x

Iklan

Maria Yohanista

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Kemerdekaan Semu untuk PRT

PRT belum diakui sebagai pekerja di Indonesia, hal dan menyebabkan banyak persoalan bagi mereka. Masyarakat sipil telah melakukan berbagai inisiatif.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Masih jelas dalam ingatanku,  saat merancang program untuk PRT bersama sebuah organisasi yang anggotanya adalah para majikan, di tahun 2006.  Kami akan mengadakan seminar berjudul PRT juga manusia.  Kami merancang, bahwa  akan ada pembicara , Romo yang akan mengupas ayat Alkitab  tentang sikap adil pada pekerja,  seorang PRT yang akan mensharingkan pengalaman dan harapannya, seorang majikan yang juga akan mensharingkan pengalaman dan harapannya dan seorang aktifis PRT yang akan berbicara tentang isi rancangan UU Perlindungan PRT.  Salah seorang ibu, pengurus organisasi tersebut didaulat untuk menjadi pembicara dari perspektif majikan. Ibu itu agak bingung, bertanya:” nanti aku omong apaan? “ Kawannya nyeletuk... :” yaaa... biasalah.... kalau pembantu mau enak, yaa dia harus menyenangkan hati majikan, kerja yang baik, ikut aturan, ikut apa maunya majikan... ya pasti disayanglah... iya kan?” katanya sembari memandang ke arah kami semua, seolah minta persetujuan atau dukungan.  Saya menjawab:” sekarang ini bukan begitu bu...”, katanya:”lha  terus, bagaimana dong?”, saya menjawab lagi:” Sekarang ini  ... kita buat kesepakatan atau perjanjian di awal, dan kita semua,   PRT maupun majikan, harus taat pada kesepakatan tersebut..” , wajah kawan itu terlihat kurang setuju, tapi dia tidak berbicara lagi,  terlihat meneruskan berpikir.

Itu dulu. 

-       Saat masih sedikit orang berbicara tentang perlindungan pekerja rumah tangga, belum ada konvensi ILO 189, belum ada Permenaker 2/2015 yang berbicara tentang Kerja Layak bagi Pekerja Rumah Tangga.  Aktifis yang berbicara tentang perlindungan PRT juga masih sangat sedikit.  Sekarang ini, di 2017,  organisasi PRT sudah semakin kuat, sebutlah di  beberapa tempat ini, kita bisa menemukan Organisasi PRT, dari Yogyakarta, Semarang,  Malang, Jabodetabek, Makasar, Lampung, Medan.  

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

-       Saat program pemberdayaan PRT masih dilihat dengan mata miring :” apaan sih? Kurang kerjaan banget nih orang... ngapain urusin orang yang dalam kondisi baik-baik? Sono nooh.... urusin para pelacur jalanan tuh.... (itu kata-kata yang  aku dapat). 

Sekarang,  ini satu perubahan significant yang sangat menggembirakan telah terjadi. PRT bersatu!  PRT sudah berorganisasi! Beberapa dari mereka sudah bisa menyuarakan sendiri persoalan dan kebutuhan mereka di DPR.. mereka juga sudah bersekolah, belajar ketrampilan yang terkait pekerjaannya melalui sekolah PRT, memasak, membersihkan, mengasuh anak, komputer, bahasa Inggris,..secara perlahan tapi pasti, akses mereka akan pendidikan mulai terbuka, demikianpun hak berkumpul dan berserikat.

Tapi, apakah mereka telah merdeka?

Jauh belum...

Semua perkembangan bagus itu masih merupakan inisiatif awal, inisiatif masyarakat sipil, yang di beberapa tahun terakhir bergerak lebih cepat di beberapa wilayah karena dukungan ILO.  Namun, aku mencoba mengetesnya di beberapa tempat. Di Depok, masih juga kutemukan wajah aneh tentang PRT berorganisasi. PRT? Berorganisasi? Aneh-aneh aja sih mbak.... jangan deh... kita buat  program yang lain aja..(bathinku, waaahhh..... Agustus 2017... masih ada orang yang berpikiran begini...).   Ku test lagi dengan teman lain, saat dia memintaku mencarikan PRT buat menemani ibunya.  Katanya:” sebenarnya sudah ada sih... tapi aku gak suka cara dia berpakaian.. terlalu modis...”, kujawab:” emang kenapa kalau dia modis, bukannya itu baik? Kan yang penting kerjanya... kalau cara dia menemani ibumu yang sakit itu bagus, profesional... so why not?”, dia menjawab:”gak ah. Aku gak suka aja... masak PRT modis begitu...” ( bathinku, kasian amat PRT yaa... modis aja gak boleh...)

Ini bukan penelitian, ini hanya pengamatan... tapi tentu dengan mudah kita dapat menyimpulkan bahwa PRT masih jauh dari kemerdekaan.  Kemerdekaan mereka adalah kemerdekaan semu.  Ambil beberapa ciri orang merdeka dan mari bandingkan dengan situasi PRT, apalagi yang tinggal bersama keluarga majikan:

-          Bebas pergi ke mana aja.

-          Bebas  mengemukakan pendapat

-          Bebas berserikat

-          Bebas berekspresi

Maka jawabannya adalah: jauuuuhh......................semuuu....... semuanya belum diperoleh...

Walaupun masih jauh, upaya untuk memperpendek jarak antara PRT dengan kemerdekaan harus terus dilakukan, sembari terus meminta tanggung jawab negara untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, termasuk PRT.

PRT, Merdeka!

Ikuti tulisan menarik Maria Yohanista lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler