x

Anak-anak bersepeda di ruas jalan provinsi yang jadi dasar waduk antara Desa Jatibungur dan Leuwihideung, Kecamatan Darmaraja, Sumedang, Jawa Barat, yang muncul kembali menyusul surutnya air Waduk Jatigede, 23 Juli 2017. TEMPO/Prima Mulia

Iklan

Nirwono Joga

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Saatnya Kota Ramah Anak ~ Nirwono Joga

Kota ramah anak akan mendorong semua warga bersikap ramah serta menghargai dan melindungi anak-anak.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Nirwono Joga

Koordinator Kemitraan Kota Hijau

Dua berita perundungan, satu di sekolah menengah pertama dan satu di perguruan tinggi, serta merajalelanya geng motor remaja merupakan kado pahit menyambut Hari Anak Nasional yang jatuh anak 23 Juli lalu. Hari Anak Nasional merupakan momentum untuk mendorong keluarga menjadi benteng utama dan lembaga pertama dalam melindungi anak. Mengacu pada Konvensi Hak Anak, keluarga berperan aktif dalam memberikan pola asuh yang nondiskriminatif, kepentingan terbaik bagi anak, hak hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan, serta menghargai pandangan anak.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Bentuk konkret kepedulian dan perlindungan anak dimulai dari mengembangkan lingkungan di tingkat rumah, sekolah, hingga kota yang ramah anak. Perwujudan kota ramah anak selaras dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Kebijakan Kota Layak Anak.

Kota ramah anak akan mendorong semua warga bersikap ramah serta menghargai dan melindungi anak-anak. Bangunan rumah yang sehat dan keluarga yang hangat akan membuat anak merasa aman dan nyaman untuk betah tinggal dan bermain di rumah. Di ruang keluarga, orang tua menyeleksi secara ketat tayangan televisi yang berkualitas dan memberikan tuntunan edukatif serta kisah inspiratif.

Lingkungan permukiman yang rapi dan asri menjadi tempat bermain anak dan bersosialisasi dengan tetangga. Di taman, anak-anak diperkenalkan dengan beraneka flora dan fauna untuk menumbuhkan kecintaan dan kepedulian terhadap alam. Pepohonan teduh, udara segar, kicauan burung, aneka serangga berkeliaran, kembang indah menghiasi taman, dan hamparan rumput hijau merupakan ruang belajar alam yang luar biasa untuk dieksplorasi.

Penyediaan taman yang memadai dapat meredam konflik sosial, menghapus tawuran antarkampung atau antarsekolah, dan menjadi ruang untuk melepas kepenatan hidup di kota. Anak-anak tidak menghabiskan waktu untuk menonton televisi atau berselancar di dunia maya dan ketergantungan terhadap gadget. Sebaliknya, mereka akan tumbuh sehat jasmani, rohani, dan sosial, serta diharapkan menjadi agen perubahan dalam pembangunan kota.

Penyediaan jalur ke sekolah berupa infrastruktur pejalan kaki (trotoar, zebra cross, jembatan penyeberangan orang) dan jalur sepeda yang ramah anak serta penetapan zona aman sekolah akan memberikan rasa aman anak dan orang tua saat pergi dan pulang dari rumah ke sekolah terdekat (program zonasi/rayonisasi). Anak diajak membiasakan diri berangkat secara mandiri atau bersama teman ke sekolah dengan berjalan kaki atau bersepeda.

Sekolah ramah anak mengembangkan iklim dan budaya akademik yang penuh keramahan, toleransi, dan saling menghargai. Berbagai aktivitas di luar kelas akan membuat siswa merasa senang, nyaman, dan betah belajar di sekolah. Halaman sekolah menjadi ruang bermain, berolahraga, dan upacara bersama.

Anak tidak boleh dipisahkan dari lingkungan sekitarnya. Mereka harus bisa melebur dengan kehidupan masyarakat sekitarnya. Kegiatan proyek sosial, pentas kesenian, pelatihan keterampilan, dan aksi pelestarian lingkungan hidup dapat mempertajam kepekaan nurani anak terhadap lingkungan di sekitarnya.

Anak-anak diperkenalkan dan diajak terlibat sesuai kemampuan dalam pengolahan sampah, pengelolaan air lestari (hemat air, menabung air), dan pengenalan energi alternatif (hemat listrik, energi surya, bayu, mikrohidro, biogas) dari tingkat rumah tangga, sekolah, hingga skala kota.

Kota ramah anak dapat menghidupkan semangat saling menghargai, toleransi, bekerja sama, dan tolong-menolong di antara sesama dan lingkungan hidup sekitarnya. Rumah, sekolah, dan kota ramah anak harus mencerminkan kehidupan bersama dan memberikan sumbangan demi kehidupan sosial yang lebih beradab, lingkungan hidup yang lebih lestari, dan kesejahteraan ekonomi yang ramah lingkungan.

Pemerintah kota/kabupaten harus mencantumkan rencana pembangunan kota ramah anak dalam rencana pembangunan jangka menengah dan jangka panjang daerah, rencana anggaran pendapatan dan belanja daerah, serta rencana kerja pemerintah daerah.

Pemerintah harus menyusun peraturan daerah tentang kota ramah anak dan membentuk lembaga khusus pengembangan kota ramah anak. Lembaga/komunitas masyarakat peduli anak perlu dilibatkan dan dunia usaha harus menunjukkan tanggung jawab sosialnya. Media massa harus aktif pula memasyarakatkannya.

Pemerintah daerah juga harus mulai memberi contoh baik tentang pembangunan kota yang lebih manusiawi dalam menata pedagang kaki lima dan kampung kumuh, mengurai kemacetan lalu lintas, dan pembangunan sarana-prasarana kota ramah anak. Pada akhirnya, mewujudkan kota ramah anak bukan merupakan pilihan, melainkan sebuah keharusan.

Ikuti tulisan menarik Nirwono Joga lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB