Setiap tahun, terutama menjelang akhir libur lebaran, wacana tentang urbanisasi selalu menjadi pembahasan menarik di media. Tahun ini sejumlah ahli memperkirakan Jakarta akan dipadati sekitar 70.000 orang pendatang baru. Berbagai solusi dan langkah antisipatif ditawarkan para pengamat perkotaan dari sisi tata kota dan manajemen sosio-ekonomi. Sayangnya, hampir semua ahli berbicara tentang urbanisasi sebagai masalah regional. Karena itu mereka hanya mencoba mencari solusi secara parsial untuk Jakarta, Surabaya, Bandung atau kota-kota besar lainnya.
Koordinasi Nasional
Tingginya angka urbanisasi tahun ini adalah bukti nyata gagalnya program pembangunan desa yang dicanangkan pemerintah dalam beberapa tahun terakhir. Berbagai insentif seperti dana pembangunan desa yang mencapai angka Rp. 1 Milyar (per desa) dan pembangunan infrastruktur besar-besaran di daerah belum mampu meningkatkan lowongan kerja dan peluang ekonomi secara signifikan bagi masyarakat di daerah. Karena itu kota-kota besar tetap menjadi primadona bagi mereka yang hendak memperbaiki kehidupan ekonomi.
Pemerintah sejatinya menggunakan angka urbanisasi untuk memetakan karakteristik sosio-ekonomi tiap daerah sebagai dasar untuk merancang pembangunan daerah yang lebih tepat sasaran. Pemerintah pusat mesti berokoordinasi dengan pemerintah daerah (kota) untuk mendapatkan data yang valid tentang daerah asal para pendatang baru di kota-kota besar dan karakteristik pekerjaan yang mereka sasar. Dengan demikian pemerintah dapat merancang pembangunan daerah sesuai kebutuhan kerja penduduknya.
Peluang Ekonomi
Pendekatan di atas sejatinya tidak bertujuan untuk membendung arus urbanisasi. Karena urbanisasi adalah karakteristik masyarakat modern dan post-modern. Urbanisasi adalah fakta yang tak bisa dielakkan negara manapun di dunia, tapi dapat dikelola menjadi peluang ekonomi, salah satunya adalah dengan mendirikan kota-kota baru. Dengan mencanangkan pembangunan yang tepat sasaran di daerah, dengan sendirinya akan terbentuk kota-kota baru di daerah dan arus migrasi ke kota-kota besar seperti Jakarta dengan sendirinya akan berkurang. Dengan demikian Indonesia akan memperoleh manfaat yang lebih besar dari urbanisasi.
Data terbaru dari BANK Dunia menunjukkan, Indonesia adalah salah satu negara di ASIA yang memperoleh mamfaat ekonomi paling kecil dari urbanisasi. Tiap 1% pertumbuhan urbanisasi berkorelasi dengan peningkatkan PDB per kapita 13% untuk India, 10% untuk Tiongkok, dan 7% untuk Thailand. Bandingkan dengan Indonesia, yang hanya memperoleh 4% pertumbuhan PDB untuk setiap 1% pertumbuhan urbanisasi. Penyebabnya adalah urbanisasi di Indonesia selalu diartikan sebagai perpindahan penduduk dari desa ke kota-kota besar yang telah ada seperti Jakarta, Surabaya, Bandung dan kota-kota besar lainnya sehingga meningkatkan kemacetan, polusi, dan risiko bencana. Maka Pemerintah Indonesia sudah saatnya memiliki masterplan Urbanisasi Nasional dengan fokus penciptaan kota-kota baru yang tentu merupakan pusat-pusat ekonomi baru. Itu hanya bisa direalisasikan dengan pembangunan yang tepat sasaran di daerah.
Ikuti tulisan menarik Putu Suasta lainnya di sini.