x

Rakyat Enggan Sumbang Partai Politik

Iklan

Andrian Habibi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Mempertanyakan Kesiapan Parpol dan KPU

politik sangat dinamis, kesiapan parpol secara nasional bisa saja berubah-ubah.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Salah satu hasil perdebatan panjang pembahasan RUU Pemilu yang sudah disahkan menyakut masalah peserta pemilu. UU Pemilu dirasa tidak mengedepankan semangat perbaikan parpol. Saya melihat bahwa parpol yang duduk di parlemen terkesan menolak untuk profesional dan enggan terbuka.

Padahal, parpol yang baik adalah parpol yang selalu memperbaiki struktur dan program kerja secara nasional dari sabang sampai merauke. Perbaikan ini dibuktikan dengan pembaharuan pengurus pro regenerasi dan akomodatif terhadap perempuan juga anak muda. Juga pertumbuhan anggota yang terlihat dan terdata secara online dan fisik. Serta parpol yang mendukung pemamfaatan website sebagai pusat data, informasi dan dokumen-dokumen kepartain.

Dengan demikian, partai tidak perlu retoris sampai memuat pasal di dalam UU Pemilu bahwa partai di senayan langsung menjadi peserta pemilu. Tentu saja, dalil bahwa mereka sudah pernah diverifikasi bisa dikedepankan. Namun, belum tentu parpol benar-benar modern dan profesional dalam mengelola organisasi sehingga memungkinkan adanya perubahan jumlah anggota dan/atau tertutupnya informasi publik.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Persamaan Hak

Partai politik berhak untuk turut serta dalam penyelenggaraan pemilu sebagai peserta pemilu. Tetapi, persamaan hak ini dibatasi oleh aturan agar terciptanya keadilan bagi semua pihak. Aturan ini lah yang pada pemilu 2014 disusun dalam Peraturan KPU Nomor 8 tahun 2012 yang direvisi menjadi PKPU Nomor 12 tahun 2012 tentang pendaftaran, verifikasi dan penetapan peserta pemilu.

Bagi parpol yang berniat menjadi peserta pemilu mininal harus jelas strukturnya dari DPP sampai ketingkat desa. Parpol juga wajib memiliki anggota seperseribu, kalau bisa sih ada anggota parpol disetiap desa. Salah satu yang terpenting adalah keberadaan sekretariat beserta perlengkapan/dokumen partai.

Walaupun setiap parpol memiliki hak yang sama menjadi peserta pemilu. Apabila tidak bisa membuktikan bahwa siap menjadi peserta pemilu, berari ikhlaskan diri untuk mundur sembari menyiapkan sarana dan prasarana partai. Selanjutnya bisa mengikuti proses pembuktian kesiapan pada pemilu yang akan datang.

Mengingat bahwa politik sangat dinamis, kesiapan parpol secara nasional bisa saja berubah-ubah. Mungkin saat ini mereka memiliki kursi diparlemen. Tetapi belum tentu parpol peserta pemilu 2014 menjaga kesiapannya untuk pemilu 2019.

Bagaimana jika diantara waktu 2014 sampai 2017 terjadi penurunan jumlah anggota, ketiadaan kantor dengan pelbagai alasan atau konflik internal yang berujung pada tidak jelasnya struktur pengurus? Nah, disinilah kepentingan persamaan hak untuk sama-sama diverifikasi menjadi masuk akal.

Kesiapan KPU

Sepanjang yang kita ketahui, bahwa verfikasi parpol wajib dilaksanakan. Apakah hanya parpol baru yang diverifikasi? Semua tergantung ada atau tidaknya gugatan uji materi ke Mahkamah Konstitusi RI yang juga berkaitan dengan kemungkinan dikabulkannya gugatan sehingga semua parpol wajib di verfikasi.

Seandainya tidak ada gugatan ke MK atau ada JR UU Pemilu terkait peserta pemilu tetapi putusannya ditolak. Maka verifikasi tetap dilakukan oleh KPU kepada parpol yang tidak ikut pemilu 2014. Nah, apabila verifikasi administrasi dan faktual dilaksanakan, bagaimana kita mengawal prosea tersebut?

Langkah awal, KPU pasti menerbitkan PKPU tentang pendaftaran, verfikasi dan penetapan parpol peserta pemilu. Setelah itu, KPU menerbiatkan petunjuk teknis (jurnis) verifikasi administrasi dan faktual. Barulah dilakukan pemeriksaan dan penilaian terhadap pendaftar.

Meskipun KPU telah membangun aplikasi SIPOL (Sistem Informasi Partai Politik), belum tentu partai dan masyarakat paham dengan SIPOL KPU. Maka, KPU harus mensosialisasikan PKPU, Juknis dan SIPOL agar masyarakat bisa ikut berperan dalam membuka tabir data dan informasi parpol. Lalu, masyarakat bisa memberikan masukan, laporan atau dokumen yang bisa membantu KPU menyelesaikan proses pendaftaran, verfikasi dan penetapan parpol peserta pemilu.

Dalam hemat saya, masyarakat juga bisa memantau para verfikator dari KPU. Apakah tim verifikasi adil, profesional dan transparan? Tentu hanya pihak diluar KPU yang bisa menilainya. Oleh sebab itu, petugas verifikasi harus paham bahwa tugasnya bukan hanya mencocokkan data dengan realita. Petugas verifikasi harus paham peta politik dan situasi serta kenal daerah.

Oleh karena itu, baik parpol maupun KPU harus serius menyiapkan perangkat kerja. Biarlah Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang mengawasi kinerja parpol meloloskan diri dan KPU menertibkan calon peserta pemilu.

Oleh Andrian Habibi

Pegiat Ham dan Demokrasi, Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Jayabaya

Ikuti tulisan menarik Andrian Habibi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler