x

Iklan

Syarifuddin Abdullah

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Candu Porno dan Saraf Bijak di Otak

Jangan memilih pemimpin yang candu porno. Karena kebijakannya cenderung akan tidak bijak. Tapi benarkah?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Ada sebuah penelitian yang menyimpulkan begini: suka menonton film porno yang sampai ke tingkat candu, akan mengakibatkan putusnya saraf bijak di otak. Makanya jangan memilih pemimpin yang candu porno. Karena kebijakannya cenderung akan tidak bijak. Tapi benarkah?

Sebelum lanjut, harus ditegaskan bahwa setiap hasil penelitian di bidang eksakta sekalipun, apalagi di bidang sosial, selalu memiliki celah deviasi dan kesalahan. Artinya, hasil penelitian ini harus diposisikan bukan sebagai harga mati.

Namun ada beberapa catatan singkat yang layak dicermati.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pertama, rumusan hasil penelitian itu bisa dibalik, misalnya, kalau ada pimpinan yang kebijakannya terkesan zigzag, atau menyibukkan diri untuk mengurusi hal-hal sepele, yang bukan bagian dari tugas pokoknya, maka boleh jadi dia termasuk pecandu porno.

Kedua, sebenarnya ada adagium yang diyakini banyak kalangan: orang cerdas umumnya memiliki libido tinggi, di atas rata-rata. Nah salah satu konsekuensi libido tinggi, adalah senang porno. Adagium ini terkesan paradoks dengan kesimpulan hasil penelitian di atas.

Ketiga, sebenarnya tidak ada ukuran yang jelas kapan seseorang dapat dikategorikan candu porno. Apakah orang yang suka ngeres juga dapat dikategorikan candu porno. Tidak selalu. Sebab sebuah penelitian lain menyebutkan, orang yang sesumbar tentang bahwa libidonya tinggi, kadang justru untuk menutupi libidonya yang rendah dan lemah.

Keempat, kata porno sendiri pun sebenarnya tidak pernah jelas pengertiannya. Yang saya pahami, porno lebih diidentikkan dengan seks yang tidak halal. Sebab esek-esek yang dilakukan antara pasangan suami-istri yang sah dan resmi, ternyata dianggap biasa saja. Bukan bagian dari porno.

Misalnya ada pasangan suami istri yang sah dan resmi secara sukarela mendokumentasikan kegiatan seksualnya, lalu ditonton oleh mereka berdua saja, kan tidak bisa dikategorikan porno.

Kadang juga, porno diartikan melakukan atau menikmati kegiatan seksual yang dipublikasikan baik dalam bentuk gambar/foto atau video atau tulisan.

Kelima, dari sejumlah catatan di atas, agak sulit mengaitkan secara rasional antara candu porno dengan putusnya atau tidak berfungsinya saraf bijak di otak.

Yang pasti, suka porno yang sampai pada level candu memang cenderung akan menguras konsentrasi dan akan sering tampil kurang etis atau malah vulgar. Mungkin karana itulah, pecandu porno cenderung tidak bijak dalam mengambil kebijakan. Sebab cenderung nekat dan tanpa perhitungan panjang tentang konsekuensi kebijakannya.

 

Syarifuddin Abdullah | 16 Agustus 2017 / 23 Dzul-qa'dah 1438H.

Ikuti tulisan menarik Syarifuddin Abdullah lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler