x

Menyehatkan Fiskal Desa

Iklan

Indonesiana

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Menyehatkan Fiskal Desa ~ Ivanovich Agusta

Setelah pemotongan ini, dana desa dari APBN bakal melorot Rp 1,8-2,4 triliun dan alokasi dana desa dari APBD turun Rp 1,7-2,2 triliun.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Ivanovich Agusta

Sosiolog Pedesaan IPB

Keputusan pemerintah menggunting dana alokasi umum sebesar 3-4 persen telah menurunkan dukungan dari luar desa. Apalagi pemangkasan dana untuk desa itu berlangsung berulang kali, dari rupiah transfer di bawah ketentuan peraturan perundangan mulai 2015 hingga pemotongan pada pertengahan tahun lalu. Setelah pemotongan ini, dana desa dari APBN bakal melorot Rp 1,8-2,4 triliun dan alokasi dana desa dari APBD turun Rp 1,7-2,2 triliun. Ini setara dengan menahan dana hingga 3.000 desa.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tentu, dana itu tetap dibagi ke semua desa, sehingga tiap anggaran pendapatan desa menyusut Rp 6-46 juta. Ini senilai gaji aparat desa selama empat bulan hingga satu gedung kelas. Pengaruh ketersendatan transfer dana terhadap laju pembangunan desa dapat dibayangkan dari kebutuhan 1,7 juta kegiatan layanan dasar senilai Rp 800 triliun pada 2014. Artinya, tiap desa membutuhkan kucuran dana total Rp 10 miliar.

Dengan laju transfer dana desa hingga kini, Nawa Cita untuk membangun dari pinggiran baru terwujud pada 2023. Setiap pengurangan dana ke desa berdampak pada perlambatan tercapainya target pemerintah. Karena itu, dibutuhkan penyehatan kebijakan fiskal internal desa.

Kemajuan desa semestinya mulai tecermin dari anggaran pendapatan dan belanja desa. Inilah pintu penyalur kumulasi pendapatan menjadi belanja pemerintahan, pembangunan, pemberdayaan, atau pembinaan masyarakat. Pendapatan desa meningkat dari Rp 690 juta per desa pada 2015 menjadi Rp 1,2 miliar per desa pada 2017.st

Sayangnya, kebijakan fiskal desa belum efektif menciptakan kesejahteraan. Indikasinya, selama 2015-2016, asupan dana desa melonjak 127 persen menjadi Rp 47 triliun, tapi pendapatan rakyat turun 1 persen (Rp 711.266 per orang per bulan), kemiskinan bergeming 14 persen, dan indeks gini pengukur ketimpangan hanya lebih rendah 1 persen (menjadi 0,32).

Menelusuri dari pintu penyaluran anggaran, Nata Irawan (2017) menjumpai alokasi pemberdayaan masyarakat sebanyak 4 persen atau Rp 21 juta per desa pada 2015 dan pembinaan bagi kelompok ekonomi serta bantuan warga miskin hanya 5 persen atau Rp 28 juta. Komposisi penggerak ekonomi warga yang rendah ini menyebabkan bergemingnya kesejahteraan desa.

Survei Badan Pusat Statistik 2014-2016 menunjukkan pendapatan asli semua desa tidak beranjak dari Rp 4,3 triliun. Proporsinya tinggal 5,61 persen dari anggaran pendapatan desa. Pengeluaran di bidang pemerintahan desa sebesar 42 persen atau Rp 240 juta per desa. Setelah dikurangi pembelian alat, bahan, dan biaya kegiatan yang Rp 40 juta setahun, honor aparatur pemerintah tinggal rata-rata Rp 1,4 juta per bulan. Ini mencukupi untuk perangkat desa, tapi kepala desa tetap perlu merogoh sakunya kala masyarakat meminta bantuan karena kecelakaan, telat membayar SPP anak, dipecat, meninggal, hingga pergi ke kota mengambil sertifikat.

Aspek positif belanja desa terukir pada angka 48 persen atau Rp 270 juta untuk pembangunan. Pusat Data dan Teknologi Informasi Kementerian Desa pada 2017 menemukan jumlah "desa tertinggal" merosot 17 persen menjadi 7.941, "desa berkembang" melaju 10 persen menjadi 58.313, dan desa mandiri bertambah 7 persen menjadi 7.839.

Penyehatan fiskal desa diawali dengan menahan laju belanja pemerintahan. Jika merangkak sekitar Rp 300 juta per tahun, proporsinya bakal menurun ke taraf sehat sebesar 25 persen anggaran pengeluaran.

Anggaran pembangunan infrastruktur boleh dominan sampai semua prasarana dasar terbangun. Indeks pengukur kemajuan wilayah desa telah menetapkan arah jenis bangunan permukiman, pendidikan, kesehatan, dan ekonomi.

Survei BPS mengamati peralihan konsumsi orang miskin pedesaan menuju perumahan, pendidikan, dan kesehatan. Maka, tambahan belanja pembinaan golongan miskin harus menyasar bantuan nafkah dan perawatan rumah seraya mengurus keringanan biaya lembaga pendidikan dan kesehatan.

Anggaran pemberdayaan paling tepat diakumulasi pada investasi badan usaha milik desa dan kelompok usaha rakyat. Inilah mesin-mesin penggerak pendapatan asli desa. Perlu 20 persen pengeluaran untuk investasi ekonomi agar kemandirian keuangan desa tercapai lewat pendapatan asli desa hingga Rp 6 miliar per tahun.

Ikuti tulisan menarik Indonesiana lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler