Setelah sasaran pertama dari Nyenyore (ngabuburit) yakni memburu ikan segar selesai, (lihat disini, https://indonesiana.tempo.co/read/112431/2017/06/09/nasir.kang/nyenyore-di-bulan-ramadhan-pilih-ikan-segar-1 ) perjalanan dilanjutkan ke Menes, sasarannya mencari emping ceplis. Menes terkenal dengan produk ceplis -emping yang tidak di gepuk --, terbuat dari biji mlinjo.
Perjalanan ke Menes melewati Labuan, antara Pesauran-Labuan, terdapat dua Mesjid tua yang dibangun dipenghujung abad 19 pasca meletusnya Gunung Krakatau yakni Masjid Carita dan Masjid Salafiah atau yang terkenal dengan Masjid Caringin. Caringin pada zaman penjajahan Belanda merupakan salah satu kabupaten dibawah Kresidenan Banten ( tentang Sejarah kedua Masjid ini akan saya tulis tersendiri).
Namun sayang seribu kali sayang, setibanya di Menes, sasaran yang kedua ini terpaksa di pending lantaran Pak Sutisna Abas tidak berhasil menghubungi kolega yang ada di Menes. Memasuki alun alun Menes, kota tua yang dulu sebagai Ibukota Kewedanan, masih terlihat penataan yang menandakan bekas peninggalan Belanda.
Diantara bangunan peninggalan Belanda yang sempat saya jepret adalah bangunan ex Gedung Sipir Belanda. Menurut beberapa catatan, bangunan ini dibuat pada tahun 1848 dengan luas kurang lebih 20x12 meter. Namun sayang, gedung tua yang termasuk Cagar Budaya ini, sekarang kondisinya sangat menyedihkan, dibiarkan merana karena tidak diurus. Padahal jika dipelihara dengan baik, paling tidak bisa dijadikan sebagai destinasi wisata lokal yang bisa meningkatkan ekonopmi masyarakat sekitar.
Sisa sisa peninggalan kolonial masih ada dalam gedung ini, seperti ex ruang tahanan dan lapangan yang ada di belakang gedung, andai saja gedung ini di pelihara, direnovasi kemudian lapangan di belakang gedung dibuat taman, saya yakin akan menarik seperti yang ada di Benteng Marlbourought Bengkulu.
Sedih melihat gedung ini dibiarkan merana di gerogoti usia, tembok yang kusam, rumput dimana mana, bahkan kanopi yang menaungi pintu masuk, yang –katanya-- beberapa tahun lalu masih ada, kini hanya tinggal penyangganya saja termasuk tulisan sejarah yang ada pada Planng dibuat Provisnsi Banten sudah sangat kusam dan penuh karat.
Nampaknya perlu kesadaran dari masyarakat setempat termasuk pemerintah Kabupaten Pandeglang dan Pemerintah Propinsi Banten untuk melestarikan peninggalan bersejarah ini. Menes yang merupakan kota tua yang bersejarah, jangan sampai generasi yang akan datang kehilangan jejak sejarahnya.
Ikuti tulisan menarik Kang Nasir Rosyid lainnya di sini.