x

Pemimpin oposisi Malaysia Anwar Ibrahim (keempat kanan), dikawal petugas saat menghadiri acara pemakaman ayahnya Ibrahim Abdul Rahman yang meninggal pada usia 96 tahun saat berada di rumahnya di Kuala Lumpur, Malaysia, 5 April 2015. AP/Joshua Paul

Iklan

Indonesiana

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Harapan Oposisi Jiran ~ Ahmad Sahidah

Setelah melalui jalan panjang, akhirnya koalisi oposisi dideklarasikan secara resmi dengan logo bertulisan "HARAPAN".

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Ahmad Sahidah

Dosen Senior Universitas Utara Malaysia

Dalam akun Twitter-nya, mantan Wakil Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim menulis "Harapan yang menggunung". Setelah melalui jalan panjang, akhirnya koalisi oposisi dideklarasikan secara resmi dengan logo bertulisan "HARAPAN", yang huruf "A" keempat berupa anak panah Arjuna- tokoh dalam kisah epik Mahabarata. Dengan pilihan ini, metamorfosis Pakatan Rakyat, partai oposisi Malaysia, membayangkan pemilihan umum yang akan datang sebagai arena perang melawan Karna, yakni Barisan Nasional- partai berkuasa sekarang.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tapi politik sesungguhnya bukan cerita mitos. Pada era modern, perebutan kekuasaan mesti menghitung untuk memenangkan hati dan pikiran konstituen. Di sini, manifesto dan struktur kepengurusan dengan cermat disusun. Setidaknya, kesepakatan Pakatan Rakyat dengan partai bentukan mantan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Muhammad, Partai Pribumi Bersatu, telah menemukan titik temu dengan berbagi kedudukan yang setara, yaitu Anwar Ibrahim sebagai ketua umum, Mahathir Muhammad sebagai pengerusi (chairman), dan Wan Azizah Wan Ismail- istri Anwar- sebagai presiden.

Dalam peresmiannya, koalisi baru ini turut mengumumkan janji 100 hari pertama merebut Putrajaya, yaitu membatalkan pajak barang dan jasa, menstabilkan harga minyak, meringankan beban rakyat, mereformasi institusi pemerintah secara menyeluruh, memberantas korupsi hingga ke akar-akarnya, membentuk komite penyelidikan skandal 1MDB, dan memulihkan Felda- semacam perkebunan inti rakyat.

Dilihat dari struktur kepengurusan, Pakatan Harapan bertabur politikus dan teknokrat yang pernah dan sedang menduduki jabatan penting, seperti Lim Guan Eng, Gubernur Negara Bagian Pulau Pinang, dan Azmin Ali, pemegang kursi nomor satu di negara bagian terkaya, Selangor. Muhyiddin Yasin dan Mukhriz Mahathir menduduki jabatan wakil presiden, yang tentu saja kapasitas dan pengalamannya tidak perlu diragukan. Pendek kata, mereka bukan orang baru dalam dunia politik dan kekuasaan Malaysia, sehingga rumor tentang negara akan kocar-kacir jika mereka mengambil alih kekuasaan adalah berlebihan.

Hanya, politik itu bukan semata-mata reputasi, tapi juga prestasi. Nama-nama besar yang tumbang dalam pemilihan umum sebelumnya adalah bukti nyata bahwa nasib politikus berada di ujung jari konstituen. Politikus Barisan Nasional yang ditolak oleh warga daerah pemilihannya adalah Sami Vellu, Syahrizat Abdul Jalil, dan Abdul Ghani Othman. Adapun dari Pakatan Rakyat adalah Mat Sabu, Aisyah, dan Saefuddin Nasution. Mereka gagal merebut pikiran dan hati rakyat.

Jelas, pragmatisme politik Pakatan Harapan mengemuka. Sejauh ini, Mahathir adalah tokoh yang paling lantang menyerukan pendongkelan Perdana Menteri Najib Razak. Dalam banyak tempat dan tulisan, mantan perdana menteri terlama ini menyebut pemerintah sekarang adalah kleptokrasi sehingga tak layak berkuasa secara moral. Hanya, adakah penerimaan Pakatan terhadap Partai Pribumi Bersatu Malaysia yang digawangi oleh 3M (Mahathir, Muhyiddin, dan Mukhris) sejalan dengan idealisme Anwar Ibrahim tentang reformasi menyeluruh, mengingat Tun M- panggilan untuk Mahathir- bertindak sewenang-wenang ketika berada di kursi nomor satu negeri itu?

Padahal dulu Pakatan Rakyat, yang dipimpin Anwar, jelas-jelas menyerang Mahathir sebagai pemimpin yang dipenuhi skandal politik dan ekonomi. Dengan menerima Tun M, Pakatan Harapan tentu berhitung untuk menggembosi Organisasi Nasional Melayu Bersatu (UMNO), koalisi partai penguasa pimpinan Barisan Nasional yang didukung oleh orang Melayu. Hanya, pertimbangan ini lancung karena ada partai sekutu lain yang keluar, yakni Partai Islam Se-Malaysia, yang juga berebut suara sama dan sebagian orang Melayu adalah pemilih tradisional partai berbasis agama tersebut. Jika terjadi pencoblosan tiga penjuru, tentu UMNO akan mengambil keuntungan dari perpecahan Partai Islam Se-Malaysia (PAS) dan Pakatan Rakyat.

Walau Mahathir menjadi beban bagi oposisi untuk merebut Putrajaya, mesti diakui, suka atau tidak suka, jasanya sangat besar terhadap Malaysia. Sebagai bapak pemodernan, lelaki asal Kedah ini telah berhasil memajukan negeri bekas jajahan Inggris tersebut dengan pelbagai proyek yang menjadi alasan investor asing mengucurkan modal. Demikian pula dengan infrastruktur yang dibangun pada era kepemimpinannya, yang menyebabkan banyak penguasa luar memilih Malaysia sebagai tujuan investasi.

Meski demikian, rakyat tak hanya melihat apa yang dilakukan, tapi siapa yang sedang mengendalikan kekuasaan. Kekalahan calon Pakatan Rakyat di dua pemilihan umum sela sebelumnya menunjukkan bahwa aura Mahathir sudah memudar, meskipun tokoh yang dijuluki "Little Soekarno" ini turun untuk berkampanye melawan kandidat Barisan Nasional.

 

Sudah dimuat di rubrik Pendapat Koran Tempo edisi Rabu, 23 Agustus 2017

 

Ikuti tulisan menarik Indonesiana lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler