x

Bero dan Keluarganya

Iklan

Akal Sehat

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Parenting dan Pendidikan Karakter Anak Bangsa

Salah satu institusi yang sangat signifikan dalam pembentukan karakter anak bangsa adalah keluarga.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Upaya perbaikan kualitas perilaku bangsa menjadi semakin penting mengingat belakangan ini marak dibahas perlunya kegiatan pendidikan karakter yang mampu membentuk karakter bangsa (a nation character building) secara baik. Tak dapat dipungkiri bahwa polemik tentang masalah karakter bangsa ini didasarkan keprihatinan atas perilaku masyarakat baik pada lapis bawah hingga elite yang jauh dari nilai-nilai Pancasila yang sarat dengan pesan-pesan moral, kemanusiaan, kebersamaan, kebijaksanaan dan keadilan. Berbagai perilaku negatif masyarakat dan elite yang menyeruak seperti aksi-aksi kekerasan yang anarkistis, tawuran, pemerkosaan, main hakim sendiri, kecurangan, suap menyuap, korupsi dan mafia hukum mulai kelas teri hingga kakap telah menghiasi kehidupan berbangsa kita sehari-harinya.

Pembinaan karakter anak bangsa memang dapat melalui penataan sistem pendidikan nasional yang oleh pemerintah dititik beratkan pada lembaga persekolahan. Sebenarnya disadari bahwa proses pendidikan di Indonesia dalam arti luas tidak semata-mata berlangsung di sekolah tetapi juga dapat berlangsung pada ruang gerak sektor atau institusi (i) keagamaan, seperti pengajian, ceramah, sekolah minggu, khutbah dan seterusnya;  (ii) kemasyarakatan (seperti melalui media massa / internet / teknologi informasi dan kepramukaan); serta institusi (iii) keluarga. Menurut  seorang pemerhati pendidikan dari Universitas Negeri Malang bahwa ketiga institusi ini saling berhubungan dan memengaruhi satu sama lain dalam membentuk karakter warga bangsa. Oleh karena itu kita tidak bisa hanya mengandalkan sekolah dalam membentuk karakter bangsa (Dimyati, 2011).

Salah satu institusi yang sangat signifikan dalam pembentukan karakter anak bangsa adalah keluarga. Dalam konteks ini mengoptimalkan peran ibu dalam "tindak mendidik" adalah hal yang pertama dan utama untuk diperhatikan sungguh-sungguh bagi peningkatan kualitas anak.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Peran dan Peranan Ibu

Sifat, dan kasih sayang seorang ibu terhadap anaknya merupakan kodrati sesuatu hal yang tak tergantikan. Ajaran agama juga telah banyak mengungkapakan arti penting keberadaan Ibu dalam membentuk karakter anak dan keluarga. Persoalannya adalah bagaimana pemangku kepentingan di negeri ini  memosisikan peran sentral ibu dalam pembentukan karakter anak bangsa? Apa yang telah dilakukan Pemerintah dalam upaya menjadikan ibu-ibu Indonesia menjadi sosok panutan dan teladan dalam keluarga yang akan membentuk karakter anak?

Undang undang sistem pendidikan nasional (UU SPN) no 20 tahun 2003 lebih mengatur proses pendidikan di lembaga sekolah, sehingga pendidikan karakter pun oleh penyelenggara Negara ini di "titip" kan di lembaga tersebut. Sejatinya pembentukan karakter anak bangsa tidak bisa hanya mengandalkan lembaga persekolahan semata.  Kesehariannya anak didik berada sekitar 4-5 jam saja di sekolah, selebihnya mereka di "didik" oleh institusi keluarga,  agama, pramuka, media (masyarakat)  yang cukup signifikan memengaruhi pembentukan karakter anak bangsa. Gaung kebijakan pendidikan karakter terdengar nyaring pada institusi sekolah mulai dari pendidikan anak usia dini (PAUD) hingga perguruan tinggi, tidak demikian halnya di institusi keluarga.  Sorotan masyarakat belakangan ini terhadap sosok Ibu cukup negatif diberitakan media massa bahkan ada TV swasta yang memberi judul tayangannya cukup sensitif  "perempuan dalam pusaran korupsi". Sarkasme seperti ini membuat kita miris, mengelus dada dan menandakan perlu lebih peduli pada sosok ibu dalam pendidikan karakter.

Senyatanya, pemerintah dan masyarakat awam tampak menggantungkan nasib pendidikan anak-anak pada lembaga sekolah. Padahal lembaga sekolah memiliki keterbatasan baik dari sisi efektivitas maupun efisiensi pendidikan, mengingat unsur-unsur yang ikut membentuk karakter anak terlalu banyak berada di luar persekolahan. Alhasil, seperti yang kita saksikan dan rasakan sendiri betapa mutu karakter bangsa belum sesuai harapan.  Salah satu bagian penting pembentukan karakter anak didik itu justru dari proses dan pola hubungan antara orang tua dan anak di dalam suatu keluarga. Kompetensi mendidik mesti dimiliki orang tua terutama sang ibu yang secara kodrati memang memilki sifat kasih sayang yang berguna dalam membentuk karakter putra-putrinya.

Para (calon) ibu dan ayah perlu disiapkan dan dikuatkan sedemikian rupa agar kompetensi yang dimiliki dalam mendidik dan membentuk karakter putra-putrinya melalui institusi keluarga berhasil dan berdaya guna. Paling tidak terdapat dua cara  atau gagasan untuk maksud tersebut.

Gagasan pertama adalah dengan mengoptimalkan kerjasama melalui kegiatan yang saling melengkapi "simbiosis mutualistis" antara pihak sekolah dan keluarga (orang tua) yang dilakukan secara tetap dan menjadi agenda rutin. Pengejawantahan program ini tidak hanya untuk ibu dengan istilah "mothering" tetapi juga untuk ayah yakni "fathering" serta keduanya yaitu "parenting".

Program "mothering" untuk kaum hawa (ibu dan calon ibu), "fathering" untuk kaum Adam (ayah dan calon ayah) serta "parenting" untuk para orang tua (ayah dan ibu) dapat dilakukan oleh sekolah dan dapat dimasukkan sebagai bagian dari kurikulum pendidikan sekolah. Keberadaan tenaga konseling di sekolah perlu diberdayakan dan dimanfaatkan lebih maksimal untuk memfasilitasi terwujud nyatanya program-program tersebut melalui kurikulum tersebut.  Perlu pula dilakukan sosialisasi atau penyadaran kepada pihak terkait bahwa program ini perlu dan penting diselenggarakan guna menjembatani ketimpangan yang terjadi tatkala pihak sekolah "sendirian bertugas" membentuk watak anak didik. Kita mencermati selama ini di sekolah-sekolah kegiatan mengajar mendominasi ketimbang "mendidik".

Gagasan kedua dalam konteks pemberdayaan calon ibu dan ayah dalam membina keluarga adalah melalui pendirian sekolah pra-nikah yang bersifat non formal bagi para calon orang tua (ortu). Kegiatan ini dapat dilakukan dengan melibatkan organisasi kemasyarakatan dan agama (juga KUA) yang bertujuan menyiapkan calon-calon ortu khususnya calon ibu dalam menghadapi berbagai persoalan keluarga seperti cara mendidik anak, peran dan peranan ibu dalam keluarga yang sakinah. Pemahaman tentang membentuk happy marriage of family (keluarga sakinah)  perlu disosialisasikan kepada para (calon) ayah dan ibu agar mampu membina karakter putra-putrinya. Pembentukan karakter anak bangsa memang perlu dimulai dari institusi keluarga, tidak tergantung pada institusi sekolah yang sarat keterbatasan dan problematika. Oleh karena itu paradigma yang menyerahkan persoalan karakter anak bangsa semata-mata pada institusi sekolah mesti dirubah dan pemerintah perlu lebih peduli untuk melibatkan institusi lainnya seperti keluarga. Tanpa itu pendidikan karakter akan kurang lengkap dan sulit mencapai sasaran.

Dari kedua gagasan diatas ide untuk membuat program "mothering, fathering, parenting" dan atau pendidikan bagi calon ayah dan ibu dapat  lebih mudah dilakukan mengingat pihak sekolah umumnya telah memiliki sumber daya manusia yakni guru BK (Bimbingan dan Konseling) dan sudah terbiasa dengan berbagai program sejenis. Sehingga implementasi dari gagasan ini sangat memungkinkan untuk ditumbuh- suburkan merata di setiap sekolah serta diharapkan  persoalan karakter bangsa yang menjadi sorotan itu dapat teratasi.

Oleh: Aries Musnandar

Peneliti & Dosen Pascasarjana Universitas Raden Rahmat (UNIRA) Malang

Dewan Pakar IKA UNJ

Penasehat CIES FEB UB (Universitas Brawijaya), Malang

Ikuti tulisan menarik Akal Sehat lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Establishment

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Rabu, 10 April 2024 09:18 WIB

Terkini

Terpopuler

Establishment

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Rabu, 10 April 2024 09:18 WIB