x

Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra (kiri) bersama memberikan keterangan saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, 10 Juli 2017. Selain Yusril, rapat ini juga mendatangkan Pakar Hukum Tata Negara Zain Bad

Iklan

Andrian Habibi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Ikhtiar Melawan PT dan Perppu

Menurut Yusril, Presidential Threshold harus hilang tanpa persen-persen, sesuai dengan keputusan Pemilu Serentak.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

(Catatan 19 tahun Partai Bulan Bintang)
 
Jakarta, 17 Juli 2017, Partai Bulan Bintang (PBB) merayakan  19 Tahun ikhtiar perjuangannya di Markas Besar DPP PBB. Dalam perayaan ini, Prof. Yusril Ihza Mahendra dengan penuh semangat menyampaikan orasi ilmiah terkait sejarah perjuangan Masyumi dan PBB. Yusril sempat mengatakan bahwa PBB akan terus mengawal perjuangan keummatan dan kebangsaan. Salah satu yang menarik dalam pidato Yusril adalah persoalan tidak logis dan inskontitusionalnya Presidential Threshold dan kesewenang-wenangan Pemerintah dalam menerbitkan Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Ormas.
 
Menurut Yusril, Presidential Threshold harus hilang (tanpa persen-persen) sesuai dengan keputusan Pemilu Serentak. Dari sudut pandang Yursil, sejak pemilu dikatakan serentak maka ambang batas pencalonan presiden pun hulang. Karena keserentakan tidak mungkin menyediakan ruang Presidential Threshold terlebih cara menghitungnya mendasarkan kepada perolehan Pemilu 2014.
 
Sedangkan terkait Perppu Ormas, sejarah Indonesia bahkan zaman penjajahan Belanda, tidak pernah Ormas yang dibubarkan menangkapi seluruh anggotanya, minimal para pimpinan. Namun di Perppu, Pemerintah mengatur ketentuan pidana penjara yang mampu memidanakan seluruh anggota. Ini lah bentuk kesewenang-wenangan pemerintah.
 
*PBB Harus Kerja Keras*
Kembali ke usia PBB yang telah 19 tahun. Bila dianalogikan kepada usia manusia, 19 tahun adalah usia para pemuda yang baru saja menikmati masa indah belajar di bangku perkuliahan. Jamak kita ketahui, usia ini melahirkan para aktifis muda yang gemar belajar, membaca, menulis, kritis dan suka aksi atau advokasi.
 
Pemuda berusia 19 tahun akan lantang berbicara dan keras dalam mempertahankan pendapatnya. Jadi, PBB sebagai penerus perjuangan Masyumi juga harus mampu membina seluruh kadernya untuk terus belajar, kritik dan terjun langsung ke masyarakat dalam kegaiatan advokasi.
 
Perjuangan ini bukan soal menang pemilu atau pilkada. Tetapi PBB sewajarnya berada di depan untuk membuktikan semangatnya sebagai partai perjuangan penegakan hukum dan pendidik politik bagi rakyat miskim, terpencil dan terisolir.
 
Dengan begitu lah, PBB bisa mengembalikan kejayaan Masyumi dan PBB itu sendiri. Mengingat posisi Yusril Ihza Mahendra yang dianggap tokoh Hukum Tata Negara di Indonesia, perjuangan 19 Tahun akan lebih terasa mudah. Tentu syaratnya harus bisa menyatukan antara kader dengan masyarakat disetiap kegiatan kemasyarakatan secara nasional. Karena belum ada partai yang sanggup hadir sebagai partai disetiap advokasi dan pemberdayaan masyarakatnya. Hampir semua partai kelihatan "hidup" saat momen pemilu, pilkada atau pemilihan ketua umum.
 
*Ikhtiar Menghapuskan Presidential Threshold*
Salah satu perjuangan PBB yang disampaikan Yursil adalah penolakannya terhadap PT. Memang benar, banyak akademisi dan pemantau pemilu, merasa PT dengan tolak ukur Hasil Perolehan Suara Pemilu 2014 adalah bentuk gagal pahamnya pemerintah terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI).
 
Walaupun Putusan MK Nomor 14/PUU-XI/2013 hanya memutuskan Pemilu Serentak dan memberikan ketentuan Presidential Threshold kepada Pembentuk Undang-Undang (Pemeruntah bersama-sama dengan DPR) selaku kebijakan terbuka. Akan tetapi, mayoritas pembaca putusan mengartikan Pemilu Serentak tanpa ambang batas (PT).
 
Oleh sebab itu, PBB harus membuktikan semangat juang penegakan tafsir "Pemilu Serentak tanpa PT". Perjuangan ini akan terasa berat mengingat RUU Pemilu akan disahkan dalam sidang paripurna yang dilaksanakan pada tanggal 20 Juki 2017. Masih ada tiga hari untuk meyakinkan seluruh anggota DPR demi menghapuskan PT, tentu saja ini bukan perkara mudah. Tetapi bisa saja terjadi apabila pembahasan di paripurna tetap mendahulukan musyawarah mufakat dan menolak voting.
 
Di lain sisi, sebagai guru besar dan biasa melakukan gugatan uji materi UU ke MKRI. Saya sarankan agar Yusril menyiapkan bahan gugatan setelah UU Pemilu disahkan. Dengan demikian, UU Pemilu akan memiliki tafsir yang jelas terkait frasa "Pemilu Serentak" dan "Ambang Batas" atau Threshold.
 
*Melawan Perppu*
Selain menghapuskan PT,  ikhtiar PBB yang mendesak adalah membantu Ormas menggugat Perppu Nomor 2/2017. Sejauh yang saya amati, Judicial Review (JR) Perppu Ormas sangat tepat. Bukan soal mendukung Ormas atau membenturkan isu anti-Pancasila, ini murni pembelaan terhadap mekanisme hukum yang sudah sangat baik diatur dalam UU Ormas.
 
Walaupun MKRI jarang menyidangkan JR Perppu. Demi menegakkan frasa "Keadilan Berserikat dan Berkumpul" yang diatur oleh Konstitusi (Pasal 28 UUD 1945), maka Perppu berhak disidang dan diputuskan oleh MKRI. Saya termasuk yang berharap jikalau MKRI memerintahkan Pemerintah untuk mencabut Perppu karena dianggap bertentangan dengan Hak Asasi Manusia dan Konstitusi Indonesia.
 
Untuk hal ini, Yusril bersama PBB diharapkan memberikan data proses pembubaran Ormas atau Partai Politik sejak zaman Penjajahan sampai sekarang. Sehingga Hakim Konstitusi bisa menafsirkan frasa "Kebebasan Berserikat dan Bekumpul" sesuai catatan sejarah (tafsiran sejarah) demi memperkuat pandangan pencabutan Perppu Ormas.
 
*Siap Mengabdi*
Dari dua perjuangan tersebut diatas ditambah keharusan menyatu dengan kegiatan pemberdayaan masyarakat, PBB bisa menjadi model bagi Partai lain. Maksud saya, kedepan semua parpol harus menyatakan sikap terkait semua aturan teknis yang diterbitkan oleh Pmerintah. Lalu, mulai lah partai-partai mengambil sikap dalam menempuh jalur hukum saat melihat ketidaksepakatan dengan produk legislasi.
 
Pengabdian ini tidak mungkin semudah membalikkan telapak tangan. Akan tetapi, demi menjaga partai politik sabagai salah satu pilar berdemokrasi. Maka setiap partai harus mengabdi kepada rakyat, bukan sebatas di tahun pemilu, tetapi setiap hari menyatu bersama rakyat.
 
Akhirnya kita akan melihat, apakah 19 tahun PBB layak dianalogikan dengan usia pemuda pemikir, kritis, pejuang keras dan senantiasa memperjuangkan suara-suara minor dan lemah? Waktu lah alat pemuas tanya ini. Jangan sampai usia 19 tahun diibaratkan sebagai usia pemuda galau dan alay yang lemah dalam berjuang dan hanya menghabiskan  usia dalam kehingar-bingaran pesta. Pilih dan buktikan wahai punggawa PBB!
 
*Andrian Habibi*
Pegiat Ham di PBHI & Deputi Kajian KIPP Indonesia

Ikuti tulisan menarik Andrian Habibi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler