x

Iklan

Mohamad Cholid

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

#SeninCoaching: Reguk Kehidupan, Be Outstanding

Engagement sangat penting untuk sukses. You do it because it reinforces your sense of who you are and who you will become.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Leadership Growth: Struktur Penting Agar Anda Lebih Hebat

Mohamad Cholid

Practicing Certified Business and Executive Coach

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

….

Isi gelas sepenuhnya lantas kosongkan,

Tembus jelajah dunia ini dan balikkan

(Sajak Kepada Kawan, Chairil Anwar)

 

Engagement Matters Part 2: Para eksekutif di kota-kota besar dunia, termasuk Jakarta, umumnya terlatih untuk merengkuh kehidupan sebagaimana digambarkan dalam salah satu sajak Chairil Anwar tersebut. Dengan intensitas tinggi mereka melakukan banyak hal yang challenging, untuk meraih sukses dan berharap lebih sukses lagi.

Contohnya Mr. Djon Friday, lahir dan tumbuh sampai sarjana, di Jakarta. Setelah memutuskan loncat dari zona nyaman sebagai manajer keuangan sebuah grup perusahaan dengan revenue Rp 2 T, Mr. Djon Friday, usia 46 tahun, menjadi general manager perusahaan yang disiapkan tumbuh dengan target revenue Rp 3 T tahun depan. Tantangan tersebut dia jalani dengan semangat.

Belakangan ini Mr. Djon selalu pulang malam dan begitu sampai di rumah, duduk sebentar, dalam beberapa menit tertidur.  Exhausted, katanya. Setelah hampir setahun kerja pontang-panting bagaikan berada di pusaran badai itu, dari sejumlah proyek baru yang ditanganinya belum ada yang sukses memberikan kontribusi signifikan bagi organisasi.

Apa yang terjadi dan bagaimana mengatasinya?

Mr. Djon telah bekerja keras, penuh dedikasi. Itu diakui oleh semua pihak, rekan kerja maupun Board of Directors. Namun, dari sejumlah fakta dan berdasarkan survei, dapat kita lihat bahwa bekerja keras dengan intens sampai exhausted rupanya bukan jaminan keberhasilan para eksekutif.

Kenyataannya, banyak kasus perusahaan gagal bukan karena para pimpinannya, termasuk CEO-nya, tidak bekerja keras. Atau bukan pula lantaran marketing-nya kurang canggih serta akibat produksi/jasanya hanya di tingkat rata-rata. Tapi mereka gagal karena pola kepemimpinan mereka tidak efektif. Masih tenggelam dalam gaya kepemimpinan lama, menolak belajar meningkatkan kompetensi diri karena merasa pernah sukses, dan tidak fokus.  Kalaupun mereka menerapkan KPI (key performance indicator), belum berdasarkan metode yang reliable, masih belum menjamin setiap eksekutif di semua lini accountable.

Para eksekutif yang bekerja dengan intens juga bukan jaminan mereka engaged dengan goal organisasi.  Overwhelmed dengan pekerjaan, proyek-proyek, dan sejumlah ide yang hebat, telah menyebabkan banyak eksekutif terjebak busy-ness, mereka belum benar-benar running the business. Sepertinya the business runs over them.   

Kualitas engagement juga bukan diukur berdasarkan to do list tiap hari atau mingguan yang tampaknya masih banyak dipakai di perusahaan-perusahaan dan di institusi-institusi pemerintah. Perlu diketahui, to do list dapat menimbulkan kerancuan. Sekedar menyelesaikan tugas atau benar-benar ada achievement yang terukur untuk menuju results yang diinginkan?       

Menurut Anda bagaimana, bukankah hal semacam itu yang masih terjadi di banyak organisasi? Situasinya menjadi lebih gawat jika para eksekutifnya juga terjebak dalam badai distraksi – dapat berupa gagasan-gagasan baru yang menarik, urusan rutin, godaan micro managing, etc.

Setelah dapat menerima dan mengakui kenyataan tersebut, yang mungkin bagi sebagian orang terasa getir, kita dapat memilih cara untuk mengatasinya demi meraih keberhasilan yang lebih baik.

Pilihan utamanya adalah meningkatkan kualitas engagement para eksekutif di setiap lini organisasi. Mereka diminta untuk deliberately (dengan penuh kesadaran dan kecermatan) “engaging with full concentration in a special activity to improve one’s performance,” – ini bahasa Karl Anders Ericsson, Ralf Krampe, and Clemens Tesch-Römer dalam penelitian mereka mengukur tingkat keberhasilan para pemain biola di sebuah konservatori di Berlin, pada 1980-an, untuk membedakan apa saja yang dilakukan para pemain yang outstanding dengan yang sekedar bagus.

Kuncinya adalah, “focused, structured, and offers clear goals and feedback; it requires paying attention to what you’re doing and observing how you can improve.”

Pendekatan secara terstruktur dalam memperkuat engagement, menerapkan feedforward (menentukan langkah kedepan pada saat evaluasi), melibatkan para stakeholders, merupakan faktor-faktor penting dalam proses behavioral change untuk meningkatkan efektivitas para leaders atau eksekutif. Metode ini sudah diterapkan oleh Marshall Goldsmith Stakeholder Centered Coaching (MGSCC) sejak lebih dari seperempat abad dalam enabling successful leaders to achieve positive and measurable change in leadership behavior di ribuan institusi yang memiliki reputasi terpuji di dunia. Seperti GE, Microsoft, Dell, LG, Hyatt, Bayer, Bank of America, Citibank, Apple, Syngenta, Johnson & Johnson, Ford, GSK (GlaxoSmithKline), World Bank, etc.

Sebenarnya banyak program training bagus yang dipakai oleh sejumlah perusahaan dan institusi pemerintah. Namun dalam implementasinya kurang efektif, rata-rata dalam tiga bulan sudah tidak terpatri lagi dalam muscle memory para eksekutifnya. Sehingga mereka kembali ke habit lama. Demikian cerita para direksi dan pimpinan di sejumah organisasi.

Berdasarkan penggalian informasi, hal itu umumnya disebabkan karena beberapa hal, yaitu:  tidak ada follow up melalui coaching engagement; direksi maunya serba cepat seolah-olah dengan training-training itu semua urusan teratasi; implementasinya tidak terstruktur; tidak melibatkan stakeholders; dan program training-nya disesuaikan dengan “selera” segelintir orang (pejabatnya atau oleh Serikat Pekerja), bukan berdasarkan tujuan-tujuan jangka panjang institusi dan pengembangan human capital.

Jika program pengembangan eksekutif di lembaga Anda dipilih berdasarkan reputasi provider yang teruji dan hasilnya sudah diakui ribuan institusi di dunia maju, saat implementasinya juga sebaiknya dilakukan secara terstruktur. Ini penting.

MGSCC sangat menekankan pada implementasi dan follow through dalam membantu meningkatkan efektivitas kepemimpinan para eksekutif, sehingga hasilnya terukur. “Working with Marshall Goldsmith Stakeholder Centered Coaching has been highly engaging. We learned practical and actionable ways for leader to get better,” kata Jack Stoltzfus, Ph.D, Manager of Talent Development, 3M Company.

Mengubah haluan perusahaan dan perilaku para eksekutif memang dapat berhasil baik jika dilaksanakan secara terstruktur. Alan Mulally, CEO Ford Motor Company 2006 – 2014 yang berhasil mengubah perusahaan otomotif ini dari merugi US$ 12,7 miliar menjadi profitable, membuktikan pentingnya struktur tersebut.  “We do not get better without structure,” kata Marshall Goldsmith, berdasarkan pengalamannya bertahun-tahun memberikan coaching dan melakukan riset tentang perubahan.     

Implementasi secara terstruktur akan menyadarkan para eksekutif seperti Anda memiliki alasan deliberately engaged dengan tujuan-tujuan perusahaan. Ada kejelasan (clarity) goal bersama dan bagaimana meraihnya secara sistematis dan terukur. Dan apa pun kondisinya, menurut saya, tim dan stakeholders Anda berhak mendapatkan versi terbaik diri Anda, day in day out. Benar?

Menggunakan active questions dengan pembuka “Did I do my best to ….” dapat membantu kita mereguk kehidupan dengan terukur. Anda tidak mau seperti Mr. Djon Friday, kan, yang bekerja keras menembus berbagai rintangan namun belum mencetak goal? Anda ingin tampil dengan hasil outstanding, kan?

Selain membuktikan adanya upaya dari diri kita, deliberately engaged menurut para praktisi leadership  dapat “reinforcing your sense of who you are and who you will become.”

 

Mohamad Cholid adalah Head Coach di Next Stage Consulting

Certified Executive Coach at Marshall Goldsmith Stakeholder Centered Coaching

Certified Marshall Goldsmith Global Leader of the Future Assessment

Alumnus ‘The International Academy for Leadership’, Jerman

(http://id.linkedin.com/in/mohamad-cholid-694b152 8)

 

 

 

Ikuti tulisan menarik Mohamad Cholid lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler