Salam Hormat, Prof Dr. Dien Syamsudin,
Perkenalkan nama saya Ignatius sebut saja begitu tentu bapak sudah bisa menebak agama saya apa. Saya merasa kian hari kian bodoh.Saya mengikuti perkembangan media sosial, membaca artikel di portal berita online, mendengar ceramah-ceramah agama, menyimak celoteh – celoteh di facebook, twitter. Rasanya mereka semakin pintar menulis dan berdebat. Dengan menyitir ayat-ayat suci, dengan menyertakan alasan-alasan berderet-deret dan sebagian bisa dimengerti sebagian lain membuat saya berpikir saya pembaca yang tolol atau mereka yang terlalu pintar.
Saya sudah membaca dari buku-buku filsafat dari uraian para ahli, dari sinopsis- sinopsis tentang karakter dan kepribadian manusia. Rasanya baik-baik saja. Tapi saya seperti gila jika membaca media sosial semacam facebook. Akidah dibentur-benturkan, keyakinan dibanding-bandingkan. Yang saya tahu keimanan seseorang itu yang bisa mengukur hanya Allah dan menurut keyakinan kami Allah Bapa di Surga. Di gereja kami tidak pernah mendengar kotbah agama dibentur-benturkan dengan ambisi politik. Dalam khotbah, pastur malah mengritik cara kami mengekspresikan keimanan kami yang masih belang bonteng. Tidak pernah mendengar khotbah pastur menyinggung keyakinan saudara yang kebetulan berbeda keyakinan. Kalau kami disebut mirip dengan khilafah, katolik sebagai sebuah entitas gerakan politik global apa buktinya. Kalau organisasi terbesar mungkin benar, tapi jika disamakan dengan khilafah, ah yang benar saja.
Anda sudah berkunjung ke Vatikan, melihat langsung pusat agama katolik di sana. Saya sendiri masih bodoh dalam hal pengetahuan alkitab, jarang membaca kitab, hanya saya yakin dan beriman dalam Kristus itu saja modal saya, jangan bawa saya untuk berdiskusi retorik, ilmiah dan ndakik-ndakik(tinggi mengawang - awang ), otak saya tidak sampai.
100 % Indonesia 100 % Katolik
Yang hendak saya tekankan Katolik itu seperti pada komitmen awal adalah 100% Indonesia, 100 % katolik( Uskup Agung Sugiyopranoto). Kami adalah bagian dari keragaman budaya, agama dan kebinnekaan. Tata cara keagamaanpun tidak serta mengikuti Vatikan dengan menggunakan bahasa Latin. Kami malah dekat dengan kebudayaan setempat, bahkan bisa menerapkan inkulturasi dalam tata upacara keagamaan. Kami tidak kebarat-baratan dengan mengagungkan budaya “sono”. Yang baik diserap yang tidak baik tidak ditiru. Kami sadar di setiap agama ada faham kanan dan ada faham kiri, ada yang ekstrem dan radikal, ada yang kompromistis. Tapi yang menjadi istimewa katolik sampai sekarang adalah kami satu dalam aturan peribadatan. Secara organisatorisnya pun cukup rapi. Bagian terkecil gereja adalah keluarga, lingkungan, stasi, lalu paroki, keuskupan sampai tahta tertinggi adalah kepausan yang membawahi Katolik Roma sejagat.
Benarkah Khilafah Mirip Kepausan?
Sebut saja pernyataan pak Din adalah sanjungan juga sebuah kritik. Terimakasih, atas asumsi Pak Din bahwa katolik adalah sebuah gerakan khilafah. Ah apa arti sebuah pernyataan jika menanggapinya secara frontal, marah-marah dan emosi. Bahkan menurut saya yang bodoh ini, kami merasa perlu merenung, berkontemplasi dan meneliti diri. Barangkali memang ada kesamaan dengan paham anda tentang Khilafah. Orang yang bijak kata orang adalah mereka yang bisa menerima kritikan orang lain betapapun tajamnya kritikan tersebut.
Kami memaklumi senyuman anda, kami juga memaklumi bumi yang menurut kami bulat entah anda apakah bulat atau datar. Jika bumi bulat dalam mengarungi hidup, memaknai kehidupan, meresapi arti keimanan tentu akan kembali ke diri sendiri. kami tidak harus merasa sombong bahwa kebenaran yang hakiki hanya milik kami. Saya masih barisan orang-orang yang cetek pengetahuan agama, makanya berhadapan dengan anda yang seorang Doktor professor pula harus berbesar hati untuk mengakui kepintaran anda.
Saya sudah membaca tentang cita-cita Khilafah, sebuah cita-cita yang luhur, menyatukan semua umat muslim sedunia dalam satu bentuk pemerintahan dengan dipimpin Khalifah. Katolik itu bukanlah gerakan politik, tidak pernah bercita-cita membentuk gerakan atau ormas. Spiritualitas Katolik adalah kesamaan pada keimanan dan Paus adalah pemimpin spiritual tertinggi. Katolik tidak bermaksud untuk membuat pengikutnya lepas dari negaranya. Umat katolik diharapkan menjadi garam bagi dunia berkah bagi negara dan bagian utuh negaranya, menjadi contoh baik sesuai ajaran Kristus yang mengembangkan hukum cinta kasih. Paus dipilih oleh para kardinal dalam rapat tertutup. Dipilih melalui diskusi, doa khusus dan diputuskan dalam sebuah konklaf.Jabatan Paus bukan jabatan politis, tugas Paus tidaklah mudah, sebab di samping memberi teladan dalam hal perilaku kepada umat di seluruh dunia, tugas Paus adalah membawa misi perdamaian, mencoba mengurai konflik-konflik yang berhubungan masalah kemanusiaan dan perdamaian dunia.
Keprihatinan saya terhadap para doctor, para professor, wakil rakyat di tanah air ini banyak dari mereka yang berpikir kontroversi, bukan berdaya untuk meluaskan wawasan kebangsaan atau mendengungkan pengetahuan bahwa keberagamaan itu adalah keniscayaan, banyak Prof Doktor yang malah nyinyir memprovokasi rakyat untuk membenci pemangku pemerintahan. Jika pemerintahan sudah pada trek yang benar bantu untuk memecahkan persoalan bangsa bukan memperkeruh dengan melontarkan pernyataan yang meresahkan masyarakat. Apalagi di jaman media sosial sekarang ini, pendapat apapun dari public figure akan dengan cepat terekam dan sesegera mungkin pernyataan itu akan menjadi konsumsi publik, akhirnya menjadi viral dan menjadi bahan perdebatan seru antara yang pro dan kontra.
Intelektual menjadi Juru damai dan Mengayomi
Pak Din, negarawan, intelektual, cerdik cendikia yang mengayomi. Kami butuh tokoh yang bisa digugu perkataannya, Hari hari belakangan ini kami resah dengan eksistensi teroris yang amat meresahkan. Tugas anda yang memahami konsep khilafah, dukung Pancasila, segera berantas terorisme, bukankah terorisme itu amat beda konsepnya dengan cita-cita khilafah seperti artikel yang pernah saya baca. bukan hanya mereka yang bisanya hanya memprovokasi, merebut rasa damai yang dulu pernah terasa ketika umat beragama saling menghargai keyakinan masing-masing, bukan untuk menyatukan dan memaksakan keyakinan menjadi gerakan global. Salam damai selalu.
Ikuti tulisan menarik Pakde Djoko lainnya di sini.