x

Iklan

Cut Indri Humaira

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Wali Nanggroe Sepantasnya Keturunan Raja

sembilan keturunan raja, masing-masing dari beberapa Kerajaan Aceh memiliki hak untuk menjadi Wali nanggroe Aceh

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sejarah Aceh bukan dimulai oleh Hasan Tiro, disaat ia memproklamirkan Gerakan Aceh Merdeka, namun sejarah Aceh telah berlangsung lama, sejak masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda.

Jangan sekali-kali melupakan sejarah yang panjang ini, perjuangan dan pengorbanan para Indatu patut diapresiasi dan mesti terus dilestarikan sebagai warisan bagi generasi masa kini dan masa yang akan datang,

“Generasi yang akan datang harus diwarisi dengan kebenaran sejarah, Aceh tidak dimulai oleh perjuangan GAM dibawah kendali Hasan Tiro, Kesalahan ini yang harus diperbaiki dan diluruskan, jika tidak, generasi Aceh mendatang akan membangun sejarahnya sendiri tanpa landasan sejarah yang benar dari para pendahulunya dan pada akhirnya generasi ini tidak pernah belajar, justru hanya mengulang-ulang kesalahan yang sama sebagaimana yang dilakukan oleh pendahulunya“.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Agar pemerintahan Aceh dan generasi saat ini berhenti melakukan pembodohan sejarah, dengan adanya Lembaga Wali Nanggroe yang dijabat oleh sosok yang bukan dari garis keturunan Raja Aceh.

Sangat ironi memang, padahal keberadaan keturunan raja Aceh masih terdata dan tersebar dibeberapa wilayah Aceh, yaitu sembilan keturunan raja, masing-masing dari Kerajaan Pidie, Raja Nagan, Raja Negeri Daya, Raja Pasee, Raja Peurelak, Raja Aceh, Raja Trumon, Raja Tamiang dan Raja Linge.

Sepahit apapun sejarah harus dikemukakan apa adanya dengan benar. Tidak perlu dibelok-belokkan. Membuka kebenaran sejarah jangan dimaknai sebagai upaya menggetarkan luka lama dan melahirkan dendam, tapi justru harus disikapi secara dewasa agar tidak terjadi kesalahpahaman berkepanjangan.

“Padahal keturunan Raja Aceh masih ada, tapi kenapa Wali yang berkuasa. Wali yang semestinya sebagai pengayom kerukunan seluruh masyarakat Aceh justru menjadi mesin politik golongan tertentu saja, sehingga lembaga yang tidak jelas fungsinya ini pun terus mendapat kecaman dan tudingan miring dari mayoritas masyarakat Aceh”.

Ikuti tulisan menarik Cut Indri Humaira lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler