x

Warga kampung cilungup ikuti pawai keliling kampung guna memperingati HUT Kemerdekaan Indonesia yang ke-72 di Kampung Cilungup, Duren Sawit, Jakarta Timur, 17 Agustus 2017. Pawai ini dimeriahkan oleh seluruh warga RW 02 dengan menampilan berbagai kre

Iklan

Akal Sehat

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Indonesia Setelah 72 Tahun Merdeka

Apakah setelah 72 tahun merdeka, rakyat Indonesia telah merasakan kesejahteraan sesuai amanat konstitusi?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Hasil kerja keras bangsa ini akhirnya membuahkan Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Konstitusi UUD 45 pun diarahkan bagi kesejahteraan Negara bangsa dalam meraih cita-cita masyarakat yang adil dan makmur.  Saat memimpin bangsa ini sang dwi-tunggal Soekarno-Hatta menampakkan teladan dalam gaya dan ciri kepribadian masing-masing yang berbeda namun justru saling melengkapi. Semangat 45 membuat bangsa ini tidak tunduk pada imperialism dan sistem kolonialisme asing. Segala bentuk penjajahan baik fisik maupun turunannya seperti penjajahan di bidang ekonomi, budaya, atau kepribadian sangat ditentang penuh heroik oleh para pemimpin bangsa kita kala itu. Walau kualitas SDM masih sangat terbatas tapi sejumlah prestasi di berbagai bidang mampu ditunjukkan oleh putra bangsa. Sebagai contoh kita dulu memiliki angkatan perang yang kuat, berani dan berpengalaman tidak hanya ditakuti di Asia tetapi disegani Barat.

Saat itu bantuan asing sangat selektif karena kita ingin berdiri diatas kaki sendiri dan sejajar dengan bangsa-bangsa lain yang sudah maju. Dari awal Negara ini memang sudah memiliki kekayaan alam baik yang masih tersimpan di perut bumi maupun yang siap panen, Presiden ketika itu tidak serta merta mengundang pihak asing membantu mengeksplorasi kekayaan tersebut. Investasi asing tidak sederas sekarang karena para pemimpin bangsa kala itu memahami bahwa investasi asing lebih banyak mengeruk kekayaan kita dari pada menyejahterakan rakyat Indonesia. Satu waktu Presiden Sukarno  pernah menyatakan bahwa kandungan kekayaan di bumi Papua tidak akan diserahkan kepada asing, tapi akan menunggu putra-putra terbaik bangsa sampai siap menanganinya.

Pada era Orde Baru kita membuka kran seluas-luasnya bagi investor asing masuk mengeruk kekayaan alam kita, juga banyaknya gelontoran dana dari IMF. Tapi  ternyata tidak membuat Negara iniserta merta berhasil menurunkan tingkat kemiskinan. Padahal Negara-negara lain seperti Cina Thailand Vietnam, berhasil menurunkan tingkat kemiskinannya secara drastis dan signifikan. Sebut saja Cina yang dengan upaya kerja kerasnya mampu mengurangi masyarakat golongan miskinnya dari 31% menjadi 6%.  Bahkan, kita menyaksikan negara yang dulu "susah" akibat perang seperti Vietnam malah berhasil menurunkan masyarakat golongan miskinnya dari 51% menjadi hanya 3% . Sementara kita hanya dapat merangkak bak balita yang sedang belajar untuk berjalan.

Singkat cerita, rezim berganti rezim hingga Presiden ke 6 sekarang ini, muncul pertanyaan mengusik apakah setelah 72 tahun merdeka sebagian besar rakyat telah merasakan kesejahteraan sesuai amanat konstitusi?  Berdasarkan takaran PBB tentang pendapatan masyarakat miskin yakni tidak lebih dari 2 dolar AS per-hari atau Rp 600 ribu/bulan, maka berdasarkan itu jumlah warga miskin Indonesia masih terbilang sangat besar yakni sekitar separoh jumlah penduduk. Satu angka kemiskinan  yang luar biasa untuk sebuah Negara kaya raya, sumber alam melimpah ruah tapi belum mampu mengangkat sebagian besar rakyat dari kemiskinan. Demikian pula dengan persoalan lapangan tenaga kerja yang kian terbatas sementara jumlah angkatan kerja semakin bertambah. Dalam konteks ini kita amat tertinggal dibanding dengan Negara tetangga. Tingkat pengangguran di Thailand hanya berkisar 1-2%, sedangkan di Malaysia hanya 3,4%. Sementara itu di Indonesia cukup tinggi mencapai  8,5%. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sungguh  menyedihkan sebuah negara kaya raya dengan berbagai sumber gas, minyak, hasil tambang, pertanian dan keanekaragaman hayati lainnya yang luar biasa, ternyata masih susah hidup, dililit berbagai persoalan serta tak usai penderitaannya. Yang susah hidupnya  itu rakyat bukan elite. Coba lihat betapa besar dan mewahnya fasilitas dan gaji anggota DPR, Menteri, dan Pejabat Negara lainnya. Oleh karena itu, selama empati sosial para elite masih tumpul seperti sekarang maka mustahil muncul solusi yang menyeluruh atas maraknya persoalan bangsa ini. Mungkin ada baiknya kita meninjau ulang pelaksanaan sistem pendidikan, perekonomian, dan orientasi pembangunan yang dijalankan selama ini. Pada situasi keunggulan komptetitif belum terwujud seperti lemahnya kualitas SDM, masih terbelakangnya ilmu dan teknologi yang kita kuasai, maka proteksi perlu dilakukan pemerintah atas produk dan kaum lemah di segala sector yang menyangkut kepentingan bangsa, tidak mengikuti aliran ekonomi neo-liberal dengan sistem mekanisme pasarnya yang selalu menjadi rujukan. Di Indonesia banyak hal masih perlu diproteksi dan diperkuat sebelum mampu bertarung dalam mekanisme pasar bebas.

Dari ruang publik ini kiranya kita perlu membulatkan tekad mengintrospeksi dan memperbaiki diri atas apa yang telah dilakukan selama 72 tahun merdeka. Tampaknya sang ibu pertiwi terasa berat memangku ratusan juta rakyatnya yang belum menikmati kesejahteraan seperti layaknya penduduk di negara kaya sumber alam dan bahkan di negara-negara yang dulu pernah menjajah bangsa ini. 

 

Kerja Keras Vs Jalan Pintas

Dalam soal kerja keras kiranya kita perlu mencontoh apa yang dilakukan Jepang. Usai perang Dunia ke 2, nilai yen begitu terpuruk terhadap dolar diatas seribu per dolar. Namun Jepang melalui semangat “gambaru” yakni bekerja keras menggunakan segala segala daya dan upaya, berani berkorban, jatuh bangun, untuk mencapai yang terbaik,  akhirnya membuahkan hasil. Jepang seperti kita ketahui menjadi Negara maju. Jepang mampu meningkatkan  nilai tukar yen menjadi dibawah seratus yen per dolar.

Usaha kerja keras mereka itulah yang patut diteladani pemerintah dan bangsa ini.. Mengapa nilai tukar yen menjadi kuat? Saat nilai yen melemah pemerintah Jepang tidak melakukan kebijakan jalan pintas seperti redenominasi nilai yen terhadap dolar sebab hal ini bukan usaha kerja keras. Senyatanya Jepang berhasil menikmati hasil jerih payah yang tak pernah redup. Para elite Jepang banyak memberi contoh konstruktif. Jiwa patriot ksatria elite muncul saat mereka merasa salah atau gagal melakukan tugas, dan sertamerta mereka akan mundur dari jabatan. Bahkan ada yang bunuh diri, karena menurut budaya mereka hal itu sebagai bentuk tanggung jawab dan akuntabilitasnya terhadap pekerjaan.

Sejarah telah membuktikan bahwa bangsa ini juga pernah berhasil menunjukkan kerja keras dan akhirnya membuahkan kemerdekaan yang selalu kita peringati dan rayakan dalam acara agustusan setiap tahunnya. Semangat 45 inilah patut direvitalisasi dan dikembangkan para elite bangsa agar dapat berwujud budaya kerja keras yang berguna dalam mengatasi berbagai persoalan besar bangsa termasuk soal ekonomi.

Tampaknya roh semangat 45 perlu dikembalikan pada tempatnya.  Hakekat kemerdekaan RI dalam payung semangat 45  memiliki cita-cita mulia dan global, yakni meniadakan segala bentuk penjajahan di muka bumi ini. Namun kita belum bisa berbuat banyak, sebab saat ini saja kita masih berjuang agar terbebas dari penjajahan pola pikir, paradigma, serta kungkungan  ataupun jeratan NEO kapitalisme dan NEO imperialisme (meminjam istilah bung Karno) yang kurang cocok  untuk diterapkan pada suatu Negara yang memiliki filosofi bangsa berlandaskan UUD 45 dan Pancasila ini.

Dengan semangat 45 mari kita perkokoh kembali semangat kebangsaan yang mandiri.

Oleh Dr. Aries Musnandar

Peneliti dan Tim Dosen Pascasarjana UNIRA Malang

Dewan Pakar IKA UNJ

Ikuti tulisan menarik Akal Sehat lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB