x

Iklan

Kamaruddin Azis

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Kabar dari Pare-Pare: Inovasi untuk Si Lele Muda

Inovasi penyiapan pakan bagi ikan lele usia seminggu hingga dua minggu di Kota Pare-Pare, Sulawesi Selatan. Bagian dari pelaksanaan program CCDP-IFAD

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Budidaya ikan lele belakangan ini kian diminati masyarakat perdesaan, pun perkotaan. Penanganannya yang praktis membuat banyak warga tertarik untuk melakukan pembesaran lele termasuk di Kota Bandar Madani, Pare-Pare, (foto: kiri Nasir, kanan Wahyuddin)

Menurut Ir. Nasir, M.Si, Sekretaris Unit Pengelola Proyek (PIU) Pemberdayaan Masyarakat Pesisir setempat, kebutuhan ikan lele konsumsi di kota kelahiran BJ. Habibie ini sangat besar. Hanya saja, tantangannya adalah biaya pakan yang kian mahal. Demikian pula jaminan ketersediaan bibit lele dari unit pemijahan yang sehat dan berkualitas.

“Itu mengapa tahun lalu, di 2016, IFAD mendukung usulan PIU menyiapkan unit pembenihan lele,” kata Nasir saat ditemui pada tanggal 13 Agustus 2017 di Kantor PIU CCDP Pare-Pare.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

“Anggarannya sekitar 160 juta, untuk instalasi, bak pembesaran, pemijahan hingga penyiapan pakan. Kita juga datangkan induk lele dari Sukabumi,” katanya sembari menunjukkan lokasi pemijahan dimaksud, bagian dari demplot inovasi teknologi tepat guna, CCDP-IFAD di Kompleks PPI Cempae, Soreang.

Saat itu, dia ditemani Andi Wahyuddin, teknis unit pemijahan yang berada di kompleks Dinas Perikanan Kota Pare-Pare. Dari Nasir dan Wahyuddin diperoleh informasi bahwa demplot pembangunan bak pemijahan, pembesaran hingga ruang pengolahan pakan ini menuntut inovasi demi memastikan ketersediaan pakan bagi lele hasil pemijahan.

“Yang menempel di ijuk itu telur-telur lele,” kata Wahyu, alumni Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta jurusan budidaya angkatan 34. Pada tempat yang ditunjukkan itu terdapat tiga ekor induk yang nampaknya belum lama bertelur. Selain itu terdapat bak-bak pembesaran yang dipisah berdasarkan usia lele.

Menurut pengakuan Wahyuddin, pusat pembenihan ini telah menghasilkan bibit lele dan diminati pembeli.

“Pembelinya dari kelompok-kelompok pembesaran lele di Kota Pare-Pare hingga pembeli dari Jeneponto,” kata Wahyuddin. Di Pare-Pare terdapat banyak kelompok pembudidaya lele yang didukung oleh CCDP-IFAD, mereka menjadi produsen lele untuk dikonsumsi di dalam kota dan dikirim ke Sidrap atau kabupaten tetangga seperti Pangkep dan Maros.

“Satu indukan lele asal Sukabumi bisa menghasilkan telur hingga 50ribu, jadi sangat potensial,” katanya.

Inovasi pakan

Lele adalah ikan dengan sifat pemakan yang hebat. Karenanya perlu jaminan ketersediaan pakan. Pada usaha kelompok pembesaran lele, beragam sumber pakan mulai dari sayur-sayuran, limbah rumah tangga, ampas tahu, dedak halus, tepung ikan, hingga penggunaan ragi tempe dapat dijadikan pilihan. Sementara untuk juvenile, atau lele muda usia satu minggu hingga dua minggu belum diperoleh formula yang paten.

“Kita telah ujicoba untuk memastikan ketersediaan pakan bagi bibit lele usia seminggu hingga dua minggu,” kata Wahyu. Menurutnya apa yang dilakukan ini merupakan bagian penting untuk memastikan bahwa demplot ini bisa berjalan sesuai dengan tujuannya.

“Kami melakukan serangkaian ujicoba, untuk penentuan substrat hingga bahan pelengkap hingga dapat pakan cacing putih ini,” katanya terkait temuannya mengenai penciptaan wahana tumbuh bagi cacing untuk pakan lele muda ini (juvenile).

 “Hampir tidak terekspos cacing begini,” katanya sembari menunjukkan puluhan kotak plastik putih namun berisi substrat hitam.

Wahyuddin alias Wahyu. Pria asal Wajo ini menunjukkan kotak-kotak plastik bening yang di dalamnya ada substrat warna hitam, serupa tanah. Di sela substrat terdapat cacing-cacing halus berwarna putih. Cacingnya terlihat kasat apalagi ketika wadah menempelnya dibilas dan disinari lampu senter.

“Budidaya lele di Pare-Pare berbeda dengan yang di Jawa. Kondisi alam yang di Jawa lebih bagus karena banyak substrat. Di sini sulit. Bagusnya pakai pakan alami tapi itu susah,” katanya.

“Ini yang akan jadi pakan lele hingga ukuran mencapai 2 cm,” katanya terlihat bangga.

Menurut Wahyuddin, karena nilai pentingnya untuk kesuksesan budidaya (spawning), inovasi budidaya cacing putih untuk pakan lele muda ini juga menjadi perhatian pihak lain yang juga mengembangkan budidaya lele, dari luar Sulawesi Selatan.

“Kemarin ada tamu dari Kota Bitung, orientasinya mau belajar budidaya cacing putih,” sebutnya.

Menurutnya apa yang diperolehnya saat ini dengan menyiapkan substrat cacing putih bukanlah hasil instan tetapi melalui serangkaian uji coba seperti menggunakan karbohidrat, fermentasi dengan mencampur ragi.

“Pernah coba dengan sabut kelapa, ampas kelapa, hanya saja kurang bagus. Untuk mendapat pakan cacing ini pernah pakai karpet juga tetapi tapi dalam 10 hari membusuk. Lalu pakai humus dan sabut kelapa,” kata alumni SMP Atappangeng Wajo, Sulawesi Selatan ini.

Menurut Wahyu, apa yang dilakukannya untuk memperoleh pakan bagi ikan lele muda ini adalah adanya pemikiran untuk melakukan hal yang sama pada ikan laut.

“Saya kira bisa jadi cacing putih ini bisa menjadi pakan bagi ikan-ikan laut hasil pemijahan seperti kerapu,” katanya optimis.

Inovasi Wahyuddin adalah penyiapan pakan cacing putih yang berkembang dari tanah kompos, butiran-butiran pakan (pellet) yang ditutup selama beberapa hari dan diberi semacam kain kasa. Dari dalam substrat kelihatan cacing-cacing putih.

Apa yang diperoleh oleh Wahyuddin dan tim CCDP-IFAD Pare-Pare ini merupakan contoh baik dalam hal rekayasa penyiapan pakan pada budidaya ikan. Penting dan perlu disebarluaskan kepada pembudidaya lele, baik yang alami maupun hasil rekayasa.

Yang perlu dipikirkan adalah jika usaha pembenihan lele ini berjalan lancar dan telah mempunyai jaminan pakan terutama untuk masa-masa kritis dua minggu pertama maka jaminan keberlanjutan usaha, ekonomi dan lingkungan budidaya lele di Kota Pare-Pare ini harus disiapkan.

Caranya, misalnya membangun komunikasi dengan pengusaha atau pembudidaya lele, demikian pula penyediaan bibit berkualitas sebagaimana disiapkan oleh tim kerja CCDP-IFAD Pare-Pare ini.

“Kita baru mulai dan kita akan tetap kerjasama dengan koperasi seperti Koperasi Mutiara Biru. Misalnya untuk distribusi bibit lele, atau pakan. Atau membentuk semacam UPTD sebab ini dikelola di atas lahan Pemerintah. Harapannya ada PAD dari usaha ini,” pungkas Pak Nasir disertai senyum.

 

Ikuti tulisan menarik Kamaruddin Azis lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu