x

Iklan

Adi Prima

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Etika Berinteraksi Dengan Disabilitas

Bicara disabilitas tidak lagi bicara tentang rasa iba atau kasihan, namun sudah bicara hak dan kesamaan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

PERLAKUAN diskriminatif kembali diterima disabilitas. Kali ini seorang disabilitas, diolok-olok atau dibully oleh teman satu kampusnya. Sikap tidak terpuji mahasiswa ini tentu sangat disayangkan.

Orang yang  dikatakan mengalami disabilitas adalah orang yang mengalami body dysfunction, activity limitation dan participation restriction (disfungsi tubuh, pembatasan aktivitas serta keterbatasan partisipasi, International classification of functioning (ICF).

Disabilitas bisa didefinisikan sebagai hasil interaksi antara keterbatasan fungsi seseorang dengan hambatan lingkungan. Hambatan lingkungan dapat berupa terbatasnya akses informasi, infrastruktur, partisipasi, sikap negatif atau stigma, dan kebijakan yang tidak berpihak.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Di Indonesia, segala macam hak dan kebutuhan disabilitas diatur UUD No 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas. Larangan untuk tidak bertindak diskriminasi kepada disabilitas juga tertulis jelas.

Apakah mereka yang membully ini tidak mengetahui adanya UUD No 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas tersebut? Atau mereka juga tidak mengetahui bahwa pada setiap tanggal 3 Desember, Dunia Internasional memperingatinya sebagai International Day of Persons With Disabilities atau Hari Disabilitas Dunia? Singkatnya, hak disabilitas sudah menjadi perhatian dunia.

Pada kasus ini, mahasiswa dan universitas tempat menuntut ilmu tentu saja mejadi sorotan. Timbul pertanyaan, sudah sejauh mana universitas sebagai institusi pendidikan, mendidik mahasiswa dan mahasiswinya tentang keberadaan dan etika berinterkasi dengan disabilitas?

Etika Berinteraksi Dengan Disabilitas

Jika seandainya di institusi pendidikan belum dikenalkan tentang etika berinteraksi dengan disabilitas. Lalu, tanggung jawab siapakah ini kedepannya? Atau sudah saatnyakah pemerintah memikirkan supaya etika berinteraksi dengan disabilitas masuk kedalam kurikulum sekolah-sekolah formal? Atau menjadi mata kuliah tambahan di universitas? Supaya tidak ada lagi kita temui kasus diskriminasi terhadap disabilitas?

Etika berinteraksi adalah memahami cara-cara berkomunikasi dengan disabilitas, baik disabilitas hambatan mendengar, hambatan melihat, hambatan bicara atau hambatan gerak.

Etika dan cara-cara beriteraksi dengan orang disabilitas sebenarnya juga bukan barang baru, Mimi Mariani Lusli, pendiri Mimi Institute dan penulis buku helping children with sign loss yang juga praktisi pendidikan dan konsultan disabilitas mengatakan, “Pergerakan pengertian disabilitas dari medis ke sosial, dari amal ke hak, serta dari penerima ke pelaku, dan dari eksklusif ke inklusif, presepsi tentang disabilitas memang harus dirobah. “Kami adalah pribadi yang unik dan tidak perlu lagi dikasihani”.

Bergesernya pemahaman disabiilitas dari justifikasi medis menjadi hak, merupakan langkah awal untuk merobah pemamahan salah terhadap orang dengan disabilitas. Bicara disabilitas tidak lagi bicara tentang rasa iba atau kasihan, namun sudah bicara hak dan kesamaan, ucap Mimi sewaktu memberikan pelatihan etika berinteraksi dengan disabilitas yang diadakan oleh Lembaga kemanusiaan Jerman, Arbeiter Samariter Bund (ASB), beberapa waktu yang lalu di Yogyakarta.

Berinteraksi dengan disabilitas hambatan mendengar, kita bisa menggunakan komunikasi total (KOMTAL). Di Indonesia sendiri ada dua jenis metode KOMTAL yang digunakan, BISINDO dan SIBI. Biasanya, di pojok kanan bawah layar televisi yang sudah mengusung tema inklusi disabilitas, kita akan melihat adanya interpereter bahasa isyarat bagi disabilitas hambatan mendengar.

Sedangkan untuk berinteraksi dengan disabilitas hambatan mendengar, kita bisa menggunakan metode sentuh (dengan punggung tangan), salam dan sapa. Sapa dan menyentuh dengan punggung tangan area yang tidak sensitive bagi hambatan disabilitas harus dilakukan jika hendak berkomunikasi dengan mereka. Supaya disabilitas hambatan melihat paham anda ingin berkomunikasi dengan mereka.

interpreter

Interpreter bagi disabiltas hambatan mendengar ( foto Adi Prima )

“Kesempatan dan akses yang sama bagi siapapun, akan merobah cara pandang kita terhadap disabilitas.”

Tidak hanya di kampus, di Indonesia sendiri masyarakat sudah harus mulai memahami cara berinteraksi dan menghargai keberadaan orang dengan disabilitas disekitar mereka. Jangan ragu juga untuk berkampanye tentang perlindungan, keselamatan, stigma, diskriminasi, keamanan dari kekerasan serta pemenuhan hak dan kebutuhan dasar orang dengan disabilitas, sebab, ada UUD menjadi payung hukum.

Kita tentu juga sepakat supaya Indonesia dan ‘universitas’ tidak lagi menjadi sorotan dunia karena tindakan diskriminatif kepada disabilitas.

 

Ikuti tulisan menarik Adi Prima lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu