x

Suami istri penyandang tuna netra Saniman (38) dan Osih (40) menunjukan jarinya usai mencoblos gambar calon Walikota dan Wakil Walikota Cimahi menggunakan template Braille di TPS 38 gedung SLBN A Kelurahan Citeureup, Cimahi, Jawa Barat, 15 Februari 2

Iklan

cheta nilawaty

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Mahasiswa atau Mahakejam?

pelaku pembullany harus dikenakan sanksi sosial dan sanksi akademis berupa kerja sosial membantu penyandang disabilitas

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

beberapa hari ini media sosial diramaikan beredarnya sebuah video yang menayangkan aktifitas perundungan atau bullying terhadap seorang mahasiswa berkebutuhan khusus. Video ini diklaim menimpa seorang mahasiswa autis di Universitas Gunadarma berinisial MF.

Video tersebut seperti mengkonfirmasi bila tingkat pendidikan belum tentu sejajar dengan tingkat moralitas seseorang. Dalam video tersebut, mahasiswa MF yang sedang berjalan ditarik tas sehingga langkahnya tertahan. Saat akan membela diri, MF malah dijahili. Reaksi yang terjadi pada orang orang di sekitarnya bukan membantu, melainkan malah mentertawakan.

Video tersebut menunjukkan, diskriminasi dapat terjadi dimanapun seorang dengan disabilitas berada. Bahkan pada suatu lembaga pendidikan tinggi yang mengklaim sudah menerapkan sistem pendidikan inklusi. Artinya, inklusifitas tidak menjamin bahwa sebuah lingkungan pendidikan bebas diskriminasi.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sebab, diskriminasi peserta didik berkebutuhan khusus tidak hanya terjadi bila peserta didik berada dalam kelas. Melainkan pula saat peserta didik berkebutuhan khusus berada di luar jam perkuliahan. Lembaga pendidikan tinggi yang menaungi peserta didik berkebutuhan khusus harus bertanggung jawab dan mulai mengkaji ulang penerapan sistem inklusi di lembaganya.

Dalam kasus MF, Universitas Gunadarma harus lebih memperhatikan sosialisasi perlakuan dan interaksi terhadap peserta didik berkebutuhan khusus. Termasuk pemberian sanksi sosial, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan dalam Undang Undang Nomor 8 Tahun 2016 tetntang penyandang disabilitas.

Dalam Unndang Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang penyandang disabilitas pasal 143 poina, disebutkan tidak boleh ada pihak manapun menghalangi seorang penyandang disabilitas dalam memperoleh pendidikan. Bila ada pihak yang menghalangi penyandang disabilitas memperoleh pendidikan, ketentuan tersebut dilanjutkan dengan pasal 145. Yaitu, pihak yang menghalangi dapat dikenakan sanksi pidana dengan hukkuman 2 tahun penjara dan denda sebesar Rp 200 juta.

Bukan hanya itu, Undang Undang Nomor 8 Tahun 2016 sebenarnya sudah memerintahkan setiap lembagga pendidikan tinggi untuk memfasilitasi pembentukan unit pelayanan khusus bagi peserta didik yang tercantum dalam pasal 42 ayat 2. Artinya, sosialisasi bagi peserta didik dari kalangan umum terhadap peserta didik yang berkebutuhan khusus harusnya sudah dilakukan lembaha pendidikan tinggi yang membuka program kelas inklusi. Namun dalam kasus MF, pihak orang – orang yang ada di sekitarnya tampak belum memhami bagaimana memperlakukan sesama peserta didik yang berkebutuhan khusus.

Atas kejadian yang menimpa MF, 35 organisasi penyandang disabilitas yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Peduli Hak Penyandang Disabilitas mengadakan aksi dan dialog dengan pihak rektorat Universitas Gunadarma. Mereka menuntut ada penanganan atau tindak lanjut terhadap pelaku pembullyan yang menimpa MF.  Adapun salah satu tuntutan koalisi ini adalah pengkajian ulang sistem pendidikan inklusi yang ada di Universitas Gunadarma oleh Mentri Riset dan Teknologi.

dalam tuntutan itu, koalisi juga meminta pihak rektorat Universitas Gunadarma menerapkan sanksi akademis dan sanksi sosial terhadap pelaku pembullyan. Sanksi sosial itu berupa kerja atau beraktifitas langsung yang sifatnya sosial bersama dengan penyandang disabilitas selama 5 tahun. Bila mereka tidak memenuhi sanksi tersebut, koalisi meminta pelaku pembully tidak  diluluskan.

apapun keputusan yang terjadi atas kasus ini, setiap warga negara wajib menghormati dan menerapkan pemberlakuan undang undang tentang penyandang disabilitas. Melalui azas kesetaraan antara warga negara, penyandang disabilitas perlu dihormati, dilindungi dan dipenuhi haknya untuk memperoleh akses dalam keterbatasan baik fisik, inteletualitas dan sensori dalam berpartisipasi pada setiap sisi kehidupan berwarganegara.

Ikuti tulisan menarik cheta nilawaty lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB