x

Iklan

Mohamad Cholid

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

#SeninCoaching: Clarity and Feedforward to Get Better

Visi, misi, dan goal organisasi mesti memiliki clarity dan dikomunikasikan secara efektif agar tim dapat melakukan eksekusi dengan baik.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Leadership Growth: Clarity Penting untuk Anda Meraih Sukses

Mohamad Cholid

Practicing Certified Business and Executive Coach

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Clarity matters: John F. Kennedy menjadi presiden AS yang sangat fenomenal karena sejumlah hal. Selain telah ikut mewarnai sejarah dunia, salah satu kontribusinya yang sangat signifikan sebagai leader adalah memberikan clarity bagi bangsanya untuk meraih keberhasilan.

Di tengah birokrasi yang mengalami bottle neck dan tekanan perang dingin yang antara lain diekspresikan lewat lomba teknologi antariksa dengan Uni Soviet, dalam salah satu pidatonya dengan bahasa lugas John Kennedy (JFK) mengatakan: “I believe that this nation should commit itself to achieving the goal, before this decade is out, of landing a man on the moon and returning him safely to the earth.

Pada 1961 itu, ketika Uni Soviet telah berhasil menerbangkan kosmonot Yuri Gagarin sebagai manusia pertama yang memutari orbit Bumi, NASA (National Aeronautics and Space Administration) masih berpegangan pada goal yang mereka susun 1958.

Ada delapan goal yang ditulis dengan meyakinkan, diantaranya “the expansion of human knowledge of phenomena in the atmosphere and space” dan “the development and operation of vehicles capable of carrying instruments, equipment, supplies, and living organism through space. “

Kata-kata yang tersusun rapih dalam goals NASA tersebut memang telah melahirkan pemahaman tentang cakrawala ilmu pengetahuan untuk menapaki angkasa luar -- tapi tidak fokus dan tidak jelas apa yang sesungguhnya ingin diraih. John Kennedy dengan satu kalimat telah mengubah delapan goals yang kurang tajam tersebut menjadi hanya satu goal yang gamblang, dengan batasan waktu yang jelas (before this decade is out) dan hasilnya kongkrit, yaitu mendaratkan manusia di Bulan dan pulang selamat.

Tercatat dalam sejarah, astronot Neil Amstrong bersama Buzz Aldrin Juli 1969 mendarat di Bulan, sementara pilot Michael Collins di Command/Service Module di orbit Bulan. Mereka selamat kembali ke Bumi.  

Cerita tentang pidato JFK dan cita-cita gagah NASA dengan delapan goal tersebut adalah gambaran tentang pentingnya kepemimpinan yang sanggup memberikan clarity bagi organisasi untuk melakukan eksekusi secara efektif, dengan tenggat waktu yang jelas, serta upaya yang terukur.

Kecenderungan organisasi bisnis dan institusi non-bisnis, termasuk lembaga pemerintahan, banyak yang “menikmati” posisi berayun-ayun dalam obscurity. Dalam buaian ketidakjelasan seperti itu, orang-orang yang kebetulan berada di posisi pimpinan dapat menerapkan pola kepemimpinan zaman revolusi industri, command and control, tidak peduli tim mereka engaged atau bekerja setengah hati. Anak buah diposisikan sebagai kelompok yang dapat disalahkan, bukan bos yang perlu instropeksi.

Sampai saat ini masih sering dapat kita temui tujuan-tujuan organisasi yang bertumpuk-tumpuk, dalam sejumlah kalimat yang gagah dan panjang tapi tidak ada fokus untuk membuahkan hasil yang signifikan bagi para stakeholders. Mereka bergerak tersendat-sendat dalam kabut kata-kata yang mereka buat sendiri – kadang ada juga kasus yang melakukan copy paste visi dan misi dari pihak lain, dengan sedikit modifikasi.

Sudah tiba waktunya bagi organisasi bisnis dan institusi non-bisnis, termasuk badan-badan pemerintahan, untuk mengkaji ulang visi dan misi mereka. Apakah goal dan target prestasi yang mereka canangkan sesuai dengan tantangan situasi sekarang dan siap menghadapi perubahan lanskap sosial dan ekonomi di masa datang?

Para pemimpin organisasi-organisasi yang sudah yakin dengan visi, misi, dan core values yang dikembangkan untuk meraih goal/prestasi yang lebih baik, perlu juga melakukan instropeksi.

Apakah semua tujuan mulia tersebut sudah dikomunikasikan secara efektif dengan para eksekutif dan tim mereka? Apakah sudah ada evaluasi, sejauh mana para manajer dan anak buah mereka memahami, menghayati, dan dapat mengimplementasikan filosofi dan tujuan-tujuan baik organisasi dalam kegiatan sehari-hari mereka?

Berdasarkan temuan secara random, ternyata hari-hari ini masih ada, bahkan di level manajer, yang belum memahami dengan jernih core values dan goals organisasi tempat mereka bergabung. Board of Director dari para professional yang sukses ternyata belum merupakan jaminan mereka berhasil menanamkan core values organisasi dan target-target baru mereka ke dalam benak para eksekutif. Bagaimana pula dengan para tim pelaksana, apakah mereka tidak selalu tergagap-gagap menjalankan tugas?

Survei internasional di kalangan para pekerja dan penelaahan terhadap ratusan organisasi bisnis dan badan-badan pemerintah yang dilakukan FranklinCovey Co (Chris McChesney, Sean Covey, Jim Huling), sebagaimana diceritakan dalam buku The 4 Disciplines of Execution (2012), mendapati kenyataan, penyebab utama kegagalan eksekusi adalah clarity of objective. “People simply didn’t understand the goal they were supposed to execute.”

Tujuan-tujuan organisasi umumnya belum diterjemahkan dalam bentuk langkah-langkah spesifik. Dampaknya, 87% tidak memiliki gambaran yang jelas apa yang mesti mereka lakukan. Bagi yang memahami goal organisasi, ganjalan lainnya adalah komitment. Berdasarkan survei beberapa tahun silam tersebut, hanya 51% yang bersemangat untuk meraih goal bersama.

Strategi yang disarankan untuk mengatasi tantangan tersebut adalah melakukan dua hal: melalui kebijakan baru (Stroke of the Pen, misalnya penambahan staf, perubahan proses, akuisisi strategis) dan Perubahan Perilaku (melakukan hal-hal baru yang sering counterintuitive).

Perubahan perilaku kepemimpinan para eksekutif telah terbukti menyelamatkan ribuan organisasi di banyak negara. Perilaku kepemimpinan para eksekutif yang lebih efektif, dalam sejumlah kasus, dapat memperbaiki bottom line perusahaan.

Selama lebih dari seperempat abad, program leadership growth dari Marshall Goldsmith Stakeholder Centered Coaching (MGSCC) memfokuskan diri pada behavioral change. Membantu para eksekutif dan orang-orang yang sudah sukses di level tertentu menjadi lebih baik dan mampu menghadapi tantangan saat ini, agar lebih sukses lagi di tahapan karir mereka berikutnya. MGSCC ada di lebih dari 50 negara, termasuk Indonesia.

Bagi para eksekutif, tentu juga bagi orang-orang yang sudah sukses di level sekarang, menurut Marshall Goldsmith, pertanyaannya sederhana: “What does it take to go to the next level? What is my current leadership bottleneck?”

Keberhasilan di masa sebelum ini bukan jaminan bagi Anda dapat naik ke next stage karir dan kehidupan. Sukses di masa lalu dapat menjadi liability, bukan aset jika tidak dikelola dengan metode terstruktur dan sudah proven.

Bagi sebagian orang situasinya bisa bertambah berat, ibarat naik gunung dengan ransel kebanyakan beban, karena mereka gemar menghabiskan energi untuk berbangga pada masa lalu atau pun berkelahi melawan hal negatif yang sudah lewat, dibandingkan memfokuskan resources untuk membangun masa depan.

Oleh karena itu, agar para eksekutif menggunakan resources lebih efektif untuk menjadi the person they want to become, Marshall Goldsmith Stakeholder Centered Coaching dalam membantu para eksekutif selain menggunakan feedback juga sangat memperhatikan feedforward – apa langkah terbaik ke depan. Feedback is the breakfast of champions (Ken Blanchard). Feedforward is a key lever in behavioral change and leadership growth (MGSCC).

Working with Marshal Goldsmith Stakeholder Centered Coaching has been highly engaging. We learned practical and actionable ways for leaders to get better,” kata Jack Stoltzfus, Ph.D., Manager of Talent Development, 3M Company. 

 

Mohamad Cholid adalah Head Coach di Next Stage Consulting

n  Certified Executive Coach at Marshall Goldsmith Stakeholder Centered Coaching

n  Certified Marshall Goldsmith Global Leader of the Future Assessment

Alumnus The International Academy for Leadership, Jerman

(http://id.linkedin.com/in/mohamad-cholid-694b1528)

 (www.nextstageconsulting.co.id)

Ikuti tulisan menarik Mohamad Cholid lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler