x

Iklan

Mohamad Cholid

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

#SeninCoaching: Success, Significance, and Legacy

Saat Anda berjuang mengalahkan diri sendri, banyak orang akan membantu,

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Leadership Growth: Mau Sukses Membangun Legacy?

 

Mohamad Cholid

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Practicing Certified Business and Executive Coach

 

Begitu mendengar tembakan pistol start, semua pelari melesat, termasuk Ben Comen. Semua pelari mengerahkan energi dan konsentrasi terbaik masing-masing untuk berada di depan. Ben Comen juga mengerahkan seluruh kemampuannya untuk terus berlari.

Tapi, sementara rombongan pelari makin mendekati finish, Ben Comen tertinggal jauh, sendirian, ditemani kesunyian sembari mendengarkan dengus nafasnya sendiri. Ben kepeleset jatuh di rumput yang basah dan sempat terjerembab di jalur lari, bangun lagi dan lari lagi.

Dengan kekuatan mental yang sudah terlatih selama ini pun Ben Comen ternyata tidak dapat menyembunyikan rasa frustrasi dan kesakitan di wajahnya.  

Ben Comen tumbuh dengan cerebral palsy, kondisi fisik yang dapat mengakibatkan gangguan keseimbangan dan kelambanan motorik. Di dalam Hanna High School cross-country track team, Ben Comen memang menjadi pelari paling lambat. Pelari-pelari yang lain mencapai garis finish rata-rata dalam 25 menit, Ben memerlukan waktu lebih dari 45 menit.

Hari itu, sebelum Ben mancapai garis finish dengan rasa sakit dan kelelahan luar biasa, badan terbaret-baret dan diselaputi tanah lumpur karena terjerembab berkali-kali, terjadi keajaiban. Para pelari di depan yang sudah melelintasi finish pada balik lagi ke belakang, mendampingi, dan mengiringi Ben Comen, serta membantunya bangun saat dia tersungkur. Ben menjadi satu-satunya pelari yang mencapai finish diiringi seratusan orang.

Kata Simon Sinek, yang menuturkan kisah nyata tersebut dalam bukunya Start with Why (2009), cerita Ben Comen bukan tentang “when you fall down, pick yourself up.” Cerita semacam itu sudah sering kita dengar dari para atlet Olimpiade, yang mengalami cidera saat latihan dan dengan tabah berhasil mengatasi rasa sakit untuk tetap ikut kompetisi.

Ben Comen mengajarkan kepada kita tentang pentingnya niat (Why, alasan utama) atas langkah dan tindakan kita dalam kehidupan. Ben Comen berlari untuk mengalahkan dirinya sendiri. “When you compete against everyone else, no one wants to help you. But when you compete against yourself, everyone wants to help you,” kata Simon Sinek.

Simon Sinek menekankan betapa pentingnya Why, alasan utama kehadiran organisasi bisnis, lembaga-lembaga pemerintah, badan-badan sosial, dan pilihan-pilihan pribadi dalam kehidupan, untuk berkarir atau membuka bisnis, serta melakukan gerakan perubahan.

Setelah memiliki Why atau alasan eksistensi yang kokoh, langkah selanjutnya adalah menentukan How (bagaimana pengelolaannya), baru kemudian What(bentuk kegiatan, produk, atau jasa). Dari dunia bisnis Simon Sinek mengambil sejumlah contoh organisasi yang sukses dan bertahan lama karena Why yang kuat dan terkomunikasikan dengan baik, antara lain Apple, Harley Davidson, dan Southwest Airline.

Kita dapat melihat efek Why yang kuat dalam perilaku masyarakat konsumen misalnya dalam kasus Apple dan Harley Davidson. Banyak orang bersedia antre berjam-jam untuk mendapatkan produk Apple terbaru. Kita juga melihat, termasuk di kota-kota besar di Indonesia, banyak kalangan eksekutif dan pengusaha yang dengan senang hati membentuk badannya jadi besar dan mengubah penampilan agar fit dengan motor Harley Davidson yang mereka kendarai. Apple dan Harley Davidson bagi mereka bukan produk, tapi sarana menunjukkan identitas diri – siapa mereka.

Dari sejarah kepemimpinan, Simon Sinek mengambil contoh antara lain Martin Luther King Jr. yang memimpin gerakan persamaan hak bagi semua suku bangsa di AS. Dimulai dengan keberhasilan mengumpulkan 250 ribu orang dari pelbagai ras dan dari seluruh pelosok Amerika di Washington D.C., 28 Agustus 1963, ketika sarana telekomunikasi masih sederhana – belum ada email, apalagi social media.

Di Indonesia, contoh kepemimpinan dengan Why yang kuat dan mampu menggerakkan masyarakat, dapat kita lihat pada para founding fathers kita. Di zaman itu, dengan tingkat kepercayaan yang tinggi kepada para pemimpin untuk membawa negeri ini menjadi merdeka dan berdaulat, hampir semua golongan orang dari pelbagai daerah mendukung Bung Karno – Bung Hatta, Bung Tomo, Panglima Sudirman, dst.nya.

Bahkan banyak yang rela membayar dengan nyawa untuk itu. “Wis ora opo-opo, kanggo negoro, “ kata seorang unsung hero  yang tertembak dadanya dalam pertempuran di dekat Yogya, menjelang meninggal, sebagaimana diceritakan kerabatnya di kemudian hari. (“Sudah, nggak apa-apa, demi negara.”)

Dalam perspektif agama, amal perbuatan dinilai Tuhan dari niatnya, Why -nya.  Dalam membangun organisasi bisnis, kegiatan sosial, dan keputusan-keputusan kita dalam bekerja, memilih jalan hidup, niat dan tujuan utama sangat penting dijadikan landasan bertindak. Tanpa niat yang tulus dan kuat demi kepentingan banyak orang/masyarakat, para pemimpin bisnis dan organisasi lainnya, termasuk di pemerintahan, biasanya akan mudah goyah imannya,  kehilangan fokus dan ketabahan mereka saat menghadapi tantangan besar – termasuk godaan iming-iming kenikmatan dunia. Golongan ini biasanya memang hanya sibuk pada tujuan-tujuan jangka pendek.

Untuk membangun bisnis agar tahan menghadapi perubahan di setiap zaman, berdasarkan pendekatan E-Myth yang dikembangkan Michael E. Gerber, pertanyaan tentang Why dan tujuan utama tersebut biasanya didahulukan. Michael Gerber (dan tim-nya) sudah lebih dari 30 tahun membantu, melatih, membimbing puluhan ribu perusahaan di banyak negara, termasuk di Indonesia.

Pertanyaan mendasar yang diajukan Michael Gerber kepada pemilik atau pemimpin bisnis adalah, “Pidato kematian seperti apa yang Anda harapkan dibacakan orang saat prosesi pemakaman Anda?

Ini untuk mengukur primary aim setiap orang yang membangun usaha. Mereka membangun bisnis demi sekedar mengumpulkan uang atau ingin membangun kehidupan yang lebih baik bagi banyak orang?

Keberhasilan bisnis adalah strategic objective untuk mendukung primary aim, niat tulus, Why

Dengan Why yang kuat, primary aim yang gamblang, selanjutnya akan jelas bagaimana pengelolaannya untuk menghasilkan produk/jasa tersampaikan dengan baik kepada masyarakat. Tujuan-tujuan mulia setiap organisasi merupakan “ideologi” yang dapat mengikat tim untuk bekerja sungguh-sungguh, lebih dari sekedar termotimasi uang gaji.

Apakah organisasi Anda dibangun sudah berdasarkan Why yang kokoh atau masih belum menemukan identitas/jati diri yang membuatnya lebih istimewa dibandingkan dengan organisasi lainnya?

Bagi para leaders, konteksnya adalah legacy. Jika seorang pemimpin/direktur/manajer belum wafat tapi harus meninggalkan organisasi yang dikelolanya karena naik jabatan, pindah tugas sesuai kemauan pemegang saham, pertanyaan untuk diri sendiri yang wajib diajukan adalah: “Apakah organisasi yang saya pimpin ini berada pada kondisi lebih baik dibandingkan ketika saya mulai mengelolanya?”

Pertanyaan tersebut sangat mendasar, kelihatan sederhana, tapi banyak eksekutif/leaders mengalami kesulitan untuk mewujudkannya. Umumnya itu terjadi selain karena belum memiliki landasan yang kokoh dan belum ada clarity yang ingin dicapai, bisa juga lantaran khilaf, karena hanyut dalam angin puyuh day to day job. Atau bisa juga oleh sebab lain, misalnya ego, merasa sudah sukses, dan tidak berminat meningkatkan kompetensi kepemimpinan mereka.

Langkah utama untuk mengatasi tantangan tersebut adalah keterbukaan hati para leaders dan Board of Director melakukan continuous improvement dengan melibatkan pihak ketiga, yang dapat memberikan perspektif baru, pendampingan/coaching dengan metode yang terukur dan sudah proven. Sebagaimana sudah dilakukan perusahaan-perusahaan multinasional seperti GE, Johnson&Johnson, LG, Hyatt, Ford, etc. Mereka mengandalkan Marshall Goldsmith Stakeholder Centered Coaching (MGSCC) dalam pengembangan kepemimpinan para eksekutif mereka.

Ribuan organisasi bisnis, lembaga pemerintahan, sampai badan-badan non-profit di enam benua memilih MGSCC sebagai mitra dalam program leadership growth mereka karena pertimbangan metode pendekatan yang standard, sudah proven secara internasional, dan dalam pelaksanaannya selalu menghargai budaya lokal.

Dalam proses pengembangan kepemimpinan para eksekutif, dari level supervisor, manajer, sampai CEO, konteks strategis keberadaan mereka dianalisis tim MGSCC, sesuai tantangan mereka sekarang dan kemungkinan menghadapi perubahan di masa depan. Dengan melibatkan stakeholders sebagai accountability partner untuk leadership growth mereka.

Para eksekutif yang berhasil meningkatkan efektivitas kepemimpinan mereka, serta meninggalkan legacy, adalah mereka yang memiliki integritas dan semangat untuk berani bersaing melawan diri sendiri.

Seperti Ben Comen yang berlari mengikuti lari lintas alam di Hanna High School, bukan untuk memenangi kompetisi, tapi karena ingin meningkatkan kemampuan diri. Atau seperti keteladanan para pemimpin di sekitar kita, sebagiannya adalah para unsung hero, yang setiap bangun pagi di benak mereka ada pertanyaan, “Apa hal terbaik yang mesti dilaksanakan dan kontribusi apa yang memiliki positive impact bagi kehidupan banyak orang yang dapat saya berikan.

Secara periodik mereka berani mengukur diri, “Apakah  organisasi yang saya pimpin menjadi lebih baik dibandingkan sebelumnya?” Atau, “Apakah yang saya lakukan selama ini merupakan upaya membuka jalur agar banyak orang dapat dengan lebih leluasa berkembang?” Ini tantangan untuk kita semua. Barangkali ini juga yang menjadi alasan kuat bagi kita untuk meneruskan mengolah kehidupan. Dari sukses ke significance.

 

Mohamad Cholidadalah Head Coach di Next Stage Consulting

n  Certified Executive Coach at Marshall Goldsmith Stakeholder Centered Coaching

n  Certified Marshall Goldsmith Global Leader of the Future Assessment

Alumnus The International Academy for Leadership, Jerman

(http://id.linkedin.com/in/mohamad-cholid-694b1528)

(www.nextstageconsulting.co.id)   

Ikuti tulisan menarik Mohamad Cholid lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler