x

Iklan

Muchlis R Luddin

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Kepemimpinan Transformatif

Ketika dunia sudah berubah, lingkungan strategis berubah, aspirasi masyarakat berubah, pengetahuan masyarakat meningkat...

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Oleh: Prof. Dr. Muchlis R. Luddin, MA

Ketika dunia sudah berubah, lingkungan strategis berubah, aspirasi masyarakat berubah, pengetahuan masyarakat meningkat, mengapa organisasi dan institusi-institusi tak juga tampak berubah? Banyak organisasi atau institusi yang masih saja beroperasi dengan paradigma lama. Mengerjakan sesuatu dengan cara-cara konvensional, tradisional. Organisasi dikelola dengan old moods, sehingga menimbulkan banyak komplain dari pemangku kepentingan.

Ketika kita sedang berada pada situasi increasingly knowledge-driven world economy seperti sekarang ini, banyak diantara kita mengalami kekhawatiran bahkan ketakutan. Khawatir kalau organisasi yang kita pimpin menjadi ketinggalan jaman. Takut organisasi kita "ditinggalkan oleh para penghuni potensialnya" karena dianggap tak bisa mengakomodasi pikiran-pikiran cerdas mereka. Takut terjadi brain drain, ketika para talent people sudah merasa tak genah untuk berkarya di dalam organisasi itu.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dalam situasi yang terus berkembang, dimana tumbuh dengan aspirasi baru, kompleksitas kehidupan berkembang dengan lebih rumit, diperlukan emerging leadership yang lebih mampu membaca situasi, berkolaborasi dengan perkembangan dan tuntutan jaman.

Organisasi membutuhkan outstanding leaders yang dapat mentranformasikan kultur organisasi, dari yang bersifat old culture kepada. Budaya yang lebih fleksibel dan kondusif bagi perkembangan dan kemajuan organisasi. Dalam banyak pengalaman dalam melakukan tranformasi kultural organisasi mengatakan bahwa pekerjaan besar seperti itu harus dibimbing oleh sebuah outstanding leadership yang ready to capitalize on substantial opportunities. Itu sebabnya, kita membutuhkan tak sekedar pemimpin (dengan p kecil). Yang amat kita butuhkan adalah Pemimpin yang transformatif (dengan P besar). Pertanyaannya adalah bagaimana cara kita melakukan transformasi kultural dalam sebuah organisasi agar organisasi tersebut bisa tumbuh, bisa berkembang, dan kemudian menjadi sehat untuk melakukan lompatan-lompatan besar? Untuk menjawab pertanyaan semacam itu, saya kemudian teringat lagi hasil global research study yang dilakukan pada tahun 2011 dan tahun 2013.

Hasil studi itu menghasilkan “The six critical steps to transforming your culture”. Oleh karena itu, ada baiknya saya menyampaikannya garis besarnya di sini. Pada tahap pertama, Transformasi kultural dimulai dari para pemimpin, para CEO, para kepala, para Bos. Para pemimpin harus memahami bahwa transformasi budaya itu bukan soal organisasi yang ingin anda bangun sesuai dengan "keinginan dan imaginasi anda (it's not about the organization YOU WANT to create), tetapi "it's about the organization YOU MUST create". Kitalah, sebagai seorang pemimpin, yang harus "who is willing and able to think different and think big". Kita harus memiliki apa yang disebut sebagai strong character, a strong inner core, and superlative leadership skill. Dan tak kurang pentingnya adalah pemimpin itu harus mempunyai kemampuan sebagai "The expertise to positively transform culture”.

Pada tahap kedua, trasformasi dilakukan untuk membenahi apa yang disebut sebagai "The vulnerability decision". Segala ideologi, gagasan, pikiran, keinginan, kehendak yang mempertahankan comfort zone harus segera dihilangkan. Segala keinginan untuk membentuk tirani harus dihapuskan. Segala kebiasaan yang tak sesuai dengan perubahan jaman, jumud, merasa benar sendiri, atau bahkan melegalkan pikiran sendiri harus ditinggalkan. Semua keadaan seperti di atas harus diubah, dan mendorongnya kepada keadaan yang lebih positif terhadap perubahan.

Pada tahap ketiga, kita harus bisa menciptakan bahwa organisasi yang kita pimpin compelling future blueprint and architecture. Organisasi harus dibangun mampu beradaptasi dengan perubahan masa depan, dan bisa "berselancar" juga di dalam tuntutan masa depan. Tahap ini adalah salah satu pondasi utama dalam pelaksanaan transformasi budaya.

Pada tahap keempat, kita harus melakukan transformasi ditiga wilayah strategis dalam menjalankan organisasi atau institusi, yakni transformasi mindsets, transformasi perilaku, can transformasi hasil. Rumusnya dapat saya deskripsikan dengan sederhana sebagai berikut: "culture transform when people transform. Result transform when behavior transforms. Behavior transform when mindsets transform". Tahap ketiga dan tahap keempat ini merupakan periode kritikal ketika kita akan melakukan transformasi kultural.

Tahap kelima adalah kita mendorong orang-orang muda berbakat, talents people untuk melakukan transformasi kultural. Mendayagunakan orang-orang pintar yang masih memiliki semangat dan idealisme untuk "memimpin" setiap level pekerjaan agar sesuai dengan perkembangan masa depan. Tenaga-tenaga individu yang sudah mengalami kelelahan dan secara alamiah memang tak bisa lagi di didorong untuk meningkatkan kapasitasnya harus digantikan oleh tenaga-tenaga baru yang lebih bersemangat, memiliki idealisme, dan memahami kemana organisasi harus diarahkan. Ini adalah pekerjaan mendayagunakan para talenta, bukan hanya sekedar menempatkan orang-orang, apalagi kalau hanya bersifat mendistribusikan pekerjaan.

Pada tahap keenam, pemimpin harus mengukur pencapaian. Semua target organisasi (bukan target individu apalagi target pribadi) harus diperiksa dan diukur untuk mengetahui dengan benar tentang sudah sampaimana tranformasi berhasil mendorong perkembangan organisasi. Pemimpin melakukan diagnosis terhadap kemajuan organisasi dan pencapaian target, sehingga kita bisa memetakan kembali pencapaian tersebut dalam "the new market place". Pengukuran juga penting agar kita tidak melakukan malpraktik dalam memimpin organisasi.

Itulah enam tahap kritikal yang harus dilakukan apabila seorang pemimpin ingin memajukan organisasinya dalam situasi yang berubah. Jika hal itu kita lakukan secara konsisten, sabar, dan tak diganggu oleh "kehendak pribadi", maka organisasi akan tumbuh dan berkembang dengan baik. Organisasi akan siap menghadapi perubahan, sekalipun perubahan itu berlangsung dengan amat cepat!

 

Penulis adalah Guru Besar Sosiologi-Wakil Rektor I Universitas Negeri Jakarta

Ikuti tulisan menarik Muchlis R Luddin lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terkini

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB