x

Petugas menunjukkan garam milik PT Garam (persero) yang disegel di dalam gudang oleh Tim Satgas Pangan Mabes Polri di Gresik, Jawa Timur, 7 Juni 2017. Penyegelan gudang milik PT Garam (persero) diduga menyalahgunakan garam industri menjadi garam kons

Iklan

Kiara Indonesia

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Dirut PT Garam Ditangkap, Petambak Garam Tak Dilindungi

Achmad Boediono ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penyalahgunaan izin importasi distribusi garam sebanyak 75.000 ton.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Tertangkapnya Direktur Utama PT Garam Achmad Boediono pada Sabtu (10/6/2017) oleh Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Badan Reserse Kriminal Polri kian memperjelas lemahnya perlindungan negara pada petambak garam Indonesia.

Boediono ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penyalahgunaan izin importasi distribusi garam sebanyak 75.000 ton. PT Garam menerima penugasan dari Menteri BUMN untuk melakukan impor garam konsusmi untuk memenuhi kebutuhan garam konsumsi nasional. Hal ini bertolak belakang dengan Surat Persetujuan Impor yang dikeluarkan oleh Kementrian Perdanganan yang menyatakan bahwa impor garam boleh dilakukan oleh PT Garam hanyalah garam industri dengan kadar NaCL di atas 97 persen.

Ironisnya, 1000 ton garam industri impor tersebut malah dikemas ulang dalam kemasan 400 gram dengan menggunakan cap SEGI TIGA G dan lalu dijual untuk kepentingan konsumsi. Sedangkan 74.000 ton diperdagangkan kepada 45 perusahaan lainnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sekretaris Jenderal KIARA Susan Herawati mengatakan, "Tindakan ini jelas melanggar Peraturan Menteri Perdagangan 125 tahun 2015 tentang Ketentuan Importasi Garam, dimana sudah jelas tertuang bahwa importir garam industri dilarang memperdagangkan atau memindahtangankan garam industri kepada pihak lain. Dampaknya 3 juta petambak garam, baik laki-laki dan perempuan menjadi semakin sulit bersaing di pasar nasional dan semakin terpuruk."

Pusat Data dan Informasi KIARA (Agustus 2016) mencatat, permasalahan substansi yang dihadapi oleh petambak garam Indonesia adalah (1) minimnya sarana dan prasarana di tambak garam; (2) buruknya akses air bersih dan sanitasi di tambak garam; (3) minimnya intervensi teknologi berbiaya murah untuk produksi dan pengolahan garam; (4) besarnya peran tengkulak di dalam rantai distribusi dan pemasaran garam; dan (5) harga garam yang rendah.

Kelima permasalahan yang dihadapi oleh petambak garam di atas semakin diperburuk dengan adanya ketentuan impor garam industri tidak dikenakan bea masuk melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 125 Tahun 2015 tentang Ketentuan Impor Garam yang berlaku sejak Desember 2015.

"Carut marut pengelolaan garam butuh perhatian yang serius, butuh semua pihak melakukan evaluasi bersama terhadap pengelolaan garam Indonesia. Dalam hal ini salah satunya adalah Menteri Perdagangan yang mesti melakukan audit internal di kementeriannya. Di sisi lain perlu langkah berani untuk mendorong Menteri Perdagangan agar segera mencabut Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 125 Tahun 2015 tentang Ketentuan Impor Garam karena bertentangan dengan Pasal 11 ayat (2) Undang-Undang No. 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam" Tutup Susan Herawati, Sekretaris Jenderal KIARA.

Sekretariat Nasional Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan

Jl. Kedondong Blok C No.19, Perumahan Kalibata Indah, Jakarta

Ikuti tulisan menarik Kiara Indonesia lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler