x

Iklan

Mustafa Hasan

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Ekonomi Kerakyatan

Surat untuk Presiden Jokowi

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kepada yang terhormat bapak Presiden Republik Indonesia. Permasalahan ekonomi Indonesia yang morat-marit dan semakin tidak tertangani telah menjadikan ekonomi rakyat semakin miskin dan tidak karuan. Penguasaan ekonomi atau lebih dikenal dengan monopoli dikuasai oleh para pelaku ekonomi tingkat atas. Pencaplokan terhadap ekonomi masyarakat bawah sudah menjadi rahasia umum di kalangan awam dan elit politik. Aparat-aparat atau politisi yang ada seakan-akan tidak pernah melihat bahwa ekonomi masyarakat bawah ini sudah hancur sejak reformasi hingga sekarang. Kondisi ini tidak pernah berubah dan mungkin tidak akan pernah berubah selama aparatur pemerintah tidak menangani secara serius. Hal ini ibarat ada kekuatan yang tidak bisa disentuh oleh politisi, aparat, bahkan oleh pelaku ekonomi masyarakat bawah. Layaknya bayang-bayang yang menyelimuti ekonomi itu sendiri. Padahal, infrastruktur di negara ini sudah lengkap seperti KPPU, KPK, kementrian ekonomi, perdagangan, dan lain sebagainya. Sayangnya, mereka semua tidak tahu atau pura-pura tidak tahu sehingga berdampak pada ekonomi masyarakat bawah yang hancur.

Contoh yang paling nyata di masyarakat Jawa Timur adalah petani tembakau. Harga tembakau yang dijual oleh para petani tembakau hancur total, bahkan harga jualnya lebih mahal daripada ongkos untuk memanennya. Ini tak lebih daripada permainan cukong-cukong yang berlindung, entah itu aparat, ulama, atau politisi yang menjadikan ekonomi masyarakat ini hancur lebur. Begitu juga dengan petani padi, perkebunan, jagung, dan sebagainya. Harga gabah sangat murah untuk dijual oleh petani akan tetapi harga beras begitu tinggi. Kemana koperasi-koperasi yang dibentuk oleh pemerintah? Dan kemana departemen perdagangan dan perindustrian, apakah mereka tidak tahu atau pura-pura tidak tahu?

Seperti yang kita ketahui, petani tembakau menikmati hasil panennya sepuluh tahun sekali. Padahal jika harga tembakau bagus, seluruh masyarakat tidak akan kelaparan, mulai dari penanam tembakau, kuli yang memanen, dan tetangga yang memiliki kuli tembakau itu, semua kecipratan dari hasil tembakau. Nah, ini permainan siapa? Hal seperti ini sudah berpuluh tahun tidak pernah teratasi oleh pemerintah. Lalu, petani ini mau mengadu kemana? Semua tumpul. Ini permainan yang keji dan penjajahan model baru terhadap rakyat. Padahal harga rokok tidak pernah turun. Lalu, siapa yang menikmati hasil tembakau yang membuat para petani ini sengsara?

Andai saja hasil panen tembakau sesuai dengan harga pasar yaitu dengan harga yang normal, maka tidak akan terjadi kemiskinan di masyarakat jawa timur yang dikenal dengan tapal kuda yaitu kerasidenan Besuki yang meliputi Jember, Bondowoso, dan sekitarnya.

Kami memiliki solusi jika bapak Presiden mau untuk mengatasi problem ini. Ketika petani tembakau panen, pemerintah harus membeli hasilnya dengan harga pasar sehingga hasil yang berlimpah ruah itu bisa dinikmati oleh petani dan masyarakat pada umumnya. Tidak untuk diserahkan kepada cukong-cukong yang menekan dari hasil panen  itu sendiri. Bapak Presiden yang terhormat, silahkan bapak Presiden mengutus intel untuk turun ke lapangan, mulai dari penanaman hingga pemanenan tembakau.

Sekarang kita beralih kepada tenaga kerja luar negeri Indonesia (TKILN), penghasil devisa terbanyak di Indonesia. Menurut laporan BI enam tahun yang lalu sebelum moratorium, devisa yang masuk ke Indonesia melalui pengiriman uang TKILN berkisar kurang lebih 120 triliun. Saat itu, TKI digaji di timur tengah perbulannya 600 riyal atau 600 dirham sehingga menghasilkan seperti yang tersebut di atas. Beberapa waktu yang lalu, terjadi MOU antara Indonesia dengan kerajaan Saudi Arabia yang katanya jasa yang diberikan oleh pihak Saudi berkisar 1400 riyal. Jumlah ini dua kali setengah dari enam tahun yang lalu. Jika jumlah TKI yang dikirim sama dengan 6 tahun yang lalu berarti devisa yang masuk ke Indonesia adalah 460 triliun rupiah minimal pertahun.

Uang yang dikirim oleh TKI dari tempat mereka bekerja langsung tepat sasaran ke rakyat, karena TKI mengirim pada keluarganya via bank dan langsung dibelanjakan sehingga bukan hanya TKI yang menikmati tapi masyarakat di sekitarnya. Lain halnya dengan yang pemerintah lakukan seperti mendata yang mana masyarakat miskin dan mampu untuk memberikan BLT (Bantuan Langsung Tunai). Saya kira TKI yang mengirim uangnya pada keluarga itu lebih tepat daripada BLT atau program yang sejenisnya dari pemerintah. Itu masih yang dari bank bukan yang dibawa oleh TKI itu sendiri. Mengapa hal ini tidak ditangani secara serius dan diperbaiki oleh petugas dari pemerintah di luar negeri sehingga perlindungan terhadap TKI maksimal atau setidaknya dibuat sistem yang bisa melindungi TKI tersebut. Kami juga punya solusi soal ini dan kami siap mempresentasikan kepada bapak Presiden. Mudah-mudahan bapak Presiden berkenan atau merespon dan menerima usulan dari kami ini mulai dari perekrutan hingga TKI pulang ke Indonesia.

Mustafa Hasan

Pemerhati Ekonomi Kerakyatan

 

Ikuti tulisan menarik Mustafa Hasan lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB