x

Iklan

Gusrowi AHN

Coach & Capacity Building Specialist
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Rambu-rambu Demi Kepentingan Orang Lain

Memenuhi kepentingan orang lain, mengorbankan kebutuhan diri sendiri tidaklah masalah, selama tidak menabrak kemaslahatan yang lebih besar. Cekidot!.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

“Berikan yang aku mau, dan kamu mendapatkan dukunganku”. Begitu kira-kira kesimpulannya. Ini tentang bertemunya dua ‘kepentingan’ yang saling membutuhkan. Antara Pihak 1 yang membutuhkan panggung untuk kepentingan ‘aktualisasi’ dirinya, dan Pihak 2 yang membutuhkan ‘dukungan’ untuk kesuksesan kegiatan yang akan dilakukannya.

Singkat cerita, kedua belah pihak sama-sama menemukan kesamaan tujuan dan kepentingan yang saling menguntungkan. Kerjasama-pun disepakati. Dukungan nyata pun ditunaikan pihak 1 sesuai janjinya. Pihak 2 pun mulai menyiapkan skenario bagaimana mengakomodasi dan memenuhi kepentingan Pihak 1 sebagaimana disepakati.  

Tantangan muncul, karena pada saat persiapan kegiatan, ada Pihak Lain yang tidak menyepakati keputusan Pihak 2 mengakomodasi kepentingan Pihak 1 masuk dalam agenda kegiatan. Pihak Lain ini juga bagian penting dari kegiatan, dan berpengaruh terhadap jalannya kegiatan yang dilakukan Pihak 2.

Diskusi dan dialog digelar untuk mencari jalan keluarnya. Singkat cerita, Pihak 2 meminta agar Pihak Lain yang berkeberatan ‘legowo’ dan mau menerima kesepatakan yang telah terjadi. Karena jika kepentingan pihak 1 tidak ditunaikan, maka kemungkinan besar ia akan menarik dukungannya. Dan itu akan berdampak besar terhadap kualitas dan kemegahan kegiatan yang telah dipersiapkan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pengalaman diatas adalah nyata adanya, yang saya yakin kita semua pernah dan bahkan sering mengalaminya. Baik pengalaman berada di posisi pihak 1, 2 maupun Pihak Lain. Semua memiliki tantangan tersendiri. Tantangan terberat tentunya ketika harus memilih antara memperjuangkan kepentingan diri sendiri, atau memenuhi kepentingan orang lain (yang jika dilakukan akan bertabrakan dan berdampak kepada kepentingan orang lain yang lebih luas).  

Bagi sebagian orang, ada yang terbiasa menuruti kepentingan orang lain, dan mengikhlaskan kepentingan pribadinya tidak terpenuhi. Orang dengan kecenderungan seperti ini tidak akan kesulitan menghapi situasi diatas. Dengan bermain aman ia berpikir bisa menjauhkan dirinya dari kemungkinan timbulnya permasalahan di kemudian hari.

Bagi sebagian yang lain, ada yang tidak mudah begitu saja mengakomodasi dan tunduk pada kepentingan orang lain. Khususnya, jika kepentingan orang lain tersebut bertentangan dengan kepentingannya. Mendiskusikan dan menegosiasikan kepentinganya menjadi langkah yang biasanya ditempuh. Menyerah begitu saja terhadap kepentingan orang lain bukan preferensinya.

Tidak ada yang salah mengakomodasi kepentingan orang lain dan mengalahkan kepentingan diri sendiri. Namun, pasti tidak dalam segala hal kita melakukannya. Butuh ‘rambu-rambu’ kapan kita melakukannya, dan saat seperti apa kita harus menolak melakukannya. Rambu masing-masing orang tentu berbeda. Dan tidak akan menjadi masalah ketika dilakukan untuk dirinya sendiri. Tantangan muncul, ketika rambu masing-masing orang bersentuhan dan bersinggungan dengan rambu-rambu orang lain.

Namun selama kita tidak saling menghakimi “rambu-rambu” orang lain yang berbeda dengan kita, apalagi sampai menyalahkan penggunaan “rambu-rambu” pilihannya. Perbeaan “rambu-rambu” tidak akan menjadi masalah. Saling menghormati rambu masing-masing menjadi langkah penting untuk kita lakukan. 

Bagi saya sendiri, rambu “hijau” (tanda boleh) saya akan menyala ketika saya memiliki pilihan mengorbankan kepentingan diri saya sendiri untuk orang lain, dalam hal-hal yang menurut saya manfaatnya buat orang banyak jauh lebih besar, dibanding kemanfaatan buat diri saya sendiri dan kepentingan orang lain yang saya turuti itu.

Contoh sederhana, seperti menjadi bagian dalam anggota tim paduan suara di tingkat RW, karena kekurangan orang. Sudahlah, meski tidak bisa bernyanyi, tidak memiliki pengalaman sama sekali, saya iya kan saja, demi terpenuhinya kepentingan yang lebih besar.

Namun, jika harus mengorbankan kepentingan sendiri untuk hal-hal yang tidak sesuai dengan hati nurani, hal-hal yang tidak masuk akal, apalagi tidak ‘ekologis’ manfaatnya buat orang-orang sekitar. Saya memilih untuk berdiskusi dan menegosiasikan kepentingan saya. Karena saya merasa perlu bertanggungjawab atas apa yang pikirkan dan yakini.

Sayangnya, di dunia yang kita alami ini, pilihan seperti ini seringkali tidak populer, dan kadang dianggap buang-buang waktu saja. Pilihan mencari aman dan menghindari masalah cenderung lebih populer di masyarakat kita. Bagaimana dengan anda? #gusrowi

 

 

 

Ikuti tulisan menarik Gusrowi AHN lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler