x

Iklan

Mohamad Cholid

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

#SeninCoaching: Be the Best Version of You

Menemukan versi terbaik diri kita, day in day out, merupakan perjalanan indah

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Leadership Growth: Apa Versi Terbaik Diri Anda Hari Ini?

 

Mohamad Cholid

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Practicing Certified Business and Executive Coach

 

Engagement Matters Part 3: US$ 350 milyar adalah jumlah kerugian yang dialami ekonomi AS rata-rata per tahun akibat para pekerja di negeri itu tingkat engagement-nya rendah. Di Australia, kerugian akibat kualitas engagement para pekerjanya yang rendah adalah US$ 45 milyar setahun.

Data tersebut diungkapkan Ken Wright, mantan CEO Westpac Financial Services dan penulis buku The People Pill: The Cure for Every Manager’s Number One Problem. Hasil survei Ken Wright menyebutkan, tingkat engagement secara umum 50%, dengan kata lain 50% pekerja selebihnya bersikap pasif, menunggu diajak para leaders mereka untuk menjadi lebih engaged.

Menurut Gallup's World Poll, umumnya para karyawan tidak menyukai pekerjaan mereka, khususnya bos mereka.  “My own conclusion is that this is why global GDP per capita, or productivity, has been in general decline for decades,” kata Jim Clifton, Chairman dan CEO Gallup.

Di Jepang situasinya makin gawat, “Praktik-praktik manajemen belakangan ini telah merusak budaya mereka,” kata Jim Clifton, 13 Juni lalu. Akibatnya, 94% karyawan tidak engaged dengan pekerjaan mereka.  Tingkat stress tinggi, secara klinis kondisi mereka rata-rata burnt out, dan kasus bunuh diri juga bertambah. Itulah yang menyebabkan pemerintah Jepang turun tangan.

Gallup’s World Poll menyebutkan, di seluruh dunia tingkat engagement para karyawan tetap (full time) rata-rata hanya 15%.  Di AS lebih baik, 30% -- itu pun telah menggerogoti ekonomi US$ 350 milyar setahun.

Di lingkungan masyarakat yang memiliki disiplin kerja secara umum lebih baik seperti di AS tingkat engagement karyawan 30%. Bagaimana di Indonesia? Berdasarkan hasil survei Gallup 2016, para karyawan di Indonesia tercatat 8% yang benar-benar engaged, 77% kurang engaged, dan 15% actively disengaged.

Jika kita sepakat dengan para pakar dan praktisi di bidang ketenagakerjaan dan leadership, dan juga sesuai dengan beberapa survei di perusahaan termasuk BUMN, bahwa kualitas employee engagement memiliki pengaruh positif pada peningkatan kinerja organisasi -- serta profit -- maka berdasarkan data Gallup di atas kita jadi tahu kenapa tingkat produktivitas di Indonesia rendah. Hanya 8% karyawan di Indonesia yang sungguh-sungguh engaged.

Bagaimana gambaran pola kerja di Indonesia secara umum? Ini hasil observasi random: banyak yang bekerja sambil sibuk dengan media sosial, bahkan di sejumlah kantor para karyawan dan pimpinan bekerja sembari sekali-sekali nonton televisi.

Banyak definisi tentang employee engagement ditulis oleh para pakar di bidang ketenagakerjaan, di Indonesia maupun oleh para ahli di negara-negara lain. Dari mereka secara garis besar dapat disimpulkan demikian: engagement adalah kemauan dan kemampuan seseorang untuk melibatkan fisik, pikiran, dan hati meningkatkan kualitas profesionalnya dan tanggung jawabnya sesuai dengan fungsi masing-masing.  Di sini ada komitmen (kemauan) dan kemampuan (kompetensi).

Faktor kemauan perlu diperhitungkan. Dalam sejumlah kasus, para karyawan dengan gaji yang sama dan mengikuti program pelatihan sama di suatu perusahaan/organisasi, berperilaku tidak sama saat menghadapi pelanggan.  Tingkat engagement mereka berbeda.

Di samping itu, lingkungan yang dipengaruhi belief (keyakinan), attitude, behavior, dan norma para pemimpin di organisasi dapat menentukan kualitas engagement tim. Ini memiliki impact pada performa organisasi, pelayanan kepada klien/pelanggan, kesigapan mengantisipasi perubahan lanskap bisnis dan situasi makro.

Employee engagement sebagai cultural fit, menurut Gallup berdasarkan survei di sejumlah perusahaan dengan tingkat engagement karyawan optimal, dapat meningkatkan profitabilitas sampai diatas 100%.

Pertengahan Juli 2017 ini untuk kedua kalinya Gallup mengadakan summit di Omaha, AS, sebagai upaya memberikan solusi meningkatkan engagement dan produktivitas pekerja di dunia melalui perubahan sikap dan perilaku manajemen.  Menurut Jim Clifton, “while the world's workplace is going through extraordinary change, the practice of management has been frozen in time for more than 30 years.”

Gallup melihat sejumlah kelemahan manajer dalam mencermati dan menyikapi perubahan perilaku karyawan, sehingga tingkat employee engagement di banyak perusahaan belum mengalami perbaikan berarti.

Ini terjadi karena, di antaranya, mereka melakukan survei tentang tingkat kebahagiaan karyawan tanpa menggali lebih dalam apa saja penyebab performa kerja yang kurang optimal; dan belum memperlakukan karyawan sebagai stakeholder untuk ikut menentukan masa depan organisasi.

Kesimpulan Gallup setelah menganalisis tempat kerja di 160 negara adalah: para manager mesti mengubah diri, dari pejabat dengan command and control menjadi berperan sebagai coach untuk tim mereka. 

Program usulan Gallup tersebut merupakan best practice yang sudah dibuktikan antara lain oleh GE, menggunakan metode yang dikembangkan oleh Marshall Goldsmith Stakeholder Centered Coaching (MGSCC) melatih para manajer dan leaders agar mereka menjadi para coaches internal.  Upaya ini dikoordinasikan pejabat senior Human Resources GE Linda Sharkey, waktu itu.

Hasil program di GE Capital, sebagaimana ditulis Linda Sharkey, Marshall Goldsmith, dan Will Linssen (salah satu Master Coach MGSCC) adalah: “The largescale coaching process applied at GE can easily be applied in organizations around the world. In global companies, the need to drive consistent leadership behaviors and organizational culture will be increasingly critical in organizational culture development.”

Bagaimana dengan organisasi Anda? Kapan mulai berupaya meningkatkan tingkat engagement karyawan dan mengubah perilaku para direktur, managers, team leaders, dan kepala divisi agar mereka menjadi lebih efektif? Bagaimana kalau para leaders di organisasi Anda juga memiliki kompetensi sebagai coach untuk anak buah mereka – menggunakan metode yang terukur dan proven?

Perubahan perilaku kepemimpinan agar menjadi lebih efektif prosesnya biasanya berlangsung 12 sampai 18 bulan. Melibatkan stakeholders, orang-orang penting di sekitar leader -- mereka adalah tim (direct reports), rekan setara (peers), dan atasan. Kalau Presiden Direktur atau CEO yang tidak punya atasan, stakeholders-nya selain direct reports dapat dia pilih sepanjang bukan kategori fan club. Jika komisaris dilibatkan boleh.

Para stakeholders sangat penting dilibatkan secara aktif untuk menentukan perubahan perilaku kepemimpinan seorang leader, karena merekalah yang menerima impact dari perubahan perilaku tersebut. Melibatkan stakeholders memungkinkan program coaching untuk leader dan timnya berlangsung secara real time on the job. Para stakeholders berperan sebagai accountability partners.

Selama proses coaching perubahan perilaku untuk meningkatkan efektivitas kepemimpinan berjalan, semua pihak diminta untuk selalu tampil dalam versi terbaik diri (the best version of self). Anak buah Anda layak mendapatkan versi terbaik diri Anda setiap hari.  Sikap ini jika dilatih secara berkesinambungan dapat melekat dalam muscle memory, sehingga bertahan lama dan dapat juga memacu tim untuk tampil dalam versi terbaik diri mereka masing-masing – jadi lebih engaged.  

 

Mohamad Cholid adalah Head Coach di Next Stage Consulting

Certified Executive Coach at Marshall Goldsmith Stakeholder Centered Coaching

Certified Marshall Goldsmith Global Leader of the Future Assessment

Alumnus ‘The International Academy for Leadership’, Jerman

(http://id.linkedin.com/in/mohamad-cholid-694b152 8)

 

Ikuti tulisan menarik Mohamad Cholid lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu