x

Pegawai Pemprov DKI Jakarta saat mengikuti upacara perayaan hari ulang tahun Jakarta di Monas, Jakarta, 22 Juni 2016. TEMPO/Subekti.

Iklan

Noprizal Erhan

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Evaluasi 490 Tahun Jakarta

PDB tinggi dan angka inflasi serta kemiskinan rendah adalah ciri kota yang layak. Bagaimana dengan Jakarta?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Ibukota Jakarta tahun ini menginjak usia 490 tahun (Lahir 22 Juni  1527). Berarti hampir separuh milenium. Nampak sangat tua.  Dibanding kota New York, maka usia  Jakarta “betty” (beda tipis). New York lahir tahun 1524, berarti usianya sekarang 493 tahun!  Namun dari sisi prestasi, kota Jakarta jauh tertinggal di bawah “the big apple city”. Menurut Survei Quality Of Living Worldwide City Rankings(2012), New York menempati posisi 30, sedang Jakarta diposisi 131. Ini seperti langit dan bumi.

Untuk mengukur suatu kota berkualitas atau tidak di jaman sekarang para ahli perkotaan memiliki standar tersendiri (standards of living). Standar itu mencakup: kenyamanan, perumahan layak,  transportasinya lancar, lingkungan/iklim berkualitas,  penduduknya berkecukupan, tersedianya barang dan jasa, layanan kesehatan memadai, pendidikan berkualitas, tersedianya lapangan kerja manusiawi, kebebasan berpendapat/berpolitik, dan keamanan.

Pada tataran tertentu sebuah kota berkualitas harus diukur juga dari produk domestik bruto (PDB) yang tinggi, tingkat inflasi rendah, angka kemiskinan rendah, dll.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Kepadatan Penduduk

Jika merunut faktor-faktor di atas - Jakarta masih banyak centang-perenangnya.  Centang-perenang pertama adalah soal kepadatan penduduk. Menurut Demographia World Urban Areas (2017), kota terpadat di dunia saat ini disandang oleh Dhaka (Bangladesh)  berpopulasi 45 ribu jiwa/km persegi, disusul Mumbai (26k), Hongkong (25,7k), Karachi (23,5k) dan Jakarta (10k). Dari total jumlah penduduk, Jakarta bersama Jabodetabek menempati posisi nomor dua di dunia yakni 31 juta jiwa.  Tokyo-Yokohama (38 juta jiwa) menempati posisi teratas. Di bawah Jakarta ada New Delhi 26 juta, dan Manila 24 juta jiwa. Betapa 4 kota ini menjadi magnet terkuat  urbanisasi (mostinfluential city in the world).

 

Urbanisasi

Centang-perenangkedua adalah soal urbanisasi. UNDP mencatat tahun 2014 , populasi masyarakat kota (urban) mencapai 55% dari total populasi dunia, atau naik 30% sejak 1950. Sementara menurut BPS, jumlah penduduk Jakarta meningkat 244% yakni dari 2,9 juta jiwa di tahun 1961 menjadi 10 juta jiwa di tahun 2014 (data Jakarta saja, non Jabodetabek). Nampak terjadi lonjakan drastis urbanisasi menuju Jakarta dibanding lonjakan rerata urbanisasi dunia.

Elizabeth K. Kellar menyebutkan, di Asia 40% lebih penduduk perkotaan tinggal di kawasan kumuh, bahkan di Afrika  mencapai 60%. Hal ini  mengamini bahwa pemerintahan di dunia masih lumpuh mengatasi kemiskinan, kepadatan penduduk dan  lonjakan urbanisasi yang menggila (Kellar, 2015).

 

Gelandangan, Pelaku Ilegal & Kriminal

Imbas urbanisasi ini, ada penduduk yang berhasil mendapat pekerjaan karena kecakapan dan keterampilannya. Dan ada yang tidak. Yang tidak cakap dan tidak terampil ini menciptakan kencentang-perenangan jenis ketiga yakni bernama“kelompok pendudukfrustasi (KPF)”, di antaranya: paragelandangan, penduduk di pemukiman liar baik sebagai pelaku bisnis kosan liar atau penyewa kosan liar itu.Mereka banyak berkumpul di kawasan kumuh (slum area), melakukan aktivitas ilegal,  seperti menyerobot tanah negara, mencuri listrik negara, air pam negara, terjadi transaksi ilegal jual beli dan sewa properti (kontrakan liar) di atas tanah negara, peredaran narkoba, prostitusi dsb. Kejadian seperti itu terjadi di Brazil di kawasan kumuh bernama favelas  (Kellar, 2015), yang lebih kurang sama  dengan di Indonesia, seperti terjadi di Kalijodoh Jakarta, Dolly Surabaya, dll.

 

Ketidaktegasan Hukum

Salah satu faktor pemicu lonjakan urbanisasi di Jakarta adalah faktor ketidaktegasan otoritas kota dalam menegakkan aturan hukum dan pengawasan terhadap aset-aset negara seperti taman kota, tanah pemda di bantaran kali, atau tanah pemda yang diperjualbelikan secara manipulatif oleh oknum-oknum hipokrit  birokrat pemprov dsb. Pembiaran dan toleransi kemanjaan menahun kepada pemukim liar bukanlah sikap mendidik seorang negarawan. Sikap belas kasih terhadap kaum papa bukan  mesti bertoleransi terhadap warga bangsa yang berlaku ilegal dan melanggar hukum, menyerobot tanah negara, mencuri listrik negara, dst.

Pemerintah tidak bisa membiarkan pemukim liar hidup merdeka dengan gaya liarnya. Pemerintah mesti mampu mendidik pemukim liar dengan cara persuasif menghadapi keputusasaan mereka hidup di ibukota.

 

Kolaborasi Tiga Pihak

Mengatasi urbanisasi dan pemukiman liar tidak tepat sasarannya jika pemkotnya hanya menjadi agen jual rumah murahwalaudengan DP Nolsekalipun. Kita mesti paham penyakit urbanisasi yakni tidak tersedianya lapangan pekerjaan di daerah asal pelaku urbanisasi, maka solusinya kita mesti mengkomunikasikan dengan pemda asal pelaku, turutmencarikan solusi menciptakan lapangan pekerjaan di daerah pelaku, sehingga pelaku urbanisasi tidak berniat lagi “kabur” ke ibukota gara-gara tidak tersedianya lapangan kerja di daerah? Jika para pelaku urbanisasi itu tahu di daerah asalnya sudah tersedia lapangan kerja, sudah berdiri industri baru, UKM baru, dll maka dengan sendirinya mereka akan kembali ke daerah asal, tanpa disuruh, tanpa diancam penggusuran,  tanpa dibentak-bentak, dsb.

Dan sudah seharusnyalah kolaborasi “tiga pihak” yakni  pemerintah pusat, pemkot yang didatangi pelaku urbanisasi serta pemda asal pelaku duduk bersama, mencari solusi bersama menyediakan lapangan kerja (industri UKM, dll) di daerah asal pelaku urbanisasi. Sehingga terjadi keseimbangan penduduk kota. Bukan menumpuk dan mengerucut pada suatu kota yang menyebabkan kepadatan dan kemacetan dimana-mana. Strategi ini harus mulai digalakkan oleh pemerintah pusat sebagai pimpinan negara, merekalah yang memantau pergerakan perpindahan penduduk di berbagai kota di Indonesia. Mereka yang melakukan koordinasi ke daerah-daerah.  Jika pemerintah tidak awas soal ini dan tidak fokus soal ini, maka akan terulang lagi urbanisasi, kemacetan parah akan terulang lagi, pemukiman liar muncul lagi, gelandangan dsb akan terulang lagi, bahkan akan menumpuk hingga sulit diatasi olehpemkot penampung para pendatang. Itulah yang terjadi pada Jakarta selama berpuluh-puluh tahun sebelum ini, tak mampu mengatasi urbanisasi, kemacetan, pemukiman liar dsb karena tidak ada koordinasi antar pemda, atau antara “tiga pihak” (pemerintah pusat, pemda asal pelaku urbanisasi, dan pemkot yang didatangi pelaku  urbanisasi).

Lebih bagus lagi jika kolaborasi “tiga pihak” ini mampumenciptakan “deurbanisasi” yakni membalikkan urbanisasi menjadi “ruralisasi” (berpindahnya penduduk dari wilayah padat  ke daerah-daerah yang jarang penduduknya, yang minim lapangan kerja di daerah itu, dst). Jika konsep three parties ini terwujud, maka akan menjadi revolusi sosial tersendiri padasuatu negara yang akan dikenal  mampu  menciptakan kehidupan nasional yang seimbang, kota-kota yang manusiawi, dan bangsa yang bermartabat!

Dengan kata lain,jika program kolaborasi tiga pihak itu berhasil, maka suatu pemerintahan  telah memiliki sense of reverse (kemampuan membalikkan keadaan) dari “konvergensi” (mengerucutnya perpindahan penduduk ke suatu kota) menjadi “divergensi” (menyebarnya penduduk pindah ke berbagai daerah). Jadi konsepnya bagaimana suatu pemerintahan mampu menumbuhkan keunggulan-keunggulan di daerah lain sebagai magnet bisnis baru, magnet industri baru, ujungnya menjadi magnet lapangan kerja yakni terjadinya perpindahan penduduk kota padatke daerah asal ybs, tanpa mesti pemprov suatu kota mengeluarkan banyak himbauan, banyak ancaman razia KTP, banyakrazia pemukiman liar, dsb. Tak perlu! Karena kita menerapkan konsep pembangunan logik dan strategik!Bukan konsep pembangunan instant menjelang pilkada doank! Semoga! Dirgahayu DKI Jakarta!*****

Oleh: Noprizal Erhan Direktur

Institut Paradigma Indonesia

Ikuti tulisan menarik Noprizal Erhan lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler