x

Iklan

Fahmy Radhi

Pengamat Ekonomi Energi UGM
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Pemerintah Harus Lunasi Utang kepada Pertamina

Tunggakan utang pemerintah semakin memberatkan beban keuangan Pertamina

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Dalam laporan keuangan Pertamina 2016 teraudit tercatat piutang pemerintah mencapai US$ 1,792 miliar setara Rp 23,9 triliun, terdiri atas sisa pembayaran subsidi bahan bakar minyak (BBM) jenis Premium Rp 8 triliun dan subsidi tabung tiga kilogram sebesar Rp 16 triliun. Sedangkan piutang dari pengadaan bahan bakar untuk TNI yang mencapai Rp 10 triliun belum dibayarkan sejak 2014.

Adanya utang pemerintah kepada Pertamina sekitar Rp 34 triliun  akan semakin memberatkan bagi perusahaan pelat merah itu sebagai korporasi. Pertamina juga harus menanggung seluruh biaya penerapan Kebijakan BBM Satu Harga, yang diperkirakan sebesar Rp 800 milliar per tahun. Demikian juga dengan keputusan pemerintah untuk tidak menaikan harga BBM, Premium dan Solar hingga Desember 2017 berpotensi memperbesar beban biaya yang ditanggung Pertamina.

Belum terbayarnya utang pemerintah kepada Pertamina itu bukan tanpa alasan. Menurut Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Askolani, tunggakan utang kepada Pertamina lantaran anggaran negara terbatas. Pasalnya, pemerintah juga lagi mengalami kesulitan cash flow, lantaran cash inflow yang ditargetkan dalam APBN hingga bulan Mei 2017 sebesar Rp. 1.748 triliun,  baru mencapai 33,4 persen atau sebesar Rp. 584,9 triliun. Padahal, pemasukan APBN itu lebih diprioritaskan untuk pembiayaan proyek-proyek infrastruktur, bukan untuk membayar piutang pemerintah kepada pertamina.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pemerintah memang pemilik saham 100 persen Pertamina, sehingga Pertamina harus melakukan berbagai penugasan pemerintah. Namun, pemerintah tidak bisa begitu saja untuk menungggak pembayaran utangnya  kepada Pertamina. Sebagai korporasi, Pertamina dituntut untuk selalu meningkatkan perolehan laba dan deviden disetor kepada pemerintah. Tidak tertagihnya utang pemerintah kepada Pertamina sudah barang tentu akan mempurburuk kinerja keuangan Pertamina, yang ujung-ujungnya akan menurunkan dividen yang disetor kepada pemerintah.

Opsi bagi Pertamina untuk mencari dana talangan dalam bentuk utang bukan opsi yang tepat. Alasannya, selain Peretamina harus menanggung bunga bank komersial yang tidak kecil, juga akan memperbesar posisi utang Pertamina, yang mengganggu portofolio keuangan Pertamina. Oleh karena itu, perlu dicari opsi lain yang tidak menanbah beban Pertamina.

Salah satu opsi yang bisa dilakukan adalah memperhitungan Piutang itu dari deviden yang akan dibayarkan kepada pemerintah, sebagai angsuran utang pemerintah kepada Pertamina. Adanya angsuran itu dapat meringankan beban keuangan Pertamina. Pada saat target penerimaan negaratercapai, pemerintah bisa kembali mengasur utangnya, hingga pada saatnya pemerintah dapat melunasi utangnya kepada Pertamina.

Dengan terbayarnya utang pemerintah itu diharpakan dapat memperbaiki cash flow, sehingga Pertamina bisa membangun Kilang Minyak dan lebih leluasa untuk melakukan ekspansi ekplorasi lahan Migas di dalam dan di luar negeri. Pertamina juga membutuhkan dana yang tidak kecil untuk investasi di Blok Mahakam untuk tetap mempertahankan produksi Migas, pasca berkahirnya kontrak Total EP di Blok Mahakam, sejak awal 2017 lalu. Dr. Fahmy Radhi, MBA., Pengamat Ekonomi Energi UGM dan Mantan Anggota Tim Reformasi Tata Kelola Migas

Ikuti tulisan menarik Fahmy Radhi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu