasien akan melakukan pemulihan tanpa perawatan khusus pada kebanyakan kasus. Namun, dalam beberapa kasus, terutama pada anak dan pasien lanjut usia, dehidrasi terkait bisa menjadi parah dan mengancam jiwa.

Meskipun wabah Salmonella besar biasanya menarik perhatian media, 60-80% kasus salmonellosis tidak dikenali sebagai bagian dari wabah yang diketahui dan diklasifikasikan sebagai kasus sporadis, atau tidak didiagnosis sama sekali.

Escherichia coli (E. coli) adalah bakteri yang biasa ditemukan di usus manusia dan hewan berdarah panas, sebagian besar strain tidak berbahaya, tetapi beberapa strain dapat menghasilkan toksin misalnya Shiga E. coli (STEC), yang dapat menyebabkan penyakit bawaan makanan yang parah. E. coli ditularkan ke manusia terutama melalui konsumsi makanan yang terkontaminasi, seperti produk daging, susu, atau sayuran mentah, hamburger matang, sari apel segar yang dipasteurisasi, yogurt, keju yang terbuat dari susu mentah dan kecambah yang terkontaminasi. STEC menghasilkan racun, yang dikenal dengan Shiga-toxins karena kesamaannya dengan toksin yang dihasilkan oleh Shigella dysenteriae. STEC dapat tumbuh pada suhu mulai dari 7 sampai 50° C. Beberapa STEC dapat tumbuh dalam makanan asam, sampai pH 4,4, dan pada makanan dengan aktivitas air minimum (aW) 0,95. STEC dihancurkan dengan memasak makanan secara menyeluruh sampai semua bagian mencapai suhu 70° C atau lebih tinggi.

Clostridium botulinum atau cryptosporidium adalah bakteri yang menghasilkan racun berbahaya (botulinum toksin) dalam kondisi oksigen rendah. Racun Botulinum adalah salah satu zat yang paling mematikan yang telah diketahui. Botulinum toksin memblokir fungsi saraf dan bisa menyebabkan kelumpuhan otot pernapasan. Botulisme bawaan makanan, yang disebabkan oleh konsumsi makanan olahan yang tidak benar, adalah penyakit langka namun berpotensi fatal jika tidak didiagnosis dengan cepat dan diobati dengan antitoksin. Toksin botulinum telah ditemukan dalam berbagai makanan, termasuk sayuran yang diawetkan dengan asam rendah, seperti kacang hijau, bayam, jamur, dan bit; Ikan, termasuk tuna kalengan, ikan fermentasi, asin dan asap, juga produk daging, seperti ham dan sosis. Meskipun spora C. botulinum tahan panas, toksin yang dihasilkan oleh bakteri yang tumbuh dari spora dalam kondisi anaerobik dihancurkan dengan pemanasan pada suhu lebih dari 85° C selama 5 menit atau lebih lama.

Echinococcosis atau trematoda adalah penyakit zoonosis (penyakit yang ditularkan ke manusia dari hewan) yang disebabkan oleh cacing pita dari genus Echinococcus. Manusia terinfeksi melalui konsumsi telur parasit dalam makanan, air atau tanah yang terkontaminasi, atau melalui kontak langsung dengan host hewan. Echinococcosis sering memerlukan tindakan pembedahan dan atau terapi dengan obat mahal dan berkepanjangan.

Sebelum tahun 2015, beban penyakit karena patogen dalam makanan dan pentingnya keamanan pangan, terbengkalai. Secara global, banyak perhatian diberikan untuk memperbaiki kualitas air dan sanitasi, karena  merupakan faktor vital dalam upaya menurunkan tingkat penyakit diare. Namun, kurangnya perhatian khusus mengenai pentingnya penyakit patogen dalam makanan, berarti belum memprioritaskan peningkatan keamanan pangan.

Strategi utama untuk mencegah penyakit karena patogen dalam makanan (foodborne illness), adalah untuk meningkatkan keamanan pangan. Untuk mengurangi beban penyakit bawaan makanan pada anak, diperlukan penelitian yang akan mengidentifikasi dan memvalidasi intervensi pada keamanan pangan. Penelitian dapat dimulai dengan mengidentifikasi beban lokal penyakit bawaan makanan, perkiraan beban penyakit yang mungkin menimbulkan risiko tinggi, dan beban penyakit karena zat kimia dalam makanan.

Tampaknya belum ada penelitian intervensi yang mengidentifikasi seberapa banyak diare dapat dicegah dengan makanan yang lebih aman. Ini cukup kontras dengan banyak penelitian yang menilai dampak perbaikan air dan sanitasi pada penyakit diare. Untuk itu, penelitian tentang  intervensi keamanan pangan untuk mencegah diare pada  anak, juga perlu dilakukan. Siapkah terlibat dalam penelitian tersebut ?

Sekian

Yogyakarta, 9 Juni 2017

*) Sekretaris IDI Wilayah DIY, dokter spesialis anak di RS Panti Rapih, Alumnus S3 UGM

Ikuti tulisan menarik FX Wikan Indrarto lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler