Keindahan Lukisan Mooi Indie
Lukisan selalu menjadi penanda peradaban sebuah bangsa. Soekarno Bapak Presiden RI pertama, gemar mengoleksi lukisan- lukisan karya seniman Indonesia, juga seniman luar negeri yang peduli dengan keindahan, keagungan, keluhuran alam Nusantara. Mooi Indie dengan apapun lukisan tentang pemandangan, tentang alam, eksotisnya budaya nusantara sebelum dan sesudah kemerdekaan. Dari jajaran pelukis Web Peor (By Moonlight), S. Soejono Ds (Jalan di Tepi Sawah), Wilhelmus Jean Frederic Imandt (Gelombang laut), Raden Saleh (Harimau Minum),Carel Lodewijk Dake Jr (The Hill Temple), wakidi (senja di daratan Mahat), Ernest Dezentje (Sudut Kota Jakarta), Henk Ngantung (Pemandangan di Sulawesi), S Toetoer (At The ciliwung River ), Basuki Abdullah (Pantai Flores), Abdullah Suriosubroto (Pemandangan Sekitar Merapi). Berderet keindahan lukisan istana itu berbaur dengan lukisan-lukisan koleksi Soekarno lain yang mempunyai tingkat artistik “Lebih Tinggi” (menurut ranah dan telaah pakar seni ). Apapun yang disebut Mooi indie dan mendapat kritikan keras dan terkesan sinis dari S Soejojono (Persagi) yang hanya ditempatkan sebagai lukisan cindera mata karena hanya menampilkan yang bagus-bagus saja, tidak memotret realita yang ada. Tapi apapun kritikan S Sudjojono lukisan-lukisan yang mengisi dinding –dinding Istana kepresidenan adalah warisan kekayaan budaya bangsa. Sejak dulu harus diakui eksotika alam Indonesia. Bumi pertiwi ini memang indah. Orang jawa menggambarkan Indonesia adalah Negari karto raharjo, pasir wukir ,gemah ripah loh jinawi. Sebagai negeri Tropis yang dilewati garis katulistiwa dengan garis pantai amat panjang, yang digambarkan dalam cincin api karena deratan gunung berapi yang mengelilingi hampir pulau-pulau di seluruh Nusantara. Mata manusia tentu ingin mengabadikan maka seniman mengambil inisiatif pertama dengan melukiskan keindahan lewat kanvas (seperti juga sama juga dengan penyair, penulis, essais yang melukiskan keindahan dengan puisi, sajak, cerpen, dongeng yang hadir untuk diwariskan kepada anak cucu).
Pameran Bulan Agustus
Senandung Ibu Pertiwi, tema yang diambil untuk menampilkan pameran Lukisan koleksi Istana yang tersebar di beberapa Istana Presiden. Pameran yang berlangsung di Galeri Nasional dari tanggal 2 Agustus sampai 30 Agustus ( Dibuka oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla ) menampilkan lukisan, seminar para pakar ( Menjaga Ibu Pertiwi ), Lomba lukis tas dan workshop ( Menjadi Apresiator Seni ) .Lukisan di Tepi Sawah karya S Soejono Ds salah satu Lukisan yang dipajang di Cipanas, pengunjung melihat pesona alam Indonesia lewat sebuah lukisan secara dekat. Dari sekilas pandangan kekaguman langsung spontan. Penikmat umum mengapresiasi lukisan-lukisan penuh pesona itu. Tidak ribet untuk memandang jauh seperti para pakar seni mengendus potensi kulaitas senimannya. Mungkin masyarakat kurang mengenal senimannya, kehidupannya, apakah ia hidup penuh gelimang kemewahan atau sudah terlupakan. Tapi lukisan yang terpajang tetaplah abadi, mengisi ruang-ruang istana dengan segala jejak sejarahnya. senandung warna, nada goresan dan suara lirih syair-syair mengumandang lewat mata dan akan terpatri dalam jiwa. Saat Ibu pertiwi menangis, dalam nestapa lara oleh ulah manusia lukisanpun bisa merepresentasikan kegelisahan lewat tangan kreatif seniman. Begitu juga untuk menggambarkan pesona perempuan Indonesia, Daya magis alam supranatural bisa dilihat lewat lukisan koleksi Istana. Lihat Lukisan Nyai Roro Kidul sebagai representasi kepercayaan masyarakat Jawa akan mistifikasi laut Selatan serta simbol perempuan dan jejak langkah sejarah Istana Jawa yang selalu berhubungan dengan keberadaan Nyai Roro Kidul. Semua terekam dalam lukisan-lukisan fenomenal yang dikoleksi istana.
Dua kali event pameran mendapat apresiasi luar biasa bahkan masyarakat seni dunia (Art Stage) menghadiahi pameran pertama di tahun 2016 lalu sebagai The Best Ekshibition. Pameran kali ini juga tidak kalah pengunjung membludak sampai harus menunggu untuk bisa masuk ke ruang pameran utama di Galeri Nasional. Hampir sepanjang hari Galeri dipadati pengunjung yang ingin menyaksikan lukisan koleksi istana. Untuk secara langsung melihat wujud asli koleksinya bukan dari buku, bukan dari media saja. Untuk masuk ke istana mungkin susah karena banyak sisi protokolernya, tapi dengan menampilkan koleksi istana secara regular dalam wujud pameran tentu semakin menunjukkan kecintaan masyakarat pada kkarya lukisan yang menjadi koleksi Istana sejak Presiden Pertama, sampai era Presiden Jokowi.
Sekarang saat bulan Agustus bendera merah putih berkibar di mana-mana, di kampung, di gedung-gedung instansi pemerintah senandung Ibu pertiwi kembali menggema. Kita tidak ingin melihat Ibu pertiwi bersedih lagi menyaksikan anak bangsa saling membenci, saling bermusuhan. Siapapun Pemimpin negara saat ini harusnya di dukung dengan mengusung jargon “Kerja bersama”. Indonesia sedang mulai menapak menuju negara yang lebih maju, perlu sokongan dari semua elemen masyarakat untuk bahu membahu bekerja dan menyumbangkan kemampuannya untuk ikut andil membangun bangsa. Bukan sekedar menjadi oposisi yang membabi buta mengkritik tapi tidak juga memberi solusi, Ibu pertiwi butuh semangat positif untuk lepas dari jerat kemiskinan. Jika hanya berteriak-teriak demo tanpa memberi kesempatan pemerintah membenahi carut marut sistem ketatanegaraan tentu hanya pekerjaan kontraproduktif. Yang terpenting adalah melecut diri sendiri untuk setidaknya bisa mengisi kemerdekaan dengan bekerja dan memberi keyakinan keluarganya untuk bisa bertahan hidup dan memastikan ceruk nasi tetap mengepul. Masalah beratnya hidup dan tantangan yang semakin berat menyangkut kesempatan mendapatkan rejeki setiap orang punya cerita sendiri. beban persoalan yang memang sudah menjadi resiko kehidupan.
Memacu semangat berkarya seniman
Koleksi Istana mengajarkan untuk mencintai karya seniman. Lepas apakah sudah banyak anak bangsa yang terketuk untuk mengoleksi, membeli, memburu karya-karya seniman lukis (yang kata sebagian pelukis mengatakan belum banyak masyarakat yang tertarik menjadi kolektor, penikmat lukisan, pembeli lukisan, orang sekarang lebih tertarik pergi ke mal, menikmati wisata lidah, mengutamakan kenikmatan ragawi). Pameran “Senandung Ibu Pertiwi” yang dikuratori oleh Asikin Hassan, Mikke Susanto, Amir Sidharta, Sally Texania patut diapresiasi. Semoga Istana akan lebih sering “Mengeluarkan” lukisannya untuk dinikmati masyarakat luas. Dan efeknya semoga pameran, pergerakan bisnis di dunia lukisan kembali bergairah karena masyarakat semakin peduli menghargai dan kemudian menjadi kolektor karya seni. Seniman bergairah, masyarakatpun menaruh rasa hormat, apresiasi tinggi terhadap karya kreatif anak bangsa, terutama seniman lukisan.
Kulihat Ibu Pertiwi
Sedang bersusah hati
Air matanya berlinang
Mas Intanmu terkenang
Hutan sawah, gunung lautan
simpanan kekayaan,
bila ibu sedang lara
merintih dan berdoa.( Cipt :Ismail Marzuki, Joseph M. Scriven )
Melihat lukisan –lukisan istana seharusnya masyarakat bangga, semoga Ibu pertiwi bisa terus bersenandung bukan memendam lara dengan banyaknya persoalan alam yang saat ini banyak rusak, kebudayaan asli yang meluntur akibat pengaruh budaya global, serta sentimen agama yang menguat, membuat renggangnya hubungan antar agama dan mudahnya manusia-manusia modern termakan isu dan berita hoax di media sosial. Bangsa yang terbentuk dari beragam suku, beragam bahasa ribuan pulau, multi agama, dengan pola pemikiran tiap isi kepala yang berbeda-beda, tidak ingin terjebak dalam tarik menarik urat syaraf akibat beda persepsi tentang bagaimana membangun bangsa, bagaimana bisa menyumbangkan tenaganya untuk negara.
Ibu pertiwi kaya karena keberagaman itu memberi banyak kekayaan akan budaya, memberi kesempatan anak bangsa kreatif berkarya bukan memproduksi ujaran kebencian hingga berakhir dengan kericuhan dan perang antar saudara. Istana menginisiasi masyarakat merespon dengan mengambil inisiatif berkarya kreatif demi senandung Ibu pertiwi nan merdu.
Penikmat Seni, suka menulis di blog , Media sosial . Guru Seni rupa di Sekolah di Jakarta
referensi:Katalog Pameran Senandung Ibu Pertiwi
Ikuti tulisan menarik Pakde Djoko lainnya di sini.