x

Iklan

Mohamad Cholid

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

#SeninCoaching: Fully Engaged with Our Goals is Great

Kualitas engagement para leaders meningkatkan engagement level team

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Leadership Growth: Embrace Life Deliberately, Will You?   

 

Mohamad Cholid

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Practicing Certified Business and Executive Coach

 

Engagement matters. Tengah hari itu, saat inagurasi sebagai Presiden AS ke 35, John F. Kennedy menyampaikan pidatonya yang terkenal dan sering dikutip banyak pihak, mengajak bangsanya untuk menjadi warga negara yang proaktif: "Ask not what your country can do for you; ask what you can do for your country."

Ia juga mengharapkan bangsa-bangsa di dunia untuk bergabung melawan “musuh bersama, yaitu tirani, kemiskinan, penyakit dan perang.”

Bagi yang tahu perkembangan karir John F. Kennedy (JFK) akan menilai ajakan tersebut sah bukan karena dia seorang presiden, tapi karena JFK muda sudah membuktikan apa yang dia ucapkan tersebut. Pidatonya bukan retorika seorang politisi yang hanya menggoreng wacana, melainkan berdasarkan pengalamannya sendiri.

JFK lulus dari Harvard College dengan predikat cum laude dalam bidang pemerintahan 1940. Pada September 1941 bergabung ke United States Naval Reserve. Setelah beberapa penugasan antara lain di Naval Intelligent di Washington, D.C dan Panama, JFK pada 1943 ditugasi memimpin tim patroli torpedo di berbasis di Pulau Tulagi dan Solomon, samudera Pasifik.  

Pada 1 Agustus malam dalam misi patroli ke 31, Kennedy dan tim mempergoki sebuah kapal perusak Jepang. Saat bersiap atur posisi untuk menyerang, motor boat-nya mendadak ditabrak destroyer Amagiri dan terbelah. Dua kru langsung meninggal. Di antara puing-puing yang terapung, Kennedy mengumpulkan 10 orang anggota tim PT-109 yang bertahan hidup, dua diantaranya terluka, untuk memutuskan terus melakukan serangan atau mundur.

“Situasi ini tidak ada di buku,” katanya. “Banyak di antara kalian sudah berkeluarga dan ada yang punya anak. Apa yang akan kalian lakukan?  I have nothing to lose.”

Menghindari untuk menyerah, mereka berenang ke pulau terdekat, tiga mil jauhnya. Kennedy, dalam keadaan punggung yang cidera lagi akibat kapal motornya ditabrak itu, berkeras menggandeng satu kru yang terluka bakar berenang ke pulau tersebut dan pindah ke pulau berikutnya, sebelum kemudian diselamatkan pada 8 Agustus. Kennedy dan Letnan Muda (AL) Leonard Thom, perwira eksekutifnya, kemudian memperoleh Navy and Marine Corps Medal untuk tindak kepahlawanan dan Purple Heart Medal untuk kondisi terluka dalam perang.

Di samping kehidupan pribadinya yang colorful, kualitas engagement JFK untuk negaranya tidak ada yang meragukan. Ia dinilai sebagai salah satu dari beberapa presiden AS terbaik, bersama Abraham Lincoln, George Washington, dan Franklin D. Roosevelt. Bersama mereka JFK dianggap berhasil mengubah sejarah Amerika dan ikut mewarnai sejarah dunia.

Para leadership guru dan praktisi dalam kepemimpinan bisnis dan lembaga-lembaga yang bersintuhan dengan kepentingan masyarakat luas, memiliki pandangan bahwa kualitas engagement berpengaruh positif pada kehormatan seseorang.

Pemimpin-pemimpin yang demikian engaged dengan organisasi yang dikelolanya dan siap berinteraksi positif dengan para stakeholders-nya umumnya memiliki legacy kuat. Beberapa contoh: Di tingkat nasional, kita akan tetap mengingat jasa-jasa Soekarno- Hatta. Untuk TNI tidak ada yang meragukan karisma Jenderal Sudirman, di Kepolisian RI keteladanan Jenderal Hoegeng Imam Santoso melekat dalam di kolektif memori masyarakat sampai saat ini.

Sedangkan para tokoh yang mengaku sebagai pemimpin, namun kualitas engagement dengan yang mereka pimpin kurang dibandingkan engagement mereka dengan kepentingan-kepentingan sesaat (kekayaan, jabatan, dan kemenangan pemilu), umumnya mengalami dilema dan terbukti malah melahirkan banyak kemudaratan bagi masyarakat.

Pemimpin dengan kualitas engagement yang intens, seperti JFK atau Bung Karno-Bung Hatta, akan mudah menggerakkan rakyat untuk bekerja sama menggapai tujuan-tujuan mulia. Bahkan banyak yang bersedia mengorbankan nyawa, saat perang mempertahankan kemerdekaan RI. Pada level ini, kualitas leadership para pemimpin sudah berhasil membuat para pejuang bergerak melebihi tugas, karena ada cinta dan kehendak untuk menjadi berarti (meaning).   

Di dunia bisnis, kualitas engagement para pemimpinnya juga sangat berpengaruh pada tingkat engagement tim. Jika para manajer memiliki engagement mendalam dengan organisasi dan berhasil meningkatkan kompetensi mereka ke taraf leader, mereka akan pantas mengatakan kepada karyawan, “jangan bertanya apa yang diberikan perusahaan kepada kalian, tapi tanyakan apa yang kalian kontribusikan ke perusahaan.”

Persoalannya, banyak organisasi menyenangi jebakan pola manajemen masa lalu (zaman revolusi industri), birokratis, dan menggiring karyawan hanya pada level malicious obedience atau willing compliance, dengan ancaman dan reward. Karena karyawan adalah sumber daya manusia, nasibnya sebagaimana sumber daya lainnya, dipakai seoptimal mungkin – bahkan masih ada organisasi (bisnis) yang tidak perduli untuk meningkatkan kompetensi karyawannya.

Pada situasi seperti itu, rasanya mustahil mengajak karyawan untuk engaged dengan visi dan misi organisasi.

Tantangan banyak perusahaan dan institusi-institusi lain, seperti lembaga-lembaga pemerintah dan swasta, adalah rendahnya tingkat engagement tim dalam mengusung misi dan visi organisasi. Kebanyakan direktur dan pimpinan lembaga yang saya temui menceritakan kenyataan ini.

Tim yang kurang engaged dengan tujuan-tujuan organisasi umumnya dapat merusak hubungan dengan pelanggan atau masyarakat. Jika hal ini terjadi berkepanjangan dapat mengancam ekistensi lembaga.

Di situlah pentingnya menerapkan active questions bagi para leaders atau potential leaders dalam keseharian mereka (lihat Leadership Growth: Learning from the Champions, #SeninCoaching edisi sebelum ini). Setelah secara konsisten menerapkan pada diri masing-masing, melakukan evaluasi hasilnya, baru para leaders itu pantas meminta tim/karyawan untuk juga mengimplementasikan active questions tersebut. Mengajak untuk lebih engaged.

Active questions, dengan pembuka “Did I do my best to ..”, menurut Marshall Goldsmith, mengandung elemen “upaya” dari kita. “They created a different level of engagement with my goals,” katanya, setelah menerapkan active questions secara konsisten. Marshall Goldsmith usianya 68 tahun, oleh pelbagai lembaga yang credible antara lain Harvard Business Review, Global Gurus, dan Association of Corporate Executive Coaches, dinobatkan sebagai leadership thinker dan top executive coach kelas dunia. Namun ia masih terus melakukan evaluasi diri, setiap hari.

Kita mungkin tidak berhasil meraih goals setiap waktu. Tapi tidak ada alasan untuk menolak mencobanya. “Anyone can try,” kata Marshall.

Inti dari pembelajaran dan implementasi Marshall Goldsmith Stakeholder Centered Coaching (MGSCC), sebagaimana saya jalani selama lebih dari dua tahun, utamanya adalah upaya mengefektifkan pola pikir, perilaku dan kualitas leadership kita dalam berinteraksi dengan kehidupan.

Bagi para eksekutif di perusahaan dan di institusi-institusi lain yang berkeinginan kuat untuk berkembang, di level junior manager sampai CEO-nya sekalipun, metode MGSCC dapat diandalkan. Ribuan institusi penting di 55 negara, termasuk para direktur di lebih dari 100 perusahaan kategori Fortune 500 dan US Navy, sudah membuktikan benefitnya.   

Kualitas engagement sangat berpengaruh pada konteks strategis keberadaan kita di dunia. 

Barangkali kita belum tentu dapat mencapai engagement seperti John F. Kennedy atau Bung Karno-Bung Hatta, yang memimpin perubahan bangsanya dan mewarnai sejarah dunia.  Setiap orang memiliki sejarahnya sendiri. Tapi, dengan anugerah dari Tuhan yang tercurah tak terhitung banyaknya, apakah di antara Anda belum tergerak untuk mendalami kehidupan dengan lebih intens dan memberikan positive impact bagi kehidupan, untuk organisasi yang Anda pimpin, demi keluarga, untuk lingkungan tempat tinggal, dan tempat bekerja?  

 

 

Mohamad Cholid adalah Head Coach di Next Stage Consulting

Certified Executive Coach at Marshall Goldsmith Stakeholder Centered Coaching

Certified Marshall Goldsmith Global Leader of the Future Assessment

Alumnus The International Academy for Leadership, Jerman

(http://id.linkedin.com/in/mohamad-cholid-694b1528)

 

 

Ikuti tulisan menarik Mohamad Cholid lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler