x

Iklan

Kamaruddin Azis

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Menteri Susi: Kita Menang di Lautan

Artikel ini berisi substansi dan sambutan (speech) Ibu Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti di HBH ILUNI, (15/07) di Jakarta.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pada Sabtu, 15 Juli 2017, Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI) menggelar Halal Bihalal di lantai 1 Gedung Mina Bahari III Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Sebanyak 300 kursi yang disiapkan panitia terisi semua. Saya hadir, sebagai blogger Indonesiana Tempo untuk mendengarkan sambutan dan perspektif Sang Menteri.

Mengapa di KKP?

Menurut Ketua ILUNI, Arief Budhy Hardono, mengapa HBH dilakukan di KKP sebab dalam Himpunan Alumni Universitas Negeri yang terdiri dari 26 ikatan alumni universitas negeri dari UI, ITB, UGM dan lain-lain, UI menjadi pemimpin dalam men-develop Pokja kemaritiman. Kedua, bukan hanya isu Pilkada, hak angket KPK, UI juga berjuang agar masyarakat pesisir sesuai konsep kemaritiman saat ini, harus diakselerasi.  Ketiga, ada 7 hal yang saat ini berkembang, kualitatif dan kasat mata, bukan hanya menjaga kekayaan alam bahari kita tetapi bicara kedaulatan maritim. "Ini sebuah kepercayaan diri yang luas," katanya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

“Bukan hanya kewajiban KKP tetapi kita semua. Pemerintah tidak bisa berjalan jika hanya KKP, tetapi semua staleholder, NGO dan university,” tambah alumni Fakultas Teknik angkatan 1984 ini.  Dia menambahkan bahwa bukan hanya harus berpanas-panas mendukung KPK tapi UI harus juga menjaga kedaulatan mariitm terjaga.

Sementara itu, Rektor UI, Muhammad Anis menegaskan bahwa dengan menyandang nama negara, UI selalu ingin mempunyai peran. Peran dalam menyelesaikan masalah-masalah bangsa, baik yang bisa dilakukan dengan kepakaran yang dimiliki, mau bersinergi dengan universitas lain, lembaga pemerintah dan swasta untuk memberikan yang terbaik untuk negara.

“Banyak hal yang bisa dikembangkan, terus dilakukan pengembangannya dan untuk mendukung kegiatan kemaritiman, kami sudah memilik yang namanya Maritim Center dan Infrastructure Center,” kata Anis.

Anis menambahkan bahwa selama ini eknomi yang kita kembangkan masih mengembangkan di darat, perlu mengembangkan yang ada di laut kita. Pertama, perikanan, untuk pendapatan negara. Kedua, transportasi, kita harus memanfaatkan laut sebagai salah satu sarana dan mengembangkan banyak pelabuhan-pelabuhan, dan yang ketiga adalah biota lautnya.

“Saya yakin betul bahwa tugas ibu Susi tidak ringan,kalau kita bicara vektor, vektornya dari kanan kiri atau bawah yang dihadapi oleh Ibu Susi. Kami mendoakan ibu Susi kuat dan bisa membawa resulatante yang bisa membuat bangsa kita lebih baik lagi,” kata Anis.

Perspektif Susi

Diminta berbagi pespektif tentang pengalaman memimpin Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia, Menteri Susi Pudjiastuti memaparkan dengan lempang, jenaka, cair mengalir.

“Pak Ota (Achmad Santosa, Ketua Satgas Pemberantasan Illegal Fishing) dan Pak Yunus Husein (Wakil Ketua II Pemberantasan Illegal Fishing) membuat saya, menjadi seorang pejabat yang lumayan civilized,” kata perempuan yang mengaku terbiasa dengan kerja sendiri dan tidak punya atasan selama 33 tahun ini. Peserta tergelak.

Sebagaimana pengakuannya, KKP kini punya lebih 100an profesor dan doktor (ada 18 profesor riset yang aktif). Selama hampir tiga tahun menjabat (di bulan Oktober menjadi 3 tahun), Susi banyak belajar dan melakukan pekerjaan yang dijalaninya dengan tanggung jawab dan profesional.

“Berbekal 30 tahun di perikanan dan penerbangan 10 tahun, diminta Jokowi untuk bergabung untuk membangun Indonesia sebagai Poros Maritim dunia dan menjadi Tol Laut masa depan bangsa,” akunya.  

Susi mengutip latar belakang dengan menyebut bahwa Indonesia punya lebih 17ribu pulau, 99 ribu kilometer panjang pantai dengan populasi 250 juta. Dan apa yang saya lihat selama 33 tahun mengerjakan pekerjaan saya sebagai laveransir dan eksportir ikan, (terakhir eksppor tahun 2004) sebuah mimpi dan ambisi secara geografis sangat realistis, tapi secara ‘what we have to the point, waktu Jokowi menjadi Presiden, masih sangat jauh.

“Neraca perdagangan di bidang perikanan, neraca ekspor kita masih nomor 3 di Asia Tenggara. Refleksi laut kita masih nomor dua di dunia, tidak kelihatan,” sebutnya.

“Sebagian masih teka-teki (puzzle), tapi 10 tahun di Susi Air, saya traveling, saya beroperasi di Papua, di Indonesia timur masih banyak yang mesti dibenahi,” katanya. Yang dilakukan di KKP adalah mencoba cari tahu realita dan status kelautan dan perikanan yang ada.

“Dari sensus, 2013-2014, jumlah rumah tangga nelayan dari semua 1,6 juta menjadi tinggal 800ribu saja. Ada 115 belas eksportir atau pengolahan yang tutup,” ungkapnya.  Yang lainnya, kata Susi, ekspor kita cuman nomor tiga, saya melihat ada illegal, unreported, unregulated (IUU) bidang perikanan kita. Ada banyak kapal asing beroperasi.

“Saya perlu hampir sebulan untuk mendapatkan data, seperti mencabut gigi,” katanya. Peserta tertawa. Yang ditemukan Susi ada 1.300 yang masih valid izin tangkapnya di Indonesia sehingga harus berpikir bagaimana memulainya.

Setelah itu, Susi mengaku bertemu Presiden dan menyampaikan bahwa anggaran yang akan digunakan melalui APBN untuk pembangunan kelautan dan perikanan akan percuma sebab ikan sudah tidak ada. Mau belikan kapal, jaring, ikan tidak ada. Susi ditanya Presiden tentang apa yang diinginkan.

“Kalau diperbolehkan saya akan tegakkan aturan, dan dukung saya sepenuhnya. Saya tidak mau diintervensi, itu permulaan,” ungkapnya.

Tentang penenggelaman kapal

Bagi Susi, Indonesia punya UU NO, 45/2009 yang membolehkan penenggelaman kapal. Untuk memperkuat itu, disiapkan Permen terkait Kelautan Perikanan, ada Permen 56 tentang moratorium eks kapal ikan asing, Permen 57 tentang transshipment, menganalisis dana mengevaluasi aturan termasuk menyiapkan Permen 58 untuk disiplin pegawai negeri.

“Saya panggil Dubes, Malaysia, China, Thailand, Filipna, Vietnam dan Australia makan siang, 6 jam,” kata Susi sembari melepas senyum. Peserta tergelak. Ini dilakukan demi menyampaikan dan mengumumkan bahwa Indonesia akan menenggelamkan setiap perahu atau kapal yang masuk wilayah Indonesia.

“Tentunya disampaikan dengan manis,” katanya menyungging senyum. Ini penting sebab IUU merupakan isu global, berkaitan ekonomi global. Setelahnya, dia memanggil para pengusaha. Masih dengan pesan yang sama dan ditutup dengan himbauan. “Mulai sekarang berhenti,” katanya.

Di HBH, yang dihadiri tidak kurang 300 peserta itu, Susi mengenak gaun kuning emas kombinasi warna hitam. Terlihat berbeda dibanding kesan umum selama ini. Setidaknya untuk kali ini.

Terkait upaya awalnya tersebut, Susi mengatakan bahwa upaya dan perjuangannya untuk memberikan pemahaman masyarakat internasional tentang betapa pentingnya hak-hak Indonesia di lautan amat penting. Rapat dan pertemuan dengan semua instansi juga dilakukan, termasuk meminta bantuan TNI, PSDKP-KKP.

“Karena awalnya banyak yang tidak mau, harus menunggu putusan pengadilan. Kita mulai eksekusi, penenggelaman pertama, kedua, semua mengerti,” katanya

“Saya mengerti, belum sampai 100% karena stok ikan dunia, memang berkurang 3 kali lebih cepat dari perkiran (depleted)," katanya. Sebagai informasi, stok ikan (MSY) 2011 sebesar 6,5 juta ton, tahun 2013 sebesar 7,3 juta ton, lalu naik pada tahun 2015 sebesar 9,93 (yang diumumkan pada 2016) juta ton. Tahun 2016 naik hingga 12,541 (diumumkan pada 2017).

Dari proses awal seperti itu, Susi menyadari bahwa ada perubahan angka-angka, statistik, nilai tukar nelayan juga membaik. Sebagai informasi, nilai tukar nelayan (NTN) naik dari 102 ke 112. Nilai tukar usaha nelayan (NTUN) naik 20 poin.

"Jadi jika dikali 250 juta penduduk, maka ada 1,750 ton ikan dan kalau dikali 1 dollar, itu sama dengan 1,75 miliar dollar," katanya. Pada saat yang sama ekspor naik 5% dan impor turun hingga 20%. Sebagai tambahan bahwa untuk pertama kali neraca perdagangan ikan Indonesia nomor 1 di Asia Tenggara. Menurut Susi, pencurian ikan, ternyata berpengaruh juga pada pemanfaatan bahan bakar minyak yang seharusnya subsidi kemudian diambil oleh kapal-kapal ikan tersebut.

“Ikan kita dicuri, dikasih pula minyak subsidi, ada fasilitas di tengah laut sementara bangsa kita ngantri botol aqua, ini ironi,” katanya. Ada yang bertanya, “apakah penenggelaman itu masih diperlukan?” kata Susi.

“Itu bukan Susi punya mau, itu UU dan saya eksekusi karena saya pejabat negara,” tandasnya.

“Bahkan terakhir ini ada yang bilang, investor tidak suka dan tidak comfortable dengan peneggelaman kapal, tambah bingung saya, apa hubungan antara invenstasi dengan sinking ship?” ucapnya, hadirin terbahak, tepuk tangan riuh di lantai I KKP.

“Saya tidak masalah, apakah kita mampu memagari laut kita? Karena moratorium kita, ada ribuan kapal mereka berhenti, Thailand, Vietnam dan kalau kita tidak menjaganya, dengan betul, ada ancaman untuk nelayan kita. KKP mengawal laut masa depan bangsa, kita membuat pilar. Sovereignity agar kita bisa merencanakan dengan independen, lalu Sustainability, kalau tidak sustain, tidak bisa menjadi harapan masa depan,..thounds of generations will be. Ketiga, prosperity, kesejahteraan tanpa ketiga itu, itu kita tidak akan bisa,” urainya.

Dimensi pelanggaran

Tentang kapal-kapal itu, Susi bercerita betapa panjangnya jaring udang mereka yang mencapai 50 kilometer.  “Kapal Viking yang ditangkap itu, yang saya jadikan monumen laut di Pangandaran, panjang jaringnya 399 kilometer, dengan diameter 600 meter hingga 1 kilometer dan ditarik, longline hingga 150 kilometer, berapa ribu mata pancing, tidak mungkin saya izinkan,” katanya.

“Saya juga mengerti, ada persoalan cantrang, karena terkena aturan nomor 2 tadi. Cantrang dulu, adalah di bawah 5 GT dan ditarik oeh orang, sementara yang sekarang di atas 70 – 100 GT ditarik gardan dengan panjang tali hingga 6 kilometer. Ada 280 hektar sweeping (sapuan),” sebutnya. Menurutnya, saat ini ada kepentingan besar yang menuntut untuk dikembalikan.

“Pak Jokowi, menghadiahi kita semua, Perpres 44, yang dikeluarkan pada tahun 2016 di bulan Mei, menutup dan memasukan perikanan tangkap sebagai negative list untuk asing,” sebut Susi,

Bagi Susi, ini sebuah kemenangan luar biasa di era kencangnya serbuan globalisasi.

“Saya berikan untuk global, boleh masuk di bidang pengolahan 100 persen, dulu di perikanan tangkap mereka 100%, sekarang saya balik karena saya pikir, orang kita bisa eksploitasi. Masak mancing ikan panggil orang asing?” tambahnya.

“Minyak, gas, tambang, it is ok, we need more capital yang tinggi, sekarang ini sudah berhasil. Ini satu kemenangan,” katanya lagi. Baginya, Menteri adalah jabatan politik dan bisa go anytime.

“Anda semua, sebagai akademisi, institusi, pakar dan segala atribut instansi, yang lead di negeri ini punya tugas sangat besar menjaga Perpres tadi,” katanya mengingatkan. Pertimbangan tersebut didasarkan pada kenyataan bahwa Indonesia sudah tidak punya banyak lagi cadangan kecuali yang renewable (seperti ikan).  “Ikan anda jaga, anda kelola dengan benar, melalui frame sustabinabity, akan more productive,” katanya.

 Dia menambahkan bahwa sifat dan karakter sumber daya langka atau terbatas (scarce) semakin dilindungi semakin produktif.  Menurutnya memang hal ini banyak dibantah akademisi—kalau tidak ditangkap dan mati tidak apa.

“Sebelum mati ‘kan bertelur dan regenerasi Itu fitrah mahluk hidup yang  dan  tidak berkebangsaan,” katanya mengail geer dari peserta. Peserta halal bihalal tertawa.

“e-KTP? masak mau bkin KTP buat ikan?” candanya. Lagi, peserta tertawa.

Bagi perempuan yang menghabiskan waktu 30 tahun lebih di industri perikanan ini, sederhana saja, kalau ikan ada di koordinat EEZ ya harus dijaga, kalau di luar perbatasan itu milik semua. Sebagai tambahan bahwa, kalau konsisten dilakukan, biomass perikanan RI bisa naik hingga 300% tapi belum tercapai hingga sekarang.

"Stok ikan naik 2 kali lipat dan kita menjadi bangsa paling ditakuti,” ungkapnya.

Lebih lanjut dia utarakan mengapa begitu kencang bicara ini sebab dalam praktik penangkapan ikan, ada pemalsuan dokumen, ada smuggling, obat-obatan, bir, rokok, semen, ada kapal trampler berbobot 3000-5000 GT dengan bebas membawa apa yang bisa dibawa untuk dijual di negeri kita, industri nasional harus melawan produk yang no customs declaration, no tax paid

“Ada human traficking, perbudakan, slavery, seperti di Benjina,” sebutnya.

“Kita hampir kena getahnya sebab dilakukan di negeri kita, bahwa ini PMA Thailand, budak dari Myanmar dan lain sebagianya. Yang menyedihkan ada 400ribu warga Indonesia. sea-man out there yang tidak terdaftar,” tambahnya.

“Saya senang membebaskan 200an orang Myanmar di Benjina, tetapi ada juga ratusan ribu warga kita, ini puzzle yang harus diurai,” tambahnya. Dia menyebut apa yang terjadi sehingga nelayan berkurang dari 1,6 juta kemudian tinggal 800ribu.

 “Kenapa menjadi buruh di kapal dan banyak lagi,” katanya. Susi menyebutkan bahwa apa yang dilakukan di KKP seperti di bidang budidaya, dimana anggaran dinaikkan dari 300 miliar ke 1 trilliun, ada kapalisasi nelayan namun berubah.

“Saya akui tidak mudah, kesabaran diuji, Ini lessons to learn yang saya akan belajar, dan saya bisa survive. Ada juga in-efesiensi organisasi, di organisasi birokrasi, APBN kita sangat luar biasa gemuk dan kita menggunakan kegiatan tidak direct outcome, hanya kegiatan saja, posturnya di tahun pertama, bingung saya, pak,” akunya.  

Ada beberapa telaah terkait penganggaran. KKP di tahun 2016, mengembalikan anggaran 6,6 triliun atau 42%, ada beberapa kegiatan yang dipangkas, seperti yang berkaitan dengan kata-kata pemberdayan, penguatan, sinkronisasi, akselerasi.

Susi menggarisbawahi bahwa perikanan harus menjadi salah satu yang paling penting dalam ketahanan pangan.  “Kalau makan karbohidrat saja, mau jadi apa indonesia?” tanyanya.

PR ke depan

Sebelum menutup speech-nya, Susi mengatakan bahwa Koffi Annan telah menjadi duta bicara PBB, sebanyak 71% laut dunia sudah punya hak.  

“Laut juga punya –rights of the ocean, a healthier ocean. Karena kita negara kepulauan maka ada rising of sea level, pengaruh perubahan iklim, ada isu destructive fishing juga. karena banyak nelayan pakai bom potas. Ikan hidup mahal dan dijual ke Hongkong. Saya coba aturan, wilayah masuknya kapal-kapal ini kita bisa kontrol,” urainya.

“PR kita besar, KKP mencoba meng-adjust, lebih menjaga. Persoalan kita, begitu banyak kepentingan, politik, Pilkada. Kepada anda semuanya. Dengan segala keterbatasan. Mari kita menjaga, karena kalau tidak, Indonesia akan kehilangan, will lost, the only possibility dari perikanan dan kelautan, terima kasih,” pungkasnya.

Siang itu, diiringi tepuk tangan para peserta Halal Bihalal Ikatan Alumni Universitas Indonesia, Susi kembali ke kursi undangan di Gedung KKP dengan senyum merekah.

Selamat Halal Bihalal ILUNI, mohon maaf lahir dan batin!

Tebet, 17/07/2017

 

Ikuti tulisan menarik Kamaruddin Azis lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler